Hari Selasa, Pekan Biasa XXXI
Rm 12:5-16a
Mzm 131:1.2.3
Luk 14:15-24
Satu Tubuh di dalam Kristus
Pada suatu
kesempatan saya berjumpa dengan sepasang pasutri. Mereka berdua datang menemui
saya di komunitas dengan pakaian seragam batik dengan motif yang sama. Saya memuji
mereka: “Wah bajunya seragam”. Isterinya menjawab spontan, “Karena kami satu
Romo”. Sebuah jawaban yang spontan tetapi menunjukkan bagaimana gambaran diri
mereka sebagai suami isteri, yang bukan lagi dua pribadi tetapi melainkan
menjadi satu daging. Prinsip persekutuan di dalam perkawinan memang sangat
luhur. Kata-kata Yesus: “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan sehingga
keduanya itu menjadi satu daging. Karena itu mereka bukan lagi dua melainkan
satu” (Mat 19:5; Mrk 10:8; Ef 5:31). Persekutuan yang akrab dan bersahabat
antara dua pribadi menjadi satu adalah tanda yang kelihatan hubungan antara
Kristus dan Gereja.
St. Paulus
dari bacaan pertama melanjutkan pengajarannya kepada jemaat di Roma tentang
persekutuan pribadi dalam kasih. Menurut Paulus, “Segala sesuatu adalah dari Dia,
dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm
11:36). Kata-kata ini menggambarkan bagaimana Allah sebagai Pencipta bersatu
dengan manusia ciptaanNya. Dia sudah menciptakan, memberikan kebebasan sebagai
martabat bagi mereka dan mengarahkan mereka untuk kembali kepadaNya. Suasana
kasih ini dilakukan Tuhan bagi manusia ciptaanNya. Selanjutnya Paulus
mengatakan bahwa anggota-angota Gereja itu banyak tetapi semuanya membentuk
satu tubuh di dalam Kristus. Kita masing-masing anggota yang seorang terhadap
yang lain. Oleh karena itu setiap anggota yang membentuk satu tubuh Kristus
yang satu dan sama ini memiliki rupa-rupa karunia dan harus mewujudkan aneka
karunia itu dalam hidup bersama.
Misalnya
karunia untuk melayani maka orang itu melayani, karunia mengajar maka orang itu
mengajar, karunia menasihati maka orang itu menasihati, berbagi dengan iklas
hati dan murah hati. Jadi Tuhan sudah memiliki rencana untuk memberikan aneka
karunia kepada manusia sesuai dengan kemampuannya. Semua karunia itu dipakai
untuk kebaikan bersama. Prinsip hidup bersama dan saling melayani itu dibangun
di atas dasar cinta kasih. Paulus mengatakan cinta kasih itu hendaknya tulus,
jangan pura-pura. Segala kejahatan dijauhkan dan yang ada hanyalah kebaikan. Ia
juga menghimbau: “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara, dan saling
mendahului dalam memberi hormat” (Rm 12:10). Cinta kasih harus benar-benar
menjadi nyata dalam hidup yang konkret.
Di dalam
bacaan Injil, Tuhan Yesus mengambil satu contoh bagaimana membangun cinta kasih dalam perjamuan bersama. Orang-orang yang diundang dalam perjamuan bukanlah orang
yang dekat dengan kita tetapi orang-orang yang kecil, miskin, cacat, sakit
karena mereka tidak akan membalasnya. Tuhan juga melakukan hal yang sama dengan
memperhatikan kaum pendosa. Ia datang mencari orang berdosa untuk diselamatkan.
Ia memberi makna kehidupan kepada orang-orang yang dianggap sampah dalam
kehidupan social.
Tuhan juga
memberi kesempatan kepada umat kesayangannya untuk mengalami cinta kasih. Tetapi
tawaran kasihNya ini tidak diterima dengan baik oleh umat. Ada yang menerima dan
ada juga yang menolak undangan. Ketika terjadi penolakan atas undangan maka
Tuhan memberi kesempatan bagi orang lain untuk menikmati perjamuanNya. Ini
adalah gambaran Allah yang murah hati kepada manusia dengan menunjukkan
kesabaranNya. Ia memberi kesempatan dan mengundang. Namun demikian tanggapan
dari umat itu bebeda-beda. Ada yang merasa undangan itu adalah jaminan terakhir
maka ia berbuat semaunya. Orang belum menyadari diri sebagai orang berdosa yang
harus bertobat.
Sabda Tuhan
pada hari ini memanggil kita untuk menyadari betapa luhurnya cinta kasih dalam
hidup bersama. Mari kita membangun cinta kasih sebagai sebuah peradaban di mana
semua orang menjadi saudara dalam kasih.
Doa: Tuhan,
kami bersyukur atas Sabda yang Engkau berikan kepada kami. Semoga pada hari ini
kami semua bertumbuh dalam cinta kasih. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment