Kis 4:32-35
Mzm 118:2-4.16ab-18.22.24
1Yoh 5:1-6
Yoh
20:19-31
Mewujudkan Gereja Sebagai Komunitas Sehati dan Sejiwa
Bob Butler adalah seorang Veteran
Amerika. Ia mengalami kecelakaan ranjau selama bertugas di Vietnam pada tahun
1965. Kakinya hancur dan dia diselamatkan oleh seorang gadis Vietnam. Gadis itu
menguatkannya dengan berkata, “Tenanglah, anda pasti selamat. Saya akan menjadi
kakimu sehingga selamatlah engkau.” Dengan tertatih-tatih gadis itu menarik
Butler ke hutan dan terlindung sebelum bala bantuan datang dari sesama militer
Amerika. Pengalaman ini diingat terus hingga suatu saat Butler mendengar sebuah
jeritan seorang ibu dari rumah tetangga. Butler segera mengendarai kursi
rodanya menuju ke sumber jeritan ibu itu. Namun Butler mengalami halangan semak
yang tinggi sehingga kursi rodanya tidak bisa lewat. Ia turun dari kuris roda
dan merayap ke arah jeritan ibu itu. Sesampai di sana ia melihat ada seorang
gadis kecil yang lahir tanpa lengan sedang berada di dalam kolam dan perlahan
tenggelam. Ibunya tidak tahu berenang. Maka tanpa dikomando Butler melompat dan
menyelamatkan gadis itu. Ia mengangkatnya ke pinggir kolam, memberi napas
buatan dan selamatlah anak itu. Butler berkata, “Tenanglah anak, saya sekarang menjadi
tangan yang menolong dan menyelamatkan.” Anak tanpa lengan itu diselamatkan
oleh seorang veteran sebelah kaki. Saya teringat Luciano de Crescenzo yang
pernah berkata bahwa hidup kita sebagai manusia itu ibarat malaikat yang
bersayap sebelah. Apabila kita saling membantu maka kita juga dapat terbang
bersama. Berbagi dan bertolong-tolonglah sebagai saudara.
Kisah sederhana di atas
menginspirasikan kita untuk memahami pesan Tuhan lewat bacaan-bacaan suci pada
hari Minggu ini. Lukas, sang penulis Kisah Para Rasul menceritakan kepada kita
bagaimana perkembangan awal Gereja purba. Setelah dikuatkan oleh Roh Kudus,
para rasul memiliki keberanian untuk mewartakan Kristus yang bangkit. Petrus dan
Yohanes berani untuk mewartakan kebangkitan Kristus kepada kaum Yahudi di
Yerusalem. Mereka berdua juga dimampukan oleh Tuhan untuk menyembuhkan seorang
lumpuh sehingga dapat berjalan. Petrus berkata, “Emas dan perak tidak kupunyai tetapi
dalam nama Yesus, berdiri dan berjalanlah!” (Kis 3:6). Ini sungguh menjadi
kekuatan yang dashyat karena meskipun Petrus dan Yohanes ditangkap dan diadili
ternyata kuasa Tuhan jauh melampaui segalanya. Kedua rasul ini dilarang untuk
mengajar atau berbicara tentang nama Yesus dari Nazaret, namun semakin dilarang,
mereka semakin berani mengatakan bahwa Kristus telah bangkit. Dialah batu yang
dibuang dan sekarang menjadi batu sendi. Di bawah kolong langit hanya ada satu
nama yang menyelamatkan yaitu nama Yesus. Mereka akan tetap tegar mewartakan
apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari Yesus. Pokok-pokok pewartaan
Petrus dan Yohanes ini turut membuat orang berniat untuk bergabung sebagai orang yang percaya kepada Yesus dari Nazaret. Jumlah mereka bertambah banyak.
Para pengikut Yesus dari Nazaret
dengan bantuan para rasul, mencoba membentuk sebuah wadah dengan kekhasan
tertentu, yang tentunya berbeda dengan situasi umum di Yerusalem saat itu dengan Yahudi sebagai agama negara. Para
umat beriman yang nantinya dikenal dengan nama Gereja perdana di Yerusalem
berusaha mewujudkan satu semangat baru yakni kesatuan hati dan jiwa. Kesatuan
hati dan jiwa ditandai dengan sikap
saling bertanggung jawab satu sama lain sebagai saudara. Mereka semua tidak
mengalami kekurangan dan kesulitan
karena mereka saling berbagi. Tidak ada seorang pun yang berkata bahwa sesuatu
kepunyaan adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan milik
bersama. Mereka hidup dalam kasih karunia yang berlimpah-limpah.
Yohanes dalam Bacaan kedua mengatakan bahwa setiap orang yang percaya bahwa Yesus adalah Kristus lahir dari Allah. Setiap orang yang mengasihi Allah Bapa pasti mengasihi Yesus sang Putera. Dan tanda nyata dari kasih kepada Allah adalah melakukan segala perintah-perintah Tuhan. Perintah-perintah Tuhan ditaati oleh orang yang memiliki iman. Logika yang dipakai Yohanes adalah dengan menaruh kasih sayang kepada sesama secara nyata dengan sendirinya akan menjadi saksi iman akan Kristus.
Penginjil Yohanes dalam bacaan
Injil mengisahkan tentang penampakan Yesus di tengah para muridNya. Ketika para
murid berkumpul dalam satu komunitas yang masih diliputi oleh suasana ketakutan
maka Yesus hadir di tengah-tengah mereka dan berkata: “Shalom” atau "damai
sejahtera bagi para rasulNya". Ia
menunjukkan tangan dan lambungNya kepada para muridNya. Ini tentu menjadi
sukacita tersendiri bagi mereka. Selain mengucapkan shalom, Yesus juga
memberikan Roh Kudus sebagai inspirator perutusanNya: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya
diampuni dan jikalau kamu menyatakan bahwa dosa orang tetap ada dosanya tetap
ada”. (Yoh 20:23). Ayat ini merupakan ayat penting sebagai dasar biblis
sakramen Tobat terutama untuk menjawab pertanyaan mengapa harus mengaku dosa kepada Tuhan melalui pastor.
Kehadiran Yesus di tengah-tengah
komunitas merupakan satu tanda sukacita. Setiap murid merasakan kebahagiaan dan
berani bersaksi: “Kami telah melihat Tuhan”. Masalah yang muncul adalah pada
pilihan pribadi untuk percaya pada Tuhan atau tidak percaya atau juga
ragu-ragu. Thomas yang disebut Didimus
adalah salah seorang murid yang mau melihat dulu baru percaya: “Sebelum aku melihat bekas paku pada
tanganNya dan sebelum aku mencucukan tanganku ke dalam bekas paku itu, dan
mencucukan tanganku ke dalam lambungnya, sekali-kali aku tidak percaya.”
Tentu kita mungkin cepat-cepat menyatakan protes kepada Thomas dan mengatakan
ia kurang percaya Yesus. Thomas sebenarnya adalah rasul yang pintar dan tidak
mudah percaya pada perkataan orang lain. Iman itu anugerah pribadi Tuhan bukan
kolektif atau karena yang lain percaya maka saya juga percaya.
Ada dua hal yang kiranya perlu
kita ketahui untuk memahami Thomas. Thomas ketika mendengar tentang penampakan
Yesus, ia memilih tidak percaya karena baginya kita tidak boleh dengan mudah
memisahkan penderitaan Kristus dan kebangkitanNya. Penderitaan dan kebangkitan
adalah satu kesatuan. Thomas juga melihat bahwa pertumbuhan iman itu sifatnya
pribadi bukan kolektif. Yesus memahami Thomas tetapi Dia mencoba
mengingatkannya secara umum untuk direnungkan oleh seluruh Gereja, “Berbahagialah
yang tidak melihat namun percaya.” Tuhan Yesus juga menguatkan Thomas sehingga
dia dapat mengakuiNya: “Ya Tuhanku dan Allahku”.
Sabda Tuhan pada hari Minggu kerahiman ilahi ini
mengarahkan kita pada beberapa aspek fundamental kehidupan rohani:
Pertama, Merasakan kerahiman
Tuhan. Hari Minggu ini merupakan Hari Minggu Kerahiman Tuhan. Yesus bersabda
melalui santa Faustina: “Aku mau supaya ada Pesta Kerahiman. Aku mau supaya
gambar itu diberkati secara mulia pada hari Minggu pertama sesudah Paska. Hari
Minggu ini harus menjadi Pesta Kerahiman.” Permintaan ini disampaikan oleh
Yesus kepada St. Faustina dari Polandia pada penampakan-Nya tanggal 22 Februari
1931. Permintaan Yesus ini baru terwujud pada tahun 2000, ketika Bapa Suci
Yohanes Paulus II menetapkan Hari Minggu setelah Minggu Paskah sebagai Minggu
Kerahiman Ilahi. Sejak saat itu Gereja universal secara resmi merayakan Pesta
Kerahiman ilahi.
Merayakan Minggu kerahiman ilahi membuat kita menyadari kasih Allah yang tiada batasnya dan terus menerus mengalir di
dalam kehidupan kita. Apa yang harus kita lakukan: terus melanjutkan praktek kesalehan dengan mendoakan doa koronka setiap jam 3 soreh. Kita juga menghayati Kerahiman Tuhan dengan selalu
meminta kepada Tuhan Yesus belas kasihNya, Kita juga berbelas kasih kepada sesama
dan secara penuh kita percaya bahwa Tuhan akan berbelas kasih dengan kita.
Kedua, Semangat gereja perdana yakni cor unum et anima una! Semangat sehati
dan sejiwa sebagai satu komunitas persaudaraan di dalam Gereja. Bacaan-bacaan suci pada hari
ini membuka pikiran kita untuk tidak boleh berhenti berbuat baik. Kita justru
harus tetap berbuat baik dengan membangun rasa kasih sayang kepada semua orang. Semangat berbagi
dikonkretkan di dalam hidup dan membuat semua orang menerima berkat yang terus
menerus dari Tuhan.
Ketiga, Keluhuran Sakramen Tobat. Sakramen Tobat menjadi sakramen pendamaian dengan Tuhan dan sesama. Tuhan Yesus berkata: “Kalau kamu mengatakan dosa orang diampuni maka pasti diampuni tetapi kalau dikatakan tetap ada dosa maka dosanya tetap ada". Sakramen tobat menjadi sakramen di mana kita merasakan kerahiman Tuhan.
Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau
mempersatukan setiap pribadi yang berbeda-beda menjadi saudara yang sehati dan
sejiwa. Engkau juga menjiwai kami semua dengan cinta kasihMu untuk mentaati
perintah-perintahMu. Buatlah kami menjadi pribadi-pribadi yang sederhana,
terbuka dan setia dalam menghayati iman kami. Buatlah kami juga berani berseru kepadaMu, "Ya Tuhanku dan Allahku"! Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment