Saturday, October 29, 2011

Renungan 29 Oktober 2011


Bacaan: Roma 11:1-2a.11-12.25-29; Mzm 94: 12-13a.14-15.17-18; Luk 14:1.7-11

“Rendah Hatilah Sebab Kita Hanyalah Debu”

Ada sebuah baut kecil yang dipasang bersama ribuan baut seukuran untuk menahan lempengan-lempengan baja di tubuh sebuah kapal besar. Baut kecil ini terancam untuk lepas dari baut-baut lain dalam sebuah perjalanan melintasi sebuah samudera yang ganas. Maka baut-baut lain meneguhkannya, “Hati-hati! Berpeganglah erat-erat. Jika kamu lepas, kami juga akan lepas.” Ternyata teriakan ribuan baut kecil itu didengar oleh lempengan baja dan seluruh isi kapal. Maka mereka semua memberi dukungan kepadanya bahwa baut kecil ini juga penting bagi keselamatan seluruh kapal. Dukungan ini membuat baut kecil merasa dirinya berharga bersama komponen lain di dalam kapal itu. Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk bertahan demi keselamatan kapal itu. Baut kecil, terlupakan tetapi penting sekali untk sebuah kapal yang besar.

Baut kecil yang terlupakan ini ibarat kebajikan kerendahan hati. Mengapa? Kerendahan hati merupakan sebuah kebajikan yang luhur dan terkadang dilupakan. Kebajikan ini tidak dapat diungkapkan dengan mulut, tidak dapat diraba tetapi hanya bisa ditunjukkan dan orang melihatnya, juga dirasakan di saat kita mendengarnya. Rasanya kerendahan hati adalah adalah kebajikan yang aneh karena begitu kita mengira telah mendapatkannya, kita kehilangan sifat itu.

Dalam budaya daerah-daerah sekitar laut tengah, mereka memiliki kebiasaan mencari tempat terhormat sesuai dengan status sosial mereka. Ketika menghadiri sebuah pesta perkawinan misalnya, orang secara otomatis berlomba mencari tempat terdepan. Sikap mencari kedudukan, status sosial dan pujian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Di samping itu, tidak ada kata terima kasih yang boleh diucapkan oleh orang kalau menerima sesuatu. Ia yang menerima sesuatu dari orang lain harus membalasnya dengan memberi juga.

Ketika bertamu di rumah pemimpin orang-orang Farisi untuk makan bersama, Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengoreksi perilaku orang-orang sejamanNya yang selalu berusaha mencari posisi terhormat pada pesta perkawinan atau pun di rumah-rumah ibadat. Ia membangun kesadaran baru dalam diri setiap orang untuk rendah hati dengan berpikir bahwa mungkin masih ada orang lain yang lebih terhormat daripada dirinya. Orang harus sadar berani memilih tempat yang terendah. Ketika orang bisa memiliki kesadaran seperti ini, pintu kebahagiaan juga terbuka baginya: “Sahabat silakan duduk di depan” dan pribadi seperti ini patut dihormati oleh orang lain.

Tentu saja “memilih tempat terendah” yang dimaksudkan oleh Yesus bukan tentang perilaku manusia yang sebenarnya di dalam pesta tetapi Yesus berbicara tentang sikap yang tepat yaitu rendah hati untuk masuk di dalam Kerajaan Allah: “Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan; barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.” Tuhanlah yang mengetahui kedalaman hati orang dan menyempurnakan hati manusia sesuai kehendakNya.

Tuhan juga menghendaki keselamatan semua orang. Ia terus menerus memanggil manusia kepada kekudusan. Orang yang sombong di sadarkan untuk rendah hati. Paulus memberi kesaksian bahwa Allah juga tetap memberi kesempatan kepada bangsanya yang sombong untuk menyadari panggilannya sebagai bangsa terpilih dan diselamatkan.

Sabda Tuhan hari ini menyapa kita untuk menyadari panggilan luhur kita yang telah dikuduskan lewat sakramen pembabtisan untuk bersatu dengan Tuhan. Tuhan tidak akan membuang umatNya. Dan untuk mewujudkan panggilan luhur ini kita perlu bersikap rendah hati di hadiratNya. Orang-orang yang percaya kepada Tuhan mengenakan kerendahan hati (Kolose 3:12), berpakaian dengan kerendahan hati (1Petrus 5:5) dan berjalan dengan kerendahan hati (Efesus 4:1-2). Bersikap rendah hatilah sebab kita berasal dari tanah!. PJSDB

No comments:

Post a Comment