Kis 7:51-8:1a
Mzm 31:3-4.6.7.8
Yoh 6:30-35
"Tuhan, Terimalah Rohku!"
Caravaggio adalah pelukis
berkebangsaan Italia yang lebih dikenal dengan nama Michelangelo Merisi. Kegeniusannya
dalam melukis ditunjukkan dengan kemampuannya untuk mengkombinasikan warna terang dan gelap
sesuai dengan karakter pribadi orang yang dilukisnya. Ketika melukis kemartiran
St. Stefanus sebagaimana di kisahkan dalam Kisah Para Rasul (Kis 7:51-58), terlihat kombinasi
warna terang dan gelap ini. Para Imam Besar, Mahkamah Agama Yahudi dan Penatua dilukis
dengan warna agak gelap, mereka duduk di kursi dengan wajah penuh amarah dan
kecewa, ada yang bersandar di tembok memandang ke arah Stafanus yang barusan
berbicara melawan mereka. Sedangkan Stefanus dilukis dengan memiliki wajah
ceriah, tenang sambil memandang ke langit, seakan menatap Yesus yang berdiri
dengan tanganNya yang terbuka ke arahnya. Memandang lukisan ini memberi insipirasi
kepada semua orang yang percaya kepada Yesus untuk tetap optimis, berwajah ceriah,
meskipun berada di ambang kemartiran.
Hari ini Lukas melanjutkan kisah kemartiran Stefanus
dalam Kisah Para Rasul. Ia penuh dengan Roh Kudus dan berkata kepada para Imam Besar,
Penatua dan Ahli Taurat bahwa mereka keras kepala, tidak bersunat hati dan
telinga, dan selalui menentang Roh Kudus. Dan bahwa merekalah yang membunuh
para nabi, dan Orang Benar yaitu Yesus dari Nazaret. Tentu saja kata-kata
Stefanus ini menyakiti hati mereka. Stefanus masih melanjutkan, “Aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia
berdiri di samping kanan Allah”. Kesaksian iman Stefanus ini yang mendorong
para pemimpin Yahudi melemparinya dengan batu. Ia gugur sebagai martir pertama dan berdoa, “Ya
Tuhan Yesus terimalah Rohku, Janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka.”
(Kis 7: 59-60). Doa Stefanus ini mirip dengan perkataan Yesus di atas kayu salib (Luk 23:34.46).
Di dlam bacaan Injil, Penginjil Yohanes melanjutkan diskursus
yang dibuat oleh Yesus tentang Roti Hidup. Di dalam rumah ibadat di Kapernaum,
Yesus berkata, “Bukan Musa yang memberi kamu
roti dari surga, melainkan BapaKulah yang memberi kamu roti yang benar dari
Surga. Karena roti yang dari Allah adalah roti Surga dan yang memberi hidup
kepada dunia.” Pengajaran Yesus ini membuat orang banyak memahaminya secara
manusiawi. Sama seperti permintaan wanita Samaria untuk memiliki air hidup yang
tetap mengalir (Yoh 4:1-42), orang banyak ini juga tertarik untuk memiliki roti
itu senantisa. Yesus berkata kepada mereka, “Akulah
roti hidup! Barang siapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan
barangsiapa percaya kepadaKu ia tidak akan haus lagi.” Perkataan Yesus ini mengandung dua hal penting
yakni, Datang kepada Yesus membuat
kita tidak lapar lagi karena Dialah makanan yang memberi kehidupan kekal. Percaya kepadaNya membuat kita tidak
haus karena Roh Kudus atau Paraclitos yang selalu bersama dengan kita.
Sabda Tuhan pada hari ini membuat
kita mengerti apa artinya “memberi” kepada Tuhan dan sesama. Orang selalu
mengatakan memberi itu adalah salah satu tanda kasih. Para martir seperti
Stefanus memberi dirinya, membiarkan diri dilempari dengan batu karena dia
mengasihi Yesus. Jadi kemartiran atau kesaksian adalah tindakan memberi dengan
kasih yang sempurna, tanpa kompromi atau ungkapan superfisial lainnya. Yesus sendiri mengajar orang banyak dalam
diskursus tentang roti hidup sebagai sebuah tindakan “memberi”. Dia menyamakan diriNya dengan Musa sehingga
dapat disebut Musa Baru. Dahulu Musa pernah mengambil roti (manna) yang turun
dari Surga dan memberi kepada umat Isarael di Padang Gurun yang
bersungut-sungut karena kelaparan. Kini Yesus sebagai Musa Baru tidak lagi
mengambil roti dan memberi tetapi Dia sendirilah Roti Hidup. Dia sendirilah yang
akan memberi diriNya kepada orang banyak sebagai santapan rohani, asal mereka
datang kepadaNya. Kini di dalam Gereja, kita dikuatkan untuk “datang” dan “percaya”
kepadaNya supaya tidak haus dan lapar lagi secara rohani. Peristiwa ini
yang selalu dikenang dalam Ekaristi sebagai saat mengenang pesembahan diri Yesus.
Ekaristi memuaskan lapar dan dahaga rohani kita dengan.
Masing-masing pribadi itu ibarat
sebuah lukisan. Kadang-kadang kita menjadi lukisan yang indah karena ada
kombinasi warna-warni kehidupan. Terkadang kita memiliki warna-warna gelap,
buram dengan wajah yang lesuh, sorotan mata penuh pesimis tetapi terkadang kita
memiliki warna terang, dengan wajah ceriah dan sorot mata yang indah penuh optimis.
Semua kombinasi warna ini sangat tergantung pada keterbukaan hati, kesediaan
dan kemauan kita untuk mengikuti ajakan Tuhan Yesus untuk “datang dan percaya kepadaNya”. Dialah yang punya
rencana dan Dia jugalah pelukis utama kehidupan kita.
Doa: Tuhan, terimalah diriku!
PJSDB
No comments:
Post a Comment