Thursday, April 30, 2020

Homili 30 April 2020

Hari Kamis, Pekan III, Paskah
Kis. 8:26-40
Mzm. 66:8-9,16-17,20
Yoh. 6:44-51

Selamanya bersama sang Roti Hidup

Seorang sahabat menceritakan pengalaman uniknya dalam masa di rumah saja akibat covid-19. Ia menggunakan waktunya untuk berdoa dan beramal. Ia mendoakan semua orang yang menderita akibat covid-19 dan semakin hari ia mendoakan mereka, ia merasa begitu menyatu dengan orang-orang yang menderita akibat covid-19. Ia mengikuti gerakan amal untuk para korban covid-19. Ia merasa memberi dari kekurangan tetapi dapat membantu orang-orang yang sangat membutuhkan saat ini. Doa dan amal kasih membuatnya begitu rindu untuk bertemu dengan Yesus. Sayang sekali karena untuk memutuskan rantai penyebaran covid-19 ini ia tidak dapat mendengar Sabda dan menerima komuni kudus di Gereja secara langsung. Namun masih ada sebuah kekuatan yakni ia tetap merindukan kehadiran Yesus dalam hidupnya melalui perayaan Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi ia merasakan adanya sapaan termanis dari Yesus sang Roti hidup, makanan rohani yang menguatkan dan mengantarnya ke surga. Saya senang mendengar sharing pengalaman sahabat ini. Dalam suasana yang sulit, dia masih memiliki kerinduan yang besar untuk selamanya bersama dengan sang Roti Hidup yaitu Yesus sendiri.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini melanjutkan kisah tentang diskursus Yesus tentang Roti Hidup di dalam rumah ibadah di Kapernaum. Sebelumnya Yesus mengatakan bahwa kehenak Bapa adalah supaya setiap orang yang melihat Anak beroleh hidup yang kekal. Pada hari ini Yesus semakin jelas mengungkapkan dirinya sebagai roti hidup yang telah turun dari surga. Di hadapan orang banyak, Yesus mengatakan: “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” (Yoh 6:44).  Perkataan Yesus ini mempertegas jalan hidup kita masih-masing di hadapan Allah Bapa yang menarik kita semua kepada Yesus Putera-Nya supaya percaya kepada-Nya dan memperoleh hidup abadi. Selain orang-orang percaya dan ditarik kepada Yesus, orang yang sama harus mendengar dan menerima pengajaran-Nya. Ada dua hal penting dalam perkataan Yesus ini: pertama, kemampuan kita supaya mengimani Yesus sebagai Roti hidup yang telah turun dari  surga. Kedua, Kita datang kepada Yesus karena ditarik oleh Bapa kepada Yesus. Apakah kita sungguh-sungguh mengimani Yesus sebagai Roti hidup yang mengenyangkan? Apakah kita sungguh percaya bahwa kita ditarik Bapa kepada Putera dalam Roh Kudus? 

Roti hidup yang direnungkan selama beberapa hari terakhir ini memiliki daya untuk mengubah hidup kita secara pribadi dan komunitas. Roti hidup bukanlah ‘sebuah’ tetapi ‘seorang’ yang rela wafat bagi kita semua karena kasih. Roti hidup memiliki daya untuk bagi Gereja untuk memperoleh keselamatan. Yesus dengan tegas mengatakan bahwa barangsiapa makan dari padanya, tidak akan mati lagi. Hanya hidup kekal yang ada padanya. Pada akhirnya Yesus terus terang mengatakan: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia."  (Yoh 6:51). Apakah semua orang yang mendengar bahwa Yesus adalah Roti hidup yang telah turun dari surga semakin mencintai-Nya? Ternyata di antara mereka ada yang sudah menjauh dari-Nya. Sense of belonging semakin menipis dan nyaris orang tidak saling kenal, dan sulit untuk membangun persaudaraan sejati. Ini berarti Ekaristi belum berakar di dalam hati kita sebagai pengikut Kristus. 

Bagaimana mewujudkan semangat untuk mewartakan Yesus sang roti hidup? 

Lukas dalam Kisah Para Rasul mengisahkan tentang pertemuan bermakna antara rombongan sida-sida dari Etiopia dan Diakon Filipus. Ketika itu daerah Samaria merasakan terang berkat pewartaan Diakon Filipus. Pada suatu kesempatan Tuhan mengurtusnya untuk bersaksi di hadapan sida-sida dari Etiopia. Roh Kudus mengingatkan Diakon Filipus untuk mencari dan menemukan rombonan ini. Pada saat itu sida-sida sedang membaca Kitab nabi Yesaya. Inilah nas yang dibacakannya: “Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya. Dalam kehinaan-Nya berlangsunglah hukuman-Nya; siapakah yang akan menceriterakan asal-usul-Nya? Sebab nyawa-Nya diambil dari bumi.” (Kis 8:32-33). Sida-sida ini hanya bisa membaca nas ini tetapi tidak mengerti. Tuhan menggunakan Diakon Filipus untuk membuka hati dan pikirannya supaya menerima karunia baru dalam Kristus. Ia membaca Kitab Suci dan menerangkan isi Kitab Suci kepada orang-orang yang menerima perwartaannya. Sida-sida itu bersedia untuk dibaptis dan Filipus membaptisnya. Selanjutnya, Filipus melakukan perjalanan misionernya ke Asdod di pinggir Laut Tengah sampai di daerah Kaisarea.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengingatkan kita untuk menerima Yesus sebagai satu-satunya Roti Hidup yang membuat kita memperoleh hidup abadi. Dampak dari Roti hidup bagi hidup peribadi kita adalah menjadi utusan untuk mewartakan Yesus sebagai Ekaristi hidup. Setiap kali merayakan Ekaristi kita mendengar perutusan untuk mengubah dunia, mengubah setiap pribadi dengan hidup kita yang Ekaristis. Yesus Roti Hidup, kuatkanlah kami semua. 

PJ-SDB

Wednesday, April 29, 2020

Homili 29 April 2020

Hari Rabu Pekan III Paskah
Peringatan Wajib St. Katarina dr Siena
Kis. 8:1b-8
Mzm. 66:1-3a,4-5,6-7a
Yoh. 6:35-40

Buah dari iman kepada Yesus

Pada hari ini kita semua mengenang St. Katarina dari Siena. Saya sendiri berusaha untuk membaca ulang sepotong tulisannya ‘Dialog tentang Penyelenggaraan Ilahi’ di dalam buku Brevir. Saya menemukan kata-kata yang menggambarkan bagaimana ia berusaha merasakan dan melihat Tuhan dalam hidup rohaninya. Ada kalimat yang sangat inspiratif bagi saya: “Engkau bagaikan misteri yang dalam sedalam lautan; semakin aku mencari, semakin aku menemukan, dan semakin aku menemukan, semakin aku mencari Engkau. Tetapi, aku tidak akan pernah merasa puas; apa yang aku terima menjadikanku semakin merindukannya. Apabila Engkau mengisi jiwaku, rasa laparku semakin bertambah, menjadikanku semakin kelaparan akan terang-Mu.” Masih banyak hal rohani yang sangat bermakna di dalam tulisan ini. Saya mengingat sebuah episode di dalam hidupnya, di mana ia bertanya kepada Yesus, “Di manakah Engkau, Tuhan, ketika aku mengalami cobaan yang begitu mengerikan?” Yesus menjawab, “Puteri-Ku, Aku ada dalam hatimu. Aku membuatmu menang dengan rahmat-Ku.” Katarina jujur, transparan dalam mengasihi Yesus. Dalam masa Paskah ini kita patut meniru teladan para kudus seperti santa Katarina dari Siena ini. Hidupnya yang hanya 33 tahun saja, tetapi ia benar-benar berfokus pada Tuhan yang lebih dahulu mengasihinya. 

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan diskursus Yesus tentang Roti Hidup di dalam rumah ibadat di Kapernaum. Sebelumnya Yesus meminta orang-orang di dalam rumah ibadat supaya percaya kepada-Nya sebagai Roti Hidup. Ia mengatakan kepada mereka bahwa barang siapa yang datang kepada-Nya ia tidak akan lapar lagi, barangsiapa percaya kepada-Nya tidak akan haus lagi. Dua kata penting yang langsung berhubungan dengan hidup kita sebagai pengikut-Nya. Pertama, kita sungguh-sungguh Kristen kalau kita datang kepada Yesus dan tinggal bersama-Nya. Kita tinggal bersama-Nya dan Dia akan mengenyangkan kita secara rohani. Pikiran kita tertuju kepada Ekaristi sebagai kesempatan untuk dikenyangkan Yesus oleh tubuh dan darah-Nya. Kita percaya kepada-Nya maka di dalam hidup kita akan mengalir aliran-aliran air hidup. Roh Kudus-Nya akan tercurah dan membaharui hidup kita. Setiap kehausan akan hilang dan lenyap. 

Masalahnya adalah ketidakpercayaan manusia kepada Tuhan Yesus. Pada saat itu orang boleh melihat secara langsung Tuhan Yesus, menyaksikan tanda-tanda tetapi mereka tidak percaya kepada-Nya. Tepatlah perkataan ini: “Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.” (Mat 13:14-15). Ketika seorang keras hati maka dia tidak mampu melihat dan mendengar dan dengan demikian tidak mampu mengasihi. Banyak di antara kita memiliki perilaku seperti ini.

Tuhan Yesus tetap berusaha untuk mengalihkan focus mereka kepada-Nya. Sebab itu Ia mengatakan bahwa semua orang yang diberikan Bapa kepada-Nya akan datang kepada-Nya, dan barang siapa datang kepada-Nya tidak akan dibuang oleh-Nya. Ia datang untuk melakukan kehendak Bapa yakni membangkitkan mereka yang datang kepada-Nya pada akhir zaman. Hidup kekal adalah jaminan bagi mereka yang melihat, percaya dan mengasihi-Nya. Tantangan bagi kita adalah kita memang sudah dibaptis namun kemampuan kita untuk rendah hati dan berpasrah kepada Tuhan belumlah cukup. Berbagai mukjizat kehidupan kita alami namun hati kita tertutup kepada Tuhan. Perkataan Yesus ini membukakan hati dan budi kita untuk terbuka dan merasakan kehidupan kekal yang dijanjikan Tuhan. Dengan melihat Yesus kita dapat memperoleh hidup abadi.

Apa yang harus kita lakukan?

Banyak kali kita mengalami hidup yang keras. Komunitas Gereja perdana sempat mengalami masa keemasan di mana mereka sehati dan sejiwa. Cinta kasih dan keberpihakan menjadi bentuk kesaksian bahwa mereka orang Kristen. Tetapi penderitaan tidak dapat dihindari. Stefanus, seorang diakon yang saleh, penuh dengan Roh Kudus menjadi martir pertama. Ini menjadi awal penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Gereja perdana porak poranda dan mereka harus tersebar ke Yudea dan Samaria. Sosok yang mau menghancurkan jemaat adalah Saulus. Namun Tuhan punya rencana yang berbeda. Jemaat yang tersebar di mana-mana tetap teguh mewartakan Injil. Ini yang tidak sempat di sadari Saulus bahwa biji gandum itu jatuh ke tanah akan hidup. Atau Tertulianus yang mengatakan bahwa darah para martir adalah benih bagi iman kristiani. 

Diakon Filipus adalah sosok inspiratif yang mewartakan Injil di Samaria. Banyak orang percaya dan menerima pemberitaan diakon ini. Apa yang dilakukannya? Banyak orang yang kerasukan roh jahat menjadi sembuh, orang-orang lumpuh dan orang timpang juga disembuhkan dalam nama Yesus. Peristiwa-peristiwa ini menambah sukacita di dalam nama Yesus yang bangkit dan diwartakan Gereja perdana.

Pada saat ini situasi kita mirip Gereja perdana. Di banyak tempat ada banyak Saulus baru yang masih menganiya jemaat. Pikirkan radikalisme agama-agama, larangan membangun rumah ibadah, larangan beribadah. Ini ada karena masih ada Saulus masa kini. Di masa covid-19 banyak di antara kita juga merasakan krisis iman yang luar biasa. Ada yang bertanya-tanya apakah Tuhan mengijinkan semua ini bagi anak-anak-Nya? Saya kembali ke jawaban Yesus kepada St. Katarina dari Siena: “Puteri-Ku, Aku ada dalam hatimu. Aku membuatmu menang dengan rahmat-Ku.” Yesus akan tetap mengasihi kita dengan memberi tubuh-Nya yang kudus sebagai Roti Hidup sekarang dan selamana. Maka kita percaya kepada-Nya. Semakin percaya kita akan mengasihi-Nya sebagaimana Ia mengasihi kita sampai tuntas.

PJ-SDB

Tuesday, April 28, 2020

Homili 28 April 2020

Hari Selasa, Pekan Paskah III
Kis. 7:51 - 8:1a
Mzm. 31:3cd-4,6ab,7b,8a,17,21ab
Yoh. 6:30-35

Akrab dengan sang Roti Hidup

Saya selalu mengingat sebuah himne yang ditulis santu Thomas Aquinas dengan judul “Adoro Te”. Saya mengutip beberapa ayat untuk kita renungkan bersama: “Allah yang tersamar, Dikau kusembah, sungguh tersembunyi, roti wujudnya. S’luruh hati hamba tunduk berserah, ‘Ku memandang Dikau, hampa lainnya. Pandang, raba, rasa, tidaklah benar, ‘ku percaya hanya yang t’lah kudengar. S’luruh sabda dari Putera Allah, sungguh tak bertara kebenarannya. Di salib tersamar keallahan-Mu, di sini tersamar keinsanan-Mu. Aku mengimani dua-duanya. Yang penyamun minta, ‘ku memintanya.” Himne ini selalu kita nyanyikan pada saat adorasi suci sakramen Mahakudus. Pada saat Ekaristi atau saat mengikuti adorasi suci, kita tidak memandang hosti tetapi kita memandang Allah yang tersamar dan menyembah-Nya. Di hadirat Tuhan ini kita menyembah, tunduk berserah kepada-Nya. Ketika kita memandang salib, kita memandang keallahan-Nya dan dalam sakramen Mahakudus tersamar keinsanan-Nya. Saat berekaristi, kita berjumpa dengan Allah yang tersamar dalam diri Yesus Ekaristis. Sebab itu rasa syukur yang mendalam harus tetap kita tanamkan dalam-dalam di hati kita.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kisah Yesus dalam Injil Yohanes tentang pengajaran Roti Hidup di dalam rumah ibadat di Kapernaum. Orang banyak mencari, menemukan dan mengkuti Yesus dengan banyak motivasi yang berbeda-beda. Yesus sebelumnya mengingatkan banyak di antara mereka yang ingin mengikuti Yesus karena mau makan dan minum gratis. Maka Yesus mengatakan: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (Yoh 6:27). Selanjutnya, orang-orang meminta Yesus untuk menunjukan sebuah tanda yang dapat meyakinkan mereka semua. Mereka juga mempertanyakan pekerjaan apa yang sudah sedang dilakukan Yesus supaya lebih meyakinkan mereka. Mengapa mereka berperilaku demikian? Sebab mereka mendasarkan diri pada pengalaman masa lalu di mana nenek moyang mereka telah makan mana di padang gurun. Bagi mereka ini adalah makanan yang berasal dari surga.

Tuhan Yesus menggunakan kesempatan untuk mengajar mereka tentang diri-Nya sebagai Roti hidup yang turun dari surga. Ia mengatakan kepada mereka bahwa mana yang di padang gurun itu bukan diberikan Musa melainkan diberikan oleh Bapa surgawi. Dialah yang memberi roti yang benar sebab roti itu turun dari surga dan memberi hidup kepada dunia. Sebenarnya dengan mengatakan roti yang diberikan Allah itu turun dari surga, mereka bisa mengerti bahwa roti yang dimaksud itu bukan roti sebagaimana adanya melainkan seorang yang telah turun dari surga. Yesus tidak mengatakan roti yang jatuh dari surga tetapi turun dari surga, bukan juga diturunkan dari surga. Perkataan Yesus ini menggoda orang-orang di dalam sinagoga sehingga mereka langsung memintanya. Yesus dengan tegas mengatakan: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35).

Pengajaran yang diberikan Yesus ini masih sangat actual bagi kita semua. Kita mengakui diri dengan bangga sebagai pengikut Kristus, orang katolik, namun apakah kita memang sungguh-sungguh katolik sesuai pikiran dan harapan Yesus Kristus. Banyak kali kita justru seperti orang-orang zaman Yesus yang meminta tanda, atau pura-pura tidak mengenal Yesus. Kita mungkin lebih enak dengan hidup lama dana susah untuk membuka diri bagi hal-hal baru yang merupakan rencana Tuhan sendiri. Orang-orang di dalam Sinagoga menunjukkan sikap ini di hadapan Yesus. Mereka masih menyukai hidup lama sehingga di depan Yesus sekalipun mereka tetap mengingat hidup lama. Sikap hidup seperti ini menunjukkan ‘kita pakai bangetz’. Seharusnya kita berusaha untuk mengerti rencana dan kehendak Yesus di dalam hidup kita. Dia adalah roti hidup, makanan rohani yang selalu kita kenang di dalam Ekaristi.

Sangatah sulit Gereja masa kini untuk menghayati Ekaristi dengan baik. Ekaristi adalah syukur dari pihak kita kepada Tuhan Yesus sebab Ia mengurbankan hidup-Nya untuk penebusan berlimpah kita. Hanya saja usaha untuk menghayati ekaristi semakin jauh dan suram. Pikirkanlah saat-saat kita berada di dalam Gereja untuk beribadah. Banyak orang yang senang bermain HP, gadget, ngobrol, berpikiran negatif dan kotor terhadap orang lain di depan “Allah yang tersamar”. Hal-hal seperti ini membuat Ekaristi kita menjadi tidak bermakna karena kita tidak memiliki hati yang bersyukur.

Apa yang harus kita lakukan?

Kita memiliki sosok inspiratif hari ini yakni santu Stefanus. Santu Stefanus adalah salah seorang Diakonos dari ketujuh diakon terpilih di Yerusalem saat itu. Ketika itu Simon Petrus dan teman-temannya berniat untuk mengingatkan komunitas untuk memprioritaskan pelayanan Sabda sesuai kehendak Tuhan Yesus. Sebab itu Simon Petrus meminta mereka untuk memilih tujuh orang yang penuh dengan Roh Kudus supaya mengambil alih tugas melayani komunitas, terutama orang-orang miskin, sedangkan para rasul lebih fokus kepada pelayanan kepada Sabda Tuhan. Stefanus adalah salah seorang diakon terpilih yang menjadi martir pertama di dalam komunitas karena memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus.

Stefanus wafat sebagai martir pertama karena bersaksi tentang Yesus sang Roti Hidup. Dia penuh dengan Roh Kudus dan melihat kemuliaan Allah, Tuhan Yesus yang berdiri di sebelah kanan Allah. Orang-orang melempari Stefanus sampai wafat. Ada tiga hal yang ditunjukkan Stefanus dalam kemartirannya: Pertama, Stefanus wafat sebagai martir cinta kasih. Ia mampu mengasihi Tuhan, mengasihi komunitas bahkan mengasihi musuh-musuh yang melemparinya dengan batu. Kedua, Stefanus bisa mengampuni. Ia dimusuhi, dilempari dengan batu tetapi ia tetap mau mengampuni. Ia berkata: “Tuhan janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka.” Ketiga, Stefanus berdoa. Dalam situasi yang sulit ini Stefanus masih berdoa. Ia berdoa: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku”.

Stefanus menginspirasikan kita supaya menjadi saksi tentang Yesus sebagai Roti hidup dalam hal mengasihi, mengampuni dan mendoakan bahkan musuh sekalipun. Pikirkanlah ketika kita berada dalam situasi yang sulit, apakah kita masih sempat mengasihi, mengampuni dan berdoa? Mudah sekali kita berpikir tentang mengasihi, mengampuni dan mendoakan atau berdoa tetapi sangatlah sulit untuk melakukannya. Kita butuh Yesus untuk mengubah hidup kita. Hanya Yesus saja yang dapat melakukan semua ini di dalam hidup kita.

PJ-SDB

Monday, April 27, 2020

Homili 27 April 2020

Hari Senin, Pekan III Paskah
Kis. 6:8-15
Mzm. 119:23-24,26-27,29-30
Yoh. 6:22-29

Percayalah kepada Yesus

Covid-19 ini benar-benar mengubah perilaku manusia. Banyak orang mulai merasa perlu mencuci tangan dan menggunakan handsantizer. Mereka membiasakan diri menggunakan masker, bahkan masker menjadi business baru di kalangan tertentu. Secara rohani banyak orang merindukan Ekaristi, retreat, rekoleksi, ziarek. Namun ada satu yang benar-benar mengubah hidup manusia adalah kebiasaan berdoa dan berharap pada pertolongan Tuhan. Ada orang tidak terbiasa berdoa rosario, mendadak jadi pencinta rosario dan mengajak orang lain berdoa bersama. Masih banyak contoh-contoh konkret yang ada dalam masyarakat dan lingkungan kita. Tentu saja ini bukan hanya orang-orang dalam, tetangga sebelah pun demikian. Ketika ada pandemi ini, orang-orang yang biasanya agamis berubah dan kita hanya melihat kaum anawim atau orang-orang sederhana yang tak pernah ada nama menjadi ada nama karena kebaikan.

Saya barusan mendengar dua sahabat yang berbincang-bincang tentang situasi terakhir dalam kaitannya dengan covid-19. Seorang sahabat selalu update tentang data para pasien. Ia mengatakan data aktual 8.882, bertambah 275 dari sehari sebelumnya. Dia mengatakan lagi bahwa kemungkinan covid-19 akan menurun di Indonesia pada akhir Mei dan Juni mendatang. Sahabat yang lain hanya mengangguk-angguk dan berkata: “Berharaplah dan percayalah kepada Yesus.” Suasana hening sejenak, dan ia melanjutkan: “Saya sudah membuktikannya.” Saya senang mendengar percakapan kedua orang sahabat ini. Di satu pihak mereka butuh kehadiran Tuhan yang melindungi dan menyelamatkan. Karakter mereka penuh dengan kasih dan kebaikan, saling mendukung dan berharap kepada Tuhan. Kita memiliki aneka kesulitan dalam hidup. Kadang tidak terhitung banyaknya. Namun kalau kita tetap berharap dan percaya kepada Tuhan maka kita sungguh menjadi lebih dari pemenang.

Pada hari ini kita mendengar kisah Yesus di dalam Injil Yohanes. Setelah Ia memperbanyak roti dan ikan di Tabgha, banyak orang beramai-ramai mencari Yesus. Ia memang sudah tidak berada di Tabgha tetapi sudah kembali ke Kapernaum. Ia sudah mengetahui motivasi mereka untuk mencari dan menemukan-Nya. Sebab itu ketika mereka menemukan-Nya, Ia memberi nasihat yang sangat berharga kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya." (Yoh 6:26-27).

Perkataan Yesus ini memancing mereka untuk berpikir lebih dalam lagi makna perjumpaan dengan Yesus. Sebab itu mereka berani bertanya: “Apa yang harus kami lakukan supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” Yesus memandang mereka dan berkata: "Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah." (Yoh 6:29). Perkataan Yesus ini semakin memancing mereka untuk berpikir tentang siapakah Yesus itu sebenarnya. Dia tentu bukan hanya seorang pembuat mukjizat tetapi mungkin lebih dari itu sehingga mereka diajak untuk percaya kepada-Nya sebagai utusan Allah.

Kisah orang-orang yang beramai-ramai mengikuti Yesus adalah kisah anda dan saya. Kita juga banyak kali ‘beramai-ramai’ atau ‘berbondong-bondong’ mengikuti Yesus tanpa memiliki sebuah motivasi yang jelas. Orang-orang zaman Yesus beramai-ramai mengikuti Yesus supaya makan dan minum gratis. Padahal Yesus sendiri sudah mengatakan bahwa manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah. Banyak orang ramai-ramai dekat dengan Gereja karena motivasi-motivasi yang keliru: ada yang mau berbisnis di gereja, dan kadang di luar pikiran normal sebagai manusia. Pikirkan sepasang suami dan istri yang diberkati di Gereja. Biaya yang paling berat adalah membayar tukang bunga dan koor sedangkan stipendium pastor itu sama dengan tip buat misdinar dan koster. Seandainya tidak ada pastor yang memberkati maka tidak ada sakramen pernikahan bagi pasangan itu. Banyak orang berkelahi di Gereja, seperti berebut lahan basa, dan ujung-ujungnya adalah saling memfitnah dan pindah ke paroki yang lain. Ada yang dekat dengan Gereja supaya bisa pinjam uang dari sesama umat. Masih banyak sisi-sisi gelap yang tidak disebutkan di sini. Ini adalah hal-hal yang memalukan dalam hidup menggereja dan harus bisa berubah kalau kita mengerti perkataan Yesus dalam Injil hari ini. Apa motivasi anda mencari Yesus sebagai orang katolik? 

Apakah kita sungguh percaya kepada Yesus?

Tuhan Yesus mengingatkan kita supaya percaya kepada-Nya sebagai utusan Allah. Ini butuh kemartiran atau kesaksian hidup. St. Stefanus adalah sosok yang menginspirasi kita. Ia penuh dengan Roh Kudus, berani memberi kesaksian tentang imannya kepada Yesus di hadapan para pemuka Agama Yahudi. Semua orang melihat wajah Stefanus seperti sedang melihat wajah seorang malaikat. Maka para pemimpin agama Yahudi ini bahkan tidak sanggup untuk melawan hikmat yang dimiliki Stefanus dan Roh yang mendorong dia berbicara. Stefanus berani menjadi martir karena dia percaya dan mengasihi Yesus.

Pada hari ini kita perlu membenahi diri kita supaya kiblat hidup kita sungguh terarah kepada Yesus. Mata kita tertuju kepada-Nya. Dia mengasihi kita apa adanya, dan kita membalas kasih-Nya dengan percaya sepenuh hati kepada-Nya. 

PJ-SDB

Sunday, April 26, 2020

Homili Hari Minggu Paskah ke-III/A - 2020

HARI MINGGU PASKAH III/A
Kis. 2:14,22-33
Mzm. 16:1-2a,5,7-8,9-10,11
1Ptr. 1:17-21
Luk. 24:13-35

Merenung Misericordias Domini

Kita mengawali perayaan Ekaristi di Hari Minggu Paskah ke-III/A atau yang dikenal dengan sebutan Hari Minggu Misericordias Domini atau Hari Minggu kasih setia Tuhan, dengan sebuah Antifon Pembuka yang inspiratif: “Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!” (Mzm 65:1-2). Masa Paskah sesungguhnya menjadi kesempatan bagi kita untuk semakin akrab dan bersahabat dengan Tuhan sebab kekal abadi kasih setia-Nya bagi kita. Saya mengingat Raja Daud yang pernah berdoa begini: “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” (Mzm 118:29). Kita bergembira, bersorak sorai dan bersyukur kepada Tuhan Allah sebab kasih setia-Nya abadi bagi kita. Kita memuliakan-Nya dengan lagu pujian karena Ia mengasihi kita tiada batasnya, dan Ia setia selamanya meskipun kita ini orang berdosa yang tidak setia. Kasih setia Tuhan mengalahkan segala yang jahat.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Minggu ini turut membuka wawasan kita untuk mengenal Allah yang kasih setia-Nya melingkupi kita semua. St. Petrus menunjukkan kualitas kasih setia Tuhan kepada orang-orang di Yerusalem pada hari Raya Pentekosta. Keytika itu, ia berbicara dengan suara nyaring tentang Yesus dari Nazaret. Dia telah ditentukan Allah dan dinyatakan kepada bangsa Yahudi dengan kekuatan, mukjizat,  dan tanda-tanda yang dilakukan Allah dengan pengantaraan-Nya. Namun Yesus sendiri telah disalibkan dan dibunuh oleh kaum durhaka. Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Petrus melanjutkan kesaksiannya dengan mengatakan bahwa Allah sendiri telah membangkitkan-Nya dari antara orang mati. Tentang kebangkitan Yesus ini, Petrus mengakui bahwa dirinya bersama teman-temannya adalah saksi mata. Di sini, sebenarnya Petrus hendak menekankan bahwa kualitas kasih setia Tuhan Yesus ada dalam kerendahan hati-Nya dan kerelaan-Nya untuk menderita, bahkan menyerahkan nyawa untuk keselamatan dunia. Ini merupakan kasih setia yang benar.  

Perkataan Petrus dalam Kisah Para Rasul ini diperkuat lagi dalam pengajaran di komunitasnya. Petrus mengatakan bahwa Allah adalah Bapa yang menghakimi semua orang menurut perbuatannya, tanpa memandang muka. Dia hakim yang adil bagi manusia. Selama hidup di dunia ini manusia butuh ketakwaan kepada Tuhan. Untuk itu Petrus mengingatkan komunitasnya begini: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1Ptr 1:18-19). Sekali lagi, kasih setia Tuhan ditandai dengan semangat pengorbanan diri hingga kematian Yesus sendiri di kayu salib. Hanya melalui Yesus Kristus, kita percaya kepada Allah yang telah membangkitkan-Nya dari antara orang mati, dan yang telah memuliakan-Nya sehingga iman  dan pengharapan kita tertuju kepada Allah.

Sosok Petrus dalam kedua bacaan ini mendorong kita untuk bertumbuh  sebagai pribadi yang tahan banting, rela berkorban dalam segala situasi demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa. Mengapa? Karena Tuhan Yesus sendiri melakukannya dengan menumpahkan darah-Nya yang mulia dan mahal. Namun karena cintanya akan manusia yang berdosa maka Dia melakukannya dengan setia sampai tuntas. Kasih setia itu sebuah pengorbanana yang berujung kematian. Tuhan Yesus adalah teladan hidup kita. 

Bagaimana cara Yesus menunjukkan kasih setia Tuhan kepada manusia? 

Tuhan Yesus selalu siap untuk mendampingi orang-orang yang sedang remuk redam, menderita, kehilangan harapan seperti Kleofas dan temannya yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Tuhan Yesus berjalan bersama, sekaligus mendampingi mereka melalui Sabda dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, seperti Torah dan Kitab Para Nabi. Dia berbicara dengan kasih sehingga membuat Klepoas dan temannya yang tadi masih dalam kebingungan kini menjadi seperti mengalami terang benderang. Hati mereka bahkan berkobar-kobar ketika mendengar perkataan Tuhan Yesus selama perjalanan bersama. Kasih setia Tuhan ditandai dengan semangat untuk mendampingi dan menerangkan isi Kitab Suci kepada mereka. Harus diingat bahwa Emaus itu di pegunungan maka mereka harus melewati bukit dan lembah sambil mendengar isi Kitab Suci tentang Mesias.

Di samping isi Kitab Suci yang dijelaskan sendiri oleh Yesus, Ia juga diundang untuk masuk ke dalam rumah tinggal mereka di Emaus sebab hari sudah malam. Ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk berekaristi bersama mereka. Pada saat itu Yesus mengambil roti, memberkatinya dan memberikannya kepada Kleofas dan temannya. Ini menjadi momen yang sangat berharga. Di katakan bahwa momennya sangat berharga sebab saat itu mata mereka terbuka dan mengenal Yesus. Ia menghilang dari mata manusiawi mereka. Mereka segera kembali ke Yerusalem dan mewartakan kebangkitan Kristus di tengah saudara-saudara mereka.

Kisah Injil ini menggambarkan hidup anda dan saya. Masing-masing kita memiliki masalah-masalah kehidupan, beban-beban, sakit dan penyakit. Covid-19 adalah salah satu beban hidup kita saat ini. Nah, disaat seperti ini kita harus jujur dan mengatakan kepada Tuhan bahwa kita butuh pendampingan-Nya. Kita butuh sabda-Nya untuk menghidupkan dan menguatkan, kita juga membutuhkan Ekaristi untuk mengubah hidup kita secara radikal. Kita butuh Ekaristi untuk lebih mengenal lagi Tuhan Yesus yang hadir, tersamar dalam Ekaristi kudus. 

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip lagu dari St. Thomas Aquinas yakni Adoro te devote: “Allah yang tersamar, Dikau kusembah, sungguh tersembunyi, roti wujudnya. S’luruh hati hamba tunduk berserah, ‘Ku memandang Dikau, hampa lainnya. Pandang, raba, rasa, tidaklah benar, ‘ku percaya hanya yang t’lah kudengar. S’luruh sabda dari Putera Allah, sungguh tak bertara kebenarannya.” Kita bersyukur kepada Tuhan atas kasih setia-Nya kepada kita. Kita mengulangi perkataan dalam Mazmur ini: “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” (Mzm 136:1). Tuhan itu setia selamanya bagi kita. Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih setia kepada Tuhan? Apakah kita setia dalam panggilan hidup kita?

PJ-SDB

Saturday, April 25, 2020

Homili 25 April 2020 - St. Markus


Pesta Santu Markus, Penginjil
1Ptr. 5:5b-14
Mzm. 89:2-3,6-7,16-17
Mrk. 16:15-20

Tuhan turut bekerja

Pada hari ini kita merayakan Pesta St. Markus, Penginjil. Siapakah beliau dan apa peranannya bagi Gereja Katolik? Markus sering disapa Yohanes Markus. Ia adalah keponakan Barnabas. Ia ditobatkan dan dipermandikan oleh Petrus sehingga menjadi activis Gereja perdana. Ibunya juga aktif sehingga kadang-kadang rumahnya dipakai untuk keperluan komunitas Gereja perdana. Selanjutnya, Markus menemani Paulus dan Barnabas dalam beberapa perjalanan misioner. Perjalanan misioner pertama adalah ke Antiokia (Kis 12:25), kemudian ke Siprus (Kis 13:4-5). Karena beberapa alasan, Markus kembali ke Yerusalem (Kis 13:13). Ketika hendak melakukan perjalanan kedua, Barnabas mendesak Paulus agar Markus pun ikut serta, namun Paulus menolak saran Barnabas sehingga terjadilah perpecahan di antara keduanya. Paulus selanjutnya pergi ke Asia kecil ditemani oleh Silas sedangkan Barnabas bersama Markus pergi ke Siprus (Kis 15:36-41). Paulus sempat memohon kepada Timotius (2Tim 4:11) agar Markus mengunjunginya di penjara. Di sini dapatlah kita pahami bahwa Paulus sangat membutuhkan Markus.

Dalam suratnya yang pertama, Petrus mengirimkan salam dari Roma, dari "anakku, Markus" (1Ptr 5:13). Hal ini diperkuat oleh tradisi purba dan Injil Markus yang memberikan kepastian bahwa Markus juga merupakan rekan Petrus. Benar, Markus menjadi pembantu Petrus di Roma. Ia menjadi juru bicara Petrus. Tentang hal ini dikatakan bahwa Markus dengan teliti mencatat segala sesuatu yang diingatnya tentang ucapan-ucapan Petrus kepada orang banyak. Ia lalu dikenal sebagai penulis Injil yang tertua, dan singkat. Kemungkinan ia menulisnya di Roma sebelum tahun 60. Dia menulis Injilnya dalam bahasa Yunani yang diperuntukan bagi orang-orang Kristen non-Yahudi. Ada tradisi yang mengatakan bahwa Santo Markus diminta oleh orang-orang Romawi untuk menuliskan ajaran-ajaran Santo Petrus. Ia menulis Injilnya dengan melukiskan hidup Yesus melalui pandang mata Santo Petrus, sang pemimpin para rasul.

Selain sebagai penulis Injil, Markus dikenang sebagai pendiri Gereja di Alexandria, Mesir. Ia sempat menjadi uskup dan nantinya menjadi martir di jalanan kota tersebut. Jenazahnya kemudian dibawa ke Venesia dan relikiunya disimpan di Basilika Santo Markus. Penginjil Markus dilambangkan dengan seekor singa yang bersayap. Lambang ini dikaitkan dengan Santo Yohanes Pembaptis sebagai suara yang berseru-seru di padang gurun, sebagaimana ditulisnya pada awal Injil karangannya. Perkataan Yohanes Pembaptis berkaitan dengan nubuat nabi Yesaya yang dikutipnya pada awal Injilnya, “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: `Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.’” Nah, “Suara orang yang berseru-seru di padang gurun” mengingatkan kita pada auman singa, dan roh nubuat yang turun ke bumi mengingatkan orang akan “pesan bersayap.” Singa juga melambangkan jabatan rajawi, suatu simbol yang tepat bagi Putra Allah.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini berisi motivasi Tuhan bagi Gereja supaya menyadari dirinya sebagai Gereja misioner sebagaimana pernah dijalani oleh Markus. Sebuah Gereja misioner itu tidak berjalan sendiri, tetapi berjalan bersama Tuhan. Artinya Tuhan turut bekerja dalam Gereja untuk mewujudnyatakan misi Tuhan sendiri. Dikisahkan dalam bacaan Injil bahwa Tuhan Yesus yang bangkit mulia menampakkan diri-Nya kepada kesebelas murid dan memberi komando kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk 16:15). Komando ini sifatnya imperatif kategoris bagi para murid-Nya. Sama seperti Yesus yang berkeliling dan berbuat baik, demikian oernah dialami sendiri oleh Markus sebagai rekan Paulus dan Barnabas, kini Gereja yang menampakkan wajah para rasul sebagai dasar Gereja bertugas untuk pergi, keluar dari dirinya sendiri, dari tembok dan pintu yang tertutup untuk mewartakan Injil. Injil yang mereka terima dari Yesus harus diwartakan kepada segala makhluk sehingga ada sukacita di dalam hidup mereka.

Proses yang harus dilewati untuk mencapai buah-buah pewartaan Injil adalah: Pertama, supaya setiap orang yang percaya dan dibaptis dapat memperoleh keselamatan sedangkan yang tidak percaya akan dihukum. Kedua, tanda-tanda penting orang percaya adalah mereka mengusir setan alam nama Yesus, berbicara dengan bahasa-bahasa baru, memegang ular, tidak celaka Ketika meminum racun, memberkati dan menyembuhkan orang sakit. Semua hal ini dikatakan Yesus sebelum Ia naik ke surga, dan semua yang dikatakan Yesus dilakukan oleh para murid-Nya sampai tuntas. Gereja sampai saat ini menjalani tugas misioner yang sama untuk mewartakan Injil. Mengapa Gereja tetap kuat dan berhasil dalam misinya? Markus memberi alasan: “Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya.” Para rasul tidak sendirian, Tuhan tetap menyertai mereka hingga akhir zaman.

Apa yang harus kita lakukan dalam mewartakan Injil?

Pertama, merasakan penyertaan Tuhan. Kita adalah Gereja misionaris. Kita tidak melakukan tugas kita saja, tetapi tugas yang kita jalani adalah pekerjaan Tuhan di dalam Gereja. Sebab itu kita harus mengandalkan Tuhan bukan mengandalkan diri kita. Dengan demikian nama Tuhan juga dimuliakan bukan nama kita. Tantangan kehidupan misioner adalah popularitas diri sang misionaris sedangkan Tuhan dikesampingkan. Kita misionaris, pekerja sedang yang empunya karya misioner adalah Tuhan.

Kedua, kerendahan hati dalam mewartakan Injil. St. Petrus menasihati: “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.”(1Ptr 5:6) Misionaris yang sombong dalam mewartakan Injil memetik kegagalan. Misionaris dikenal bukan karena kesombongannya tetapi kerendahan hati dalam melayani.

Ketiga, Berpasrah pada kehendak Tuhan. St. Petrus menasihati: “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1Ptr 5:7). Ada banyak misionaris yang gagal karena terlalu kuatir akan tanah misi dan kesulitannya. Mereka lupa bahwa Tuhan ‘memelihara’ mereka.

Keempat, Melawan iblis. Seorang misionaris akan mengalami godaan-godaan iblis kapan dan di mana saja. Di saat seperti ini perlu melawan iblis dengan iman, bukan takluk pada iblis (1Ptr 5:8-9). Mengapa melawan iblis dengan iman? Petrus mengatakan: “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.” (1Ptr 5:10-11).

Dari Markus kita belajar tentang kehadiran Tuhan yang turut bekerja dalam hidup dan karya kita. Mari kita memohon supaya Tuhan menyertai kita dalam tugas dan karya kita. Di saat yang sulit untuk berhadapan dengan covid-19, kita mengandalkan Tuhan supaya dapat menolong sesama yang lain. Salam dari Markus dan ciuman kudus (1Ptr 5: 13-14).

PJ-SDB

Friday, April 24, 2020

Food For Thought: Dari Gamaliel saya merasa bersyukur

Dari Gamaliel saya bersyukur

Saya tetap mengingat sosok Gamaliel. Beliau dikenal dengan nama lengkap Rabban Gamaliel I, dalam bahasa Ibrani: רבן גמליאל הזקן; Beliau adalah seorang Guru atau Rabi Yahudi sangat terkemuka dan sangat disegani di antara tiga partai Yahudi, yaitu Farisi, Saduki, dan Eseni. Gamaliel ini terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada sesama pejabat agama Yahudi. Ketika itu para murid mulai ditangkap dan dilarang untuk mewartakan nama Yesus Kristus dan Injil-Nya. Namun Gamaliel tampil dan memberi nasihat supaya lebih baik berfokus pada Allah bukan kepada sosok manusia. Inilah nasihat bijak Gamaliel: “Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah." (Kis 5:38-39). Para rasul merasakan sebuah kemenangan sehingga mereka semakin kuat dalam berbagi hidup dengan Tuhan Yesus dan Injil-Nya dan dengan sesama manusia.

Saya bersyukur kepada Gamaliel karena saat ini dia juga mengingatkan saya tentang panggilan hidupku sebagai seorang imam, dan berbagi hidup dengan umat, terutama dengan kaum muda yang miskin dan terlantar. Kalau panggilan imamat saya berasal dari manusia saja maka anda tidak akan memanggil saya Romo John Laba, SDB tetapi Pak John Laba. Tetapi sepanjang perjalanan panggilan imamat saya hingga tahun ke-19 ini, saya merasakan kasih dan kemurahan Tuhan yang luar biasa sehingga saya berani bersaksi bahwa panggilan imamatku berasal dari Tuhan sendiri. Tidak ada perasaan terpaksa dari diriku, keluarga dan siapa saja supaya saya menjadi imam. Semua berasal dari Tuhan dan akan kembali ke dalam tangan Tuhan.

Tuhan Yesus pernah berkata: “Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Mat 9:38). Saya merasa bangga karena saya adalah milik Dia yang empunya tuaian. Maka Dialah yang mengirim saya untuk bekerja bagi-Nya. Saya bangga karena dapat menjadi pribadi yang ‘limited edition’, yang membaktikan diri dan berbagi hidup bagi Tuhan dan sesama. Panggilanku berasal dari Tuhan bukan dari manusia atau saya sendiri. Saya bersyukur kepada Tuhan yang memanggil, dan sesama yang mendukung. Anda juga seorang yang selalu mendukungku dalam menapaki panggilan ini. 

Dari Gamaliel saya belajar untuk bersyukur dan mengandalkan Tuhan dalam waktu hidupku. Saya belajar untuk berbagi hidupku dengan Tuhan dan sesama. 

PJ-SDB

Homili 24 April 2020

Hari Jumat, Pekan II Paskah
Kis. 5:34-42
Mzm. 27:1,4,13-14
Yoh. 6:1-15

Mari Berbagi Hidup

Seorang sahabat menulis kepada saya informasi tentang sebuah kegiatan sosial di masa covid-19 dengan nama MBH. Saya bertanya kepadanya apa kepanjangan dari MBH ini. Dia menjawabku, “Romo, MBH itu kepanjangannya Mari Berbagi Hidup”. Saya tersenyum dan menunggu penjelasannya lebih lanjut. Ia mengatakan: “Untuk menunjukkan rasa empati dengan sesama yang masih mengalami kesulitan karena covid-19 ini, maka sangat dibutuhkan semangat dan jiwa sosial kita sebagai Gereja dan masyarakat luas. Kita membutuhkan sesama dan sesama juga membutuhkan kita.” Tentang hal seperti ini saya sepakat.  Saya sendiri merasa yakin bahwa meskipun dampak covid-19 ini sangat kuat dan luas namun sebagai makhluk sosial, kita tetap berusaha untuk menunjukkan kemanusiaan kita terutama terhadap mereka yang sedang menderita. Banyak yang dirumahkan selamanya tanpa dikasih pesangon, banyak yang mulai merasa beban ekonomi semakin berat. Semua ini akibat dari pandemi korona. Maka kampanye untuk melakukan social distancing, menggunakan masker, kebersihan diri dan mengusahakan daya tahan tubuh itu penting dan harus.

Pada hari ini kita mendengar kisah Tuhan Yesus menggandakan lima potong roti dan dua ekor ikan. Mikjizat ini terjadi ketika Tuhan Yesus menunjukkan belas kasih-Nya kepada orang-orang yang berbondong-bondong mengikuti-Nya di seberang danau Galilea. Tempat itu dikenal sekarang dengan nama Tabgha. Alasan mereka mengikuti Yesus adalah karena mereka melihat mukjizat penyembuhan terhadap orang-orang sakit yang dibuat oleh Yesus. Orang-orang banyak ini tentu merasa lapar dan haus. Tuhan Yesus menunjukkan kerahiman-Nya kepada mereka sehingga Ia meminta para murid-Nya untuk memberi mereka makan. Para murid sendiri secara manusiawi mengetahui apa yang mereka miliki dan lupa bahwa ada Tuhan yang akan memuaskan mereka semua. Mereka menghitung uang mereka hanya 200 dinar dan tidak cukup untuk belanja makanan dan minuman bagi banyak orang. Ada di antara mereka, seorang anak kecil yang mempunyai dua ekor ikan kecil dan lima roti jelai. 

Ini adalah kesempatan bagi Tuhan Yesus untuk menjelaskan bagaimana menaruh kerahiman atau perasaan empati kepada orang-orang yang sangat membutuhkan. Bagi Yesus sedikit yang kita miliki akan memuaskan banyak orang yang kelihatan. Maka Ia meminta para murid untuk memberi aba-aba supaya orang banyak itu duduk di atas rumput hijau. Tuhan Yesus berekaristi bersama mereka. Ia mengambil lima roti jelai dan dua ekor ikan lalu mengucapkan syukur kepada Bapa di Surga, dan mempersilakan para murid untuk membagikannya kepada orang-orang yang duduk di atas rumput hijau untuk makan. Mereka semua makan sampai kenyang bahkan masih ada sisa duabelas bakul penuh. Pada akhirnya orang-orang memuji Yesus dengan berkata: “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia." 

Kisah tentang mukjizat ini merupakan kisah kehidupan kita di hadirat Tuhan dan sesama. Banyak kali kita takut menjadi miskin sehingga sulit untuk berbagi. Kita merasa bahwa hanya sedikit yang kita miliki sehingga sebaiknya untuk kita saja yang memakainya, tetapi bagi Tuhan tidaklah demikian. Ia mengedukasi para murid untuk berani berbagi meskipun mereka memiliki sedikit di tangan. Tuhan Yesus membuktikannya dengan hanya ada dua ekor ikan dan lima roti jelai berhasil mengenyangkan lebih dari lima ribu orang, bahkan masih ada sisa. Ketika kita berbagi kita akan hidup dalam kelimpahan rahmat dan berkat Tuhan.

Tuhan Yesus tidak hanya mengajar tentang semangat berbagi, tetapi Dia juga menunjukkan diri-Nya dalam Ekaristi. Sama seperti Dia mengambil roti dan ikan, mengucap syukur dan membagikannya kepada para murid, demikian juga dalam Ekaristi kita memandang Yesus yang memecah-memecahkan diri-Nya, memberi diri-Nya dalam rupa roti dan anggur untuk keselamatan semua orang. Ekaristi adalah model berbagi hidup yang paling tepat. Yesuslah model yang paling tepat untuk berbagi. Kalau Tuhan Yesus berbagi hidup, mengapa kita begitu sulit untuk berbagi? Mengapa kita takut miskin, pelit dan serakah? Kita menjadi hebat bukan karena kita kaya raya dengan kelimpahan harta benda tetapi kita kaya raya dalam iman kepada Tuhan, sebab Tuhan adalah segalanya, melebih harta apapun. Dialah yang menciptakan segalanya.

Dalam bacaan pertama, kita melihat sosok para murid yang juga berani berbagi hidup dengan Yesus dan geraja perdana. Mereka siap untuk diperiksa okeh Mahkamah Agama Yahudi. Mereka bahkan siap menjadi martir karena kasih kepada Yesus. Mereka dianggap layak menderita penghinaan karena nama Yesus. Mereka malah semakin berani mewartakan Injil kepada banyak orang bahwa Yesus sungguh-sungguh Mesias. 

Bagai mana dengan kita? Pada hari ini kita belajar untuk berbagi hidup, mencakup bakat, kemampuan dan waktu. Semuanya itu demi kemuliaan nama Tuhan bukan kemuliaan kita sendiri. Hindarilah perasaan menjadi miskin karena Tuhan akan membuat kita menjadi kaya di hadirat-Nya. Mari kita belajar terus untuk berbagi hidup.

PJ-SDB

Thursday, April 23, 2020

Homili 23 April 2020


Hari Kamis,Pekan II Paskah
Kis. 5:27-33
Mzm. 34:2,9,17-18,19-20
Yoh. 3:31-36

Saat yang tepat untuk bersaksi

Ada seorang sahabat menulis kepada saya pagi ini tentang situasi terakhir covid-19 di Indonesia. Pandemi ini sudah menguasai seluruh Indonesia di mana pada tanggal 22 April 2020 sudah tercatat 7.418 kasus, di mana terdapat 5.870 yang dirawat, 635 meninggal dan 913 sembuh. Menurutnya, jumlahnya ini akan tetap meningkat kalau kebijakan pemerintah seperti social distancing, membersihkan diri misalnya dengan hand sanitizer, larangan untuk berkumpul dalam jumlah banyak dan kebijakan lainnya tidak ditaati oleh masyarakat. Saya mengangguk-angguk saat membaca pesan sahabat ini, sambil membayangkan wajah orang-orang yang saya temui setiap hari. Memang masih sulit sekali untuk mendengar kesaksian dan percaya kepada orang-orang yang sudah sembuh dari covid-19 dan taat kepada peraturan yang berguna untuk kebaikan bersama. Saya membayangkan bahwa dengan pandemi covid-19 yang nyata di depan mata, ditambah dengan kesaksian mereka yang sembuh dan yang meninggal dunia saja orang masih belum percaya dan taat, apalagi percaya dan taat kepada Tuhan. Ini namanya orang bertegar hati di hadapan Tuhan dan sesama.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menghadirkan sosok-sosok tertentu yang membantu kita untuk bersaksi, percaya dan taat. Sosok-sosok yang menginspirasi untuk bersaksi adalah Yohanes Pembaptis dan para rasul Yesus. Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa setelah pertemuan tertutup antara Nikodemus dan Yesus berakhir, Yesus bersama para murid-Nya berangkat ke Yudea. Ia menggunakan quality time-Nya bersama para murid sambil membaptis orang-orang yang datang kepada-Nya. Yohanes Pembaptis juga tetap melanjutkan karyanya dengan mempersiapkan orang-orang supaya bertobat dan siap menerima Mesias. Ia membaptis banyak orang di Ainon, dekat Salim. Pada saat itu sempat terjadi perselisihan tentang penyucian antara para murid Yohanes Pembaptis dan orang-orang Yahudi. Selanjutnya para murid Yohanes juga menyaksikan Yesus membaptis banyak orang sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengapa Yesus melakukan hal yang sama dengan guru mereka Yohanes? Bahkan dikatakan, lebih banyak orang datang kepada-Nya.

Yohanes Pembaptis menunjukkan kebijaksanaannya. Ia memberi kesaksiannya tentang siapakah Yesus sebenarnya. Sikap awal yang ditunjukkan Yohanes adalah ia tidak merasa ada saingan baru. Ia bahkan sudah membiarkan murid-murid-Nya meninggalkan dirinya dan bergabung dengan Yesus. Sebab itu ia memberi jawaban yang bagus kepada murid-muridnya tentang Yesus: “Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari surga” (Yoh 3: 27). Yohanes melihat sosok Yesus sebagai orang yang berasal dari surga. Maka ia juga mengenal dirinya sebagai yang datang mendahului-Nya, bahkan Ia harus semakin besar sedangkan Yohanes sendiri mengakui harus semakin kecil (Yoh 3: 30).

Lalu kesaksian apa yang mau disampaikan Yohanes Pembaptis tentang Yesus? Pertama, Yesus berasal dari atas (sorga) maka Ia ada di atas semuanya. Yesus tidak berasal dari bumi ini. Kedua, karena Yesus berasal dari surga yang di atas maka Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat dan didengar-Nya. Sayang sekali orang tidak menggunakan mata dan telinganya sehinga tidak melihat dan mendengar kesaksian-Nya. Ketiga, Yesus adalah utusan Allah sehingga Dia menyampaikan Sabda Allah. Kekuatan untuk menyampaikan Sabda berasal dari Roh Kudus. Keempat, Bapa mengasihi Anak dan menyerahkan segala kuasa kepada-Nya. Kita mengingat kembali episode Bunda Maria mengunjungi Elizabeth dan Yohanes Pembaptis adalah sosok yang melonjak kegirangan di dalam Rahim Elizabeth ibunya. Kini sukacitanya itu terungkap dalam kata-kata berupa kesaksian tentang sosok Yesus yang sebenarnya.

Kesaksian Yohanes ini nantinya diperkuat oleh para rasul Yesus. Simon Petrus dan teman-temannya ditangkap dan dipenjarakan. Mereka dihadapkan Mahkamah Agama Yahudi dan ini adalah kesempatan bagi mereka untuk bersaksi tentang Yesus di hadapan sang imam besar. Para rasul sempat diminta untuk tidak boleh mengajar dalam nama Yesus dari Nazaret. Apalagi sudah banyak orang yang percaya kepada Yesus dan beban penumpahan darah-Nya dilimpahkan kepada para pemimpin dan tua-tua Israel. Petrus saat itu tidak takut untuk bersaksi di hadapan mereka. Ia berkata: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.” (Kis 5: 29-32).

Kesaksian Simon Petrus di hadapan Mahkamah Agama ini memperkuat iman kita. Kita harus taat kepada Allah bukan kepada manusia. Banyak kali kita taat kepada manusia demi uang, harta dan kedudukan. Banyak orang murtad dan meninggalkan Yesus seorang diri. Para rasul tidak gentar untuk bersaksi tentang Yesus, dan kita saat ini sebagai Gereja harusnya seperti itu. Di tengah wabah covid-19 yang berdampak pada kemiskinan dan kemelaratan, kita berani untuk bersaksi bahwa Tuhan tetaplah penolong kita. Antara Yohanes Pembaptis dan para Rasul, mereka memberi kesaksian yang sama supaya kita semakin percaya dan taat kepada Kristus.

Apa yang harus kita lakukan saat ini? Para sosok dalam bacaan Kitab Suci hari ini, melalui kesaksian hidupnya mengingatkan kita akan dua hal penting yakni percaya dan taat. Kita percaya kepada Tuhan sebagai anugerah yang cuma-cuma dari Tuhan. Kalau kita berbicara tentang percaya maka kaitannya langsung pada iman. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan begini: “Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus, tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan kepercayaan yang diberikan kepada seorang manusia. Menyerahkan diri seluruhnya kepada Allah, dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adalah tepat dan benar. Sebaliknya adalah sia-sia dan salah memberikan kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk”. (Bdk. Yer 17:5-6; Mzm 40:5; 146:3-4) (KGK, 150).

Kita juga diingatkan untuk taat kepada Tuhan. Ketaatan itu ada kalau kita dapat mendengar dengan baik. Dan kalau kita mendengar dan taat maka kita juga akan mampu mengasihi. St. Paulus mengatakan: “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Rom 10:17). Iman yang muncul dari pendengaran memampukan kita untuk lebih taat lagi kepada Tuhan dan lebih mengasihi Tuhan dalam hidup kita. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk bersaksi tentang iman dan ketaatan kita. Jangan menunda kesaksianmu.

PJ-SDB

Wednesday, April 22, 2020

Homili 22 April 2020

Hari Rabu, Pekan ke-2 Paskah
Kis. 5:17-26
Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9
Yoh. 3:16-21

Generasi Kasih

Saya tertarik dengan Antifon Pembuka dalam perayaan Ekaristi hari ini: “Aku hendak memuji Engkau, ya Tuhan, dan mewartakan nama-Mu kepada saudara-saudaraku.” (Mzm 18:50; 22:23). Ada dua  kata kunci dari antifon ini yang menginspirasi saya untuk merenungkan di awal homiliku ini, yakni kata memuji dan mewartakan. Pertama, kata memuji. Dikatakan ‘Aku hendak memuji Tuhan’. Ini adalah kalimat yang merujuk pada sebuah perbuatan nyata yang patut kita lakukan dalam masa yang sulit akibat covid-19 ini. Banyak di antara kita yang selama ini ‘drs’ atau di rumah saja, ada  yang ‘wfh’ atau work from home dan ada yang di rumahkan selamanya dari pekerjaannya. Situasi ini tentu merupakan situasi yang sangat sulit dan menantang hidup sebagai orang beriman untuk tetap memuji Tuhan atau berhenti memuji Tuhan. Kata kedua yaitu mewartakan. Dikatakan dalam Mazmur ‘Aku mewartakan nama-Mu kepada saudara-saudaraku’. Kata kedua ini menantang perilaku kita sebagai orang beriman. Apakah dalam situasi yang sulit ini kita masih mau mewartakan nama Tuhan kepada saudara-saudara kita? Apakah kita masih mau mewartakan nama Tuhan Yesus yang bangkit mulia kepada saudara-saudara kita? Kalau kita sungguh-sungguh hidup sebagai orang beriman maka dengan sebulat hati berani mengatakan bahwa saya siap untuk memuji dan mewartakan nama Tuhan. Kalau kita hanya sekedar beriman maka kita akan memilih diam, pasif dan apatis karena semuanya berpusat pada diri kita bukan pada Tuhan.

Pada hari ini kita masih berjumpa dengan kelanjutan pertemuan Nikodemus dan Yesus. Pertemuan ini semakin menarik karena Yesus benar-benar menjadi Rabi Agung yang mengedukasi Nikodemus supaya menjadi orang Farisi, pemimpin agama dan pengajar Israel yang terbaik. Tuhan Yesus membimbing dia untuk perlahan-lahan keluar dari dirinya sendiri dan melihat serta mengalami Allah yang benar berdasarkan kesaksian Yesus. Pengalaman akan Allah adalah pengalaman akan kasih sebab Allah adalah kasih dan kasih adalah segalanya. Pengalaman akan Allah dalam kasih nampak dalam salib. Maka tepat perkataan ini: “Simbol dari kasih kristiani bukan hati tetapi salib. Hati itu akan hancur seiring dengan kematian tubuh fana kita tetapi Dia yang tergantung di salib itu tidak akan berhenti mengasihimu.” Maka pada salib memang ada kasih yang sesungguhnya dan algojo Romawi bersama manusia sepanjang zaman tetap mengatakan: “Sungguh Dia ini Anak Allah” (Mat 27:54). 

Mengapa kita memandang Salib berarti kita memandang kasih dan sang Kasih sejati? Tuhan Yesus menjelaskannya secara singkat kepada Nikodemus: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16). Salib adalah ungkapan kasih Allah yang besar akan dunia, dalam hal ini manusia sepanjang zaman, anda dan saya saat ini. Kasih bukan hanya dengan kata-kata kosong tetapi dalam rupa manusia Yesus Kristus. Dia adalah Putera Bapa yang dikandung dari Roh Kudus dalam Rahim kasih Bunda Maria. Sebab itu kalau kita menerima Yesus dan percaya kepada-Nya, kita akan beroleh hidup kekal. Tidak ada kebinasaan bagi kita. Pikiran Nikodemus mulai terbuka dan memandang Yesus dengan cara baru, bukan lagi sebagai Rabi utusan Allah, pembuat mukjizat dan Dia yang mengalami penyertaan Allah, tetapi Yesus adalah kasih yang menyelamatkan.

Selanjutnya, Yesus berkata kepada Nikodemus: “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:17). Tuhan Yesus bukan seperti kebanyakan pemipin agama dan pengajar di Israel yang suka mengadili orang lain. Dia adalah utusan Allah, Rasul yang datang bukan untuk menghakimi melainkan menyelamatkan dunia karena kasih. Lukas mengatakan dalam Kisah Para Rasul: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). 

Lalu apa yang harus manusia lakukan setelah mengalami kasih itu sendiri? Setiap pribadi harus menjadi generasi kasih. Ia telah memandang salib sebagai kasih Tuhan baginya sebagai manusia berdosa dan mengalami keselamatan abadi maka pada gilirannya manusia harus menjadi generasi kasih yang melanjutkan kasih Allah secara turun temurun. Caranya adalah dengan percaya kepada Yesus sang kasih Bapa. Tidak percaya kepada Yesus mendatangkan kebinasaan karena Yesus adalah satu-satunya Penyelamat kita. Generasi kasih harus mengubah dunia yang penuh kegelapan untuk menjadi dunia yang diselimuti terang. Banyak orang menolak terang meskipun Terang itu datang kepada milik kepunyaan-Nya (Yoh 1:9.11). Mungkin saja anda dan saya adalah orang-orang yang menolak Terang yakni Yesus sendiri sebagai Terang dunia (Yoh 8:12). Sikap menolak terang menunjukkan adanya kuasa kegelapan atau kejahatan di dalam diri kita. Lebih jelas Tuhan Yesus ungkapkan kepada Nikodemus: “Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah." (Yoh 3:20-21).

Apakah kita dapat menjadi generasi kasih? Tentu saja kita dapat menjadi generasi kasih kalau kita mengalami kasih Tuhan dalam hidup pribadi kita. Dengan demikian kita akan memuji dan mewartakan kasih Tuhan kepada semua orang. Para rasul seperti Petrus dan Yohanes setia mewartakan kasih Tuhan meskipun mengalami penderitaan seperti dipenjarakan. Namun kasih mengubah mereka untuk menjadi pribadi yang berani untuk terus menerukan kasih sejati yakni Tuhan Yesus yang bangkit mulia. Sebab itu mari kita menjadi generasi kasih, meneruskan kasih Tuhan kepada semua orang sepanjang masa.

PJ-SDB

Tuesday, April 21, 2020

Food For Thought: Saya juga punya masalah

Saya juga punya masalah

Isi percakapan saya pada sore hari tadi bersama seorang sahabat lama adalah tentang masalah. Dia miscall selama beberapa kali dan segera setelah saya melihat HP dengan banyak miscallnya ini saya pun menghubunginya. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia sangat berharap untuk berbicara dengan saya karena ia sedang memiliki masalah. Dia lalu menceritakan masalah tertentu di dalam keluarganya dan butuh solusi yang tepat, juga masalah mengedukasi anak-anak di rumah. Setelah berbincang-bincang cukup lama, dia lalu melontarkan sebuah pertanyaan begini: “Apakah romo tidak punya masalah?” Saya spontan menjawabnya: “Saya punya seribu satu masalah!” Dia menggeleng-geleng kepala, kemudian ia berkata: “Sebenarnya harapan saya sebagai umat adalah supaya para romo di parokiku ini boleh hidup berdampingan tanpa membuat masalah dengan sesama imam dan para umat yang dilayani.” Saya menjawabnya: “Mohon doanya selalu”.

Dari percakapan yang saya persingkat ini, saya mambayangkan bagaimana umat begitu care dengan para gembalanya. Siapakah dia, apapun dia, dia tetaplah seorang gembala yang sudah ditahbiskan satu kali untuk selama-lamanya. Dialah pahlawan tanpa nama yang memberikan segalanya sampai tuntas bagi Tuhan dan manusia di dalam Gereja. 

Lalu kembali  ke pertanyaan sebelumnya, apakah romo (-romo) memiliki masalah? Jawaban pastinya adalah seperti saya katakan di atas: “Romo memiliki seribu satu masalah.” Romo memiliki masalah dalam dirinya sendiri, masalah dalam hidup bersama di komunitas dan kongregasi atau masalah dengan pihak keuskupan atau masalah lain yang mungkin terjadi dalam tugas dan pelayanannya. Maka jelas, para romo juga memiliki masalah yang banyak dan kadang berat.

Saya teringat pada sebuah perkataan ini: “Setiap orang punya masalah, dan hidup tidak selalu sempurna, hidup tidak akan pernah sempurna” Perkataan sederhana inspiratif bagi kita semua. Kadang kita berpikir bahwa orang lain itu tidak punya masalah padahal orang itu punya lebih banyak masalah dari kita. Kadang kita terukurung dalam pikiran bahwa hanya kita satu-satunya yang memiliki masalah, sementara orang lain bebas masalah. Ini pikiran yang yang tidak berbobot. Kita semua sejak lahir ke dunia memiliki banyak masalah. 

Apakah anda memiliki masalah saat ini? Jangan terikat dengan masalah karena Tuhan kita jauh lebih luhur dan agung dari masalah-masalah yang kita miliki secara pribadi dan komunitas. Jangan berhenti pada masalah tetapi carilah jalan keluar dari masalah-masalah kehidupanmu.

Tuhan memberkati kita semua,

 PJ-SDB

Homili 21 April 2020


Hari Selasa, Pekan II Paskah
Kis. 4:32-37
Mzm. 93:1ab,1c-2,5
Yoh. 3:7-15

Hidup kekal milik kita

Paus Fransiskus memberikan sebuah homili yang menarik perhatian seluruh Gereja di Kapel Santa Marta, kemarin 20 April 2020. Ia mengatakan: “Untuk menjadi orang Kristen sejati, tidak hanya dengan menghayati kesepuluh perintah Allah dan selesai, namun kita harus selalu bersiap sedia untuk dilahirkan kembali dan berusaha untuk mematuhi Roh yang tinggal di dalam diri kita, Dia yang membimbing kita kemana-mana sesuai dengan kehendak-Nya. Ini merupakan kemerdekaan dalam Roh. Semoga Tuhan membantu kita untuk patuh kepada Roh.” Pesan rohani Bapa Suci ini membuka mata dan hati kita supaya tetap berkomitmen untuk berada dekat dengan Tuhan. Kita dibaptis saja belum cukup. Kita mengikuti misa, berdevosi, berziarah, aktif di kelompok kategorial saja belum cukup. Kita harus membuka diri untuk dilahirkan kembali dalam air dan roh. Hanya dengan demikian kita dapat melihat Kerajaan Allah.

Pada hari ini kita mendengar kisah lanjutan pertemuan tertutup antara Nikodemus si orang Farisi dan pemimpin agama Yahudi bersama Yesus Kristus orang Nazaret. Suasana pertemuan ini memang penuh persaudaraan namun sedikit membingungkan Nikodemus. Ia tak segan-segan mengakui Yesus sebagai Rabi utusan Allah, pembuat mukjizat dan bahwa Allah menyertai-Nya. Selanjutnya, Yesus memandangnya dengan penuh kasih dan mengingatkannya untuk dilahirkan kembali dalam air dan roh. Perkataan Yesus ini mengherankan Nikodemus karena ia tidak mengerti dengan baik maksud Yesus tentang dilahirkan kembali dalam air dan Roh. Sebab itu Yesus sekali lagi mengingatkannya: “Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." (Yoh 3:7-8).

Nikodemus menunjukkan dirinya sebagai manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ia dalam suasana keheranan bertanya kepada Yesus tentang kemungkinan untuk dilahirkan kembali. Nah, ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk menyentuh titik-titik kelemahan Nikodemus. Tuhan Yesus berkata: "Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?” (Yoh 3:10). Nikodemus terbangun dari tidur imannya ketika mendengar perkataan Yesus ini. Maka Tuhan Yesus lalu membuka pikirannya untuk mengerti lebih dalam lagi perutusan-Nya di dunia ini. Tuhan Yesus lalu memperkenalkan jati diri-Nya sebagai Putera Allah yang bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus. Sebab itu Ia berkata: “Sesungguhnya kami berkata-kata tentang apa yang kami ketahui dan kami bersaksi tentang apa yang kami lihat, tetapi kamu tidak menerima kesaksian kami.” (Yoh 3: 11). Yesus tidak berkata-kata dari diri-Nya tetapi berbicara dalam nama Bapa dalam Roh Kudus, sehingga Ia menggunakan kata kami. Sayan sekali karena kesaksian Allah Tritunggal sendiri tidak dipercaya oleh manusia.

Tuhan Yesus lalu mewahyukan diri-Nya sebagai Anak Allah. Dia berkata: “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.” (Yoh 3: 13). Perkataan Yesus ini menjadi nyata ketika Dia disalibkan. Kita pun selalu mendoakan doa ini: “Sebab dengan salib suci-Mu, Engkau telah menebus dunia.” In Cruce Salus, pada salib ada keselamatan. Yesus ditinggikan di salib supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup kekal. Dan sekarang kitab oleh berbangga sebab hidup kekal menjadi milik kita.

Para Rasul yang menjadi saksi kebangkitan Kristus mewartakan Kristus dengan sukacita. Pewartaan mereka memiliki dampak yang besar bagi penduduk yang menghuni kota Yerusalem. Mereka mendengar dan percaya kepada Yesus Kristus, bahkan jumlah mereka bertambah banyak. Para Rasul menyadari pertambahan ini sehingga mereka mulai berusaha untuk menata pola hidup bersama di antara mereka. Oleh karena mereka semua percaya kepada Kristus yang satu dan sama maka ikatan persatuan di antara mereka juga bertambah. Tidak ada lagi perbedaan yang memisahkan tetapi perbedaan yang mempersatukan. Hal ini mereka tunjukkan dalam semangat sehati dan sejiwa.

Ciri khas semangat sehati dan sejiwa atau cor unum et anima una adalah ‘tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama’ (Kis 4:32). Para rasul mempersatukan komunitas Gereja perdana sehingga mereka semua hidup dalam kasih karunia yang berkelimpahan. Sebab itu tidak ada seorang pun yang merasa berkekurangan, mereka merasa berkelimpahan karena saling berbagi satu sama lain. Tidak ada klaim milik pribadi tetapi menjadi milik bersama dalam suasana penuh persaudaraan. Semangat Gereja perdana ini menjadi kekuatan bagi kita semua untuk tetap bersatu sebagai saudara.

Apa yang Tuhan kehendaki bagi kita pada hari ini? Pertama, Nikodemus adalah kita. Karena jasa Yesus Kristus maka kita adalah pemenang dan penakluk bangsa-bangsa. Karena itu kita perlu mencari Tuhan, menjumpainya lewat doa-doa kita, merendahakan hati kita dan siap untuk dibimbing oleh Yesus. Nikodemus menginspirasikan kita untuk serupa dengannya dalam mencari dan menemukan Yesus dalam hidup yang nyata. Kedua, Kita belajar dari sosok Yesus yang menyadari tugas perutusan-Nya. Ia datang ke dunia bukan atas nama-Nya sendiri tetapi atas nama Allah Tritunggal Mahakudus. Kita harus berusaha untuk melupakan diri dan memperhatikan orang lain. Ketiga, Kita belajar untuk membaharui diri dengan memandang salib Kristus. In Cruce Salus!

PJ-SDB