Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXII/A
1Kor 3:1-9
Mzm 33:12-13.14-15. 20-21
Luk 4:38-44
Lectio:
Setelah meninggalkan rumah ibadat
itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka
meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan
itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itupun meninggalkan dia. Perempuan
itu segera bangun dan melayani mereka. Ketika matahari terbenam, semua orang
membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam
penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan
menyembuhkan mereka. Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil
berteriak: “Engkau adalah Anak Allah.” Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan
tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias.
Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi
orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya
jangan meninggalkan mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Juga di kota-kota
lain Aku harus mewartakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.”
Dan Ia mewartakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea.
Demikianlah Injil Tuhan kita
Terpujilah Kristus
Renungan:
Mewartakan Injil di Era Pandemi
Kita berada di hari kedua dalam
bulan September, bulan yang dikenal dengan nama Bulan Kitab Suci Nasional.
Adapun tema Bulan Kitab Suci Nasional pada tahun 2020, yang ditawarkan oleh
Lembaga Biblika Indonesia (LBI) adalah “Mewartakan Kabar Gembira dalam Krisis
Iman dan Identitas.” Saya merasa bahwa tema Bulan Kitab Suci Nasional tahun ini
memang sangatlah aktual dan sesuai dengan situasi kita yang nyata saat ini.
Kita sebagai Gereja memiliki tugas untuk mewartakan Injil sebagaimana
diteladani sendiri oleh Tuhan Yesus Kristus, yang dalam bacaan Injil hari ini
mengatakan: “Juga di kota-kota lain Aku harus mewartakan Injil Kerajaan Allah
sebab untuk itulah Aku diutus.” Namun demikian keteladanan Yesus ini
benar-benar menantang kita karena kita sedang berada dalam masa pandemi
covid-19 sehingga benar-benar menimbulkan krisis iman dan identitas. Kita tidak
dapat menutup mata untuk mengakui bahwa pada saat ini memang banyak orang
Kristiani yang sedang mengalami krisis iman dan identitas sehingga sangatlah
sulit untuk mewartakan Kabar Gembira atau Injil. Mungkin saja anda adalah salah
seorang yang tidak sedang mengalami krisis iman dan identitas, namun
sekurang-kurangnya anda harus siap untuk menolong sesama yang sedang mengalami
krisis iman dan identitas.
Pandemi covid-19 semakin hari
semakin mengancam nyawa manusia. Tidak hanya kematian yang menakutkan namun
sangat berdampak pada berbagai aspek kehidupan kita. Aspek ekonomi di mana
situasi resesi sedang berada di depan pintu, gejolak sosial dan politik
identitas yang datang silih berganti dalam masyarakat. Semua ini ikut membawa
krisis iman dan identitas kita sebagai pengikut Kristus sehingga menimbulkan
kesulitan dalam mewartakan Injil. Namun demikian saya teringat pada St. Paulus
yang dapat memotivasi kita selama masa pandemi covid-19 ini: “Karena jika aku
memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu
adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.”
(1Kor 9:16). Sebab itu masa pandemi covid-19 ini sebenarnya bukan menjadi
penghalang bagi kita semua sebagai Gereja untuk tetap mewartakan Injil melalui
kehidupan dan perbuatan-perbuatan yang nyata. Banyak aksi karitatif yang
dilakukan untuk menolong sesama yang sangat membutuhkan lintas suku, agama, ras
dan antar golongan. Dalam situasi seperti ini, semua orang dapatlah menjadi
saudara sebab memiliki satu musuh yang sama sehingga dapat memeranginya secara
bersama-sama. Maka sesibuk apapun, kita harus tetap fokus.
Pada hari ini St. Lukas
melukiskan sosok kehidupan Yesus yang sangat sibuk dalam karya pelayanan-Nya
namun tetap fokus dalam mewartakan Injil. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus
meninggalkan rumah ibadah di Kapernaum menuju ke rumah Simon. Rumah Simon anak
Yohanes ini menjadi markas besar bagi Yesus dan para murid-Nya. Pada saat
bersamaan diketahui bahwa ibu mertua Simon sakit demam keras sehingga mereka
meminta Yesus untuk menolongnya. Tuhan Yesus berdiri di sampingnya, menghardik
demam dan saat itu demam meninggalkan ibu itu. Ibu mertua Simon menunjukkan
syukurnya dengan melayani Yesus dan para murid-Nya. Hal yang menarik perhatian
kita adalah Yesus mewartakan Injil dengan perbuatan baik. Dia melihat keluhuran
hidup manusia, maka Dia menghardik demam sehingga demam itu pergi. Sesibuk
apapun Yesus, Ia tetap fokus sehingga dapat menyembuhkan mertua Simon. Yesus
menghardik penyakit bukan menghardik manusia. Yesus memang beda dengan kita
yang lebih suka menghardik manusia dari pada sakit dan kelemahannya.
Selanjutnya, pada sore harinya
Yesus semakin sibuk. Penginjil Lukas melaporkan bahwa semua orang membawa
kerabatnya yang sakit supaya Yesus meletakkan tangan atas mereka sehingga
memperoleh kesembuhan. Setan-setan yang merasuki orang-orang saat itu juga
ketakutan sehingga mereka berteriak-teriak, “Engkau adalah Anak Allah.” Tuhan
Yesus tetap menunjukkan jati diri-Nya sebagai Mesias, Anak Allah yang memiliki
kuasa dan wibawa sehingga melarang mereka untuk tidak berbicara. Yesus semakin
dikenal sehingga semua orang mencari Dia. Dalam suasana yang sibuk ini, dan
banyak tawaran kepada-Nya untuk tinggal bertahan bersama mereka, namun Tuhan
Yesus tetap fokus pada tugas perutusan-Nya untuk mewartakan Injil. Ia berkata:
“Juga di kota-kota lain Aku harus mewartakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk
itulah Aku diutus.” Yesus tetap fokus mewartakan Injil dalam rumah-rumah ibadat
di Yudea.
Pada hari ini Tuhan Yesus
menunjukkan sebuah contoh yang terbaik kepada kita supaya tetap konsisten
mewartakan Injil di Era Pandemi. Tentu saja dengan protokol kesehatan yang ada,
dengan tetap menggunakan masker dan memperhatikan social distancing, kita dapat
mewartakan Injil dengan melakukan tindakan karitatif, misalnya menolong
orang-orang yang sangat membutuhkan sembako dan aneka pangan, membantu air
bersih, mengajarkan pola hidup sehat dan perlindungan diri terhadap bahaya
covid-19, memberi motivasi supaya bertahan hidup. Dalam hal rohani kita dapat
mewartakan Injil dengan doa dan devosi untuk memohon kesembuhan para pasien,
dan para dokter yang merawat mereka. Semua tindakan karitatif ini merupakan
sebuah bentuk pewartaan Injil di tengah krisis iman dan krisis identitas
kekatolikan kita saat ini. Pewartaan Injil melalui tindakan karitatif ini
dilakukan untuk semua orang tanpa memandang siapakah orang yang hendak dibantu.
Tugas kita saat ini adalah membawa sukacita Injil bagi sesama terutama mereka
yang sangat membutuhkan.
Doa: Tuhan Yesus Kristus, di era
pandemi covid-19 ini, bantulah kami agar tetap setia mewartakan Injil dalam
masa krisisi iman dan identitas kekatolikan kami. Semoga karya karitatif
sebagai wujud nyata pewartaan Injil saat ini mampu menunjukkan wajah-Mu yang
penuh belas kasih kepada sesama kami. Amen.
P. John Laba, SDB
No comments:
Post a Comment