Thursday, July 9, 2020

Homili 9 Juli 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XIV
Hos. 11:1,3-4,8c-9
Mzm. 80:2ac,3b,15-16
Mat. 10:7-15

Tali kesetiaan dan ikatan kasih Tuhan

Apakah anda masih setia? Apakah anda masih mengasihi? Ini adalah dua pertanyaan yang selalu muncul ketika kita merenung tentang sebuah relasi, baik relasi dengan Tuhan maupun relasi dengan sesama manusia. Pada saat ini banyak keluarga yang sedang bergumul untuk tetap memegang tali kesetiaan dan ikatan kasih sebagai suami dan istri dan dengan anak-anak serta dengan keluarga besar atau melepaskan dan memutuskan semua relasi ini. Ada yang memulai sebuah keluarga dengan tali kesetiaan dan ikatan kasih tetapi tali dan ikatannya rapuh di tengah jalan karena sifat egois yang melekat dalam diri setiap pribadi. Itu sebabnya banyak keluarga yang memang masih tinggal dalam satu rumah yang sama tetapi tidak ada lagi tali kesetiaan dan ikatan kasih. Keluarga seperti kos atau asrama padahah esensi keluarga bukan seperti itu. Hal yang sama terjadi dalam kehidupan pribadi para imam, barawan dan biarawati. Mereka boleh mengikrarkan nasihat-nasihat injil tetapi dalam perjalanannya tali kesetiaan dan ikatan kasih rapuh, mengendor bahkan putus.  

Relasi yang sama terjadi antara manusia dengan Tuhan yang tidak kelihatan. Pikirkanlah saat kita menyiapkan diri untuk mengaku dosa. Dalam memeriksa batin kita menemukan semua salah dan dosa, lalu mengakuinya di hadapan Tuhan melalui seorang gembala. Sang gembala mendoakan, memberkati dan meminta kita untuk melakukan penitensi, dan juga mendoakan doa tobat. Apakah kita pernah sadar ketika mengucapkan kalimat doa tobat ini: “Dan berjanji dengan pertolongan rahmat-Mu, hendak memperbaiki hidupku dan tidak akan berbuat dosa lagi”. Kita berjanji dengan peretolongan rahmat Tuhan tetapi ternyata tali kesetiaan dan ikatan kasih kita mudah kendor bahkan rapuh sehingga kita masih jatuh ke dalam dosa yang sama. Kita boleh berjanji tetapi mudah sekali ingkar janji kepada sesama dan juga kepada Tuhan. 

Nabi Hosea dalam bacaan pertama memperkenalkan wajah kerahiman Allah. Allah menunjukkan kasih-Nya kepada Israel dengan memelihara, memperhatikan seperti seorang ayah memperhatikan anaknya sendiri. Ia mengasihi, memanggil, mengajar cara berjalan, mengangkat dengan tangan. Tuhan menarik bangsa Israel dengan tali kesetiaan dan ikatan kasih. Ia mengambil kekang dari rahang mereka. Ia membungkuk di hadapan mereka dan memberi makan. Tuhan di sini digambarkan sangat antropomorfis. Namun Sayang sekali karena kasih setia Tuhan itu dibalas dengan ketidaksetiaan. Umat Israel tidak insaf kepada Tuhan.  Mereka melacurkan dirinya dengan berhala-berhala dan menyembahnya, sedangkan Tuhan yang mengasihi mereka diabaikan begitu saja. 

Bagaimana Tuhan menyikapi umat Israel yang berdosa ini? Tuhan itu pengasihi dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya! Dia tidak menghitung-hitung dosa mereka tetapi tetap mengasihi mereka apa adanya. Sebab itu Tuhan menunjukkan sikap yang terbaik bagi umat-Nya. Ia berkata: “Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak. Aku tidak akan melaksanakan murka-Ku yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali. Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan.” (Hos 11:8-9). Allah itu kasih maka orang berdosa sekalipun tetap dikasihi-Nya. Dia tidak menunjukkan murka-Nya kepada mereka. Hal ini sangat berbeda dengan kita. Kita selalu menghitung-hitung kesalahan orang lain. Kita sulit untuk mengampuni, memaafkan orang yang sudah bersalah kepada kita. 

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Pada hari ini Tuhan memanggil kita untuk ikut serta menunjukkan tali kesetiaan dan ikatan kasih Tuhan kepada sesama manusia. Hal ini sejalan dengan tugas perutusan yang Tuhan Yesus berikan kepada para murid pilihan-Nya untuk pergi dan mewartakan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat. Tali kesetiaan dan ikatan kasih Tuhan juga menjadi nyata dalam pelayanan kasih para murid Yesus: menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, mengusir setan-setan. Tali kesetiaan dan ikatan kasih itu ditunjukkan juga dengan kesederhanaan hidup sebagai seorang pekerja yang patur mendapat upahnya. Tugas lainnya adalah membawa damai dan mendamaikan orang-orang bukan memperkeruh suasana yang memutuskan relasi orang lain. 

Semua tugas perutusan para murid ini haruslah dilakukan dengan sukacita. Mengapa? Karena mereka menerimanya gratis maka mereka juga harus berbagi dengan gratis. Tuhan Yesus berkata: “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.” (Mat 10:8). Para murid zaman now sudah berusaha melupakan hal ini. Mereka cenderung pelit dalam pelayanan, mata duitan, melayani dengan memasang tarif, melayani dengan memilih yang kaya, bersih sedangkan yang miskin dan kotor diabaikan. Inilah tali kesetiaan dan ikatan kasih yang rapuh dan kendor. Sangatlah disayangkan para abdi Tuhan yang sudah berikrar tetapi tidak setia dalam hidup, khususnya dalam karya dan pelayananya. 

Pada hari ini kita berusaha untuk menjadi pelayan-pelayan yang setia dan membawa kasih Tuhan kepada semua orang. Biarlah semua orang mengenal Allah sebagai kasih, yang mengasihi dan menyelamakan semua orang.

PJ-SDB

No comments:

Post a Comment