Sunday, May 24, 2020

Homili Hari Minggu Paskah ke-VIIA - 2020

HARI MINGGU PASKAH VIIA
Hari Minggu Komunikasi Sedunia
Kis. 1:12-14
Mzm. 27:1,4,7-8a
1Ptr. 4:13-16
Yoh. 17:1-11a

Memuliakan Kristus dalam berkomunikasi

Pada hari ini kita memasuki hari Minggu paskah ke-VII, bertepatan dengan Hari Minggu Komunikasi sedunia ke-54. Bapa Suci Paus Fransiskus menulis pesannya bagi Gereja dengan tema ‘Hidup menjadi cerita. Menjahit kembali yang terputus dan terbelah”. Bapa Suci mengawali pesannya dengan kalimat- kalimat yang sangat inspiratif: “Saya ingin mengkhususkan pesan tahun ini pada tema “Cerita”. Karena saya yakin, kita perlu menghirup kebenaran dari cerita-cerita yang baik supaya tidak tersesat. Itulah cerita yang membangun, bukan menghancurkan; cerita yang membantu menemukan kembali akar dan kekuatan untuk bergerak maju bersama.” Bapa suci sangat peka dengan suasana dunia saat ini, di tengah covid-19 dengan berbagai dampak yang membebani umat manusia. Dampak bagi kelanjutan hidup, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Perilaku manusia berubah di tengah pandemi ini. Namun demikian narasi atau cerita-cerita hoax masih menguasai dunia ini. Ujaran kebencian yang datang sili berganti. Dari situ Bapa Suci mengatakan bahwa dalam suasana chaos ini, butuh narasi atau cerita tentang hidup kita, misalnya tentang diri sendiri dan segala keindahannya di sekitar. Dengan demikian orang dapat memandang dunia dengan mata yang baru, dengan hati yang baru pula. Cerita yang merangkai sebuah relasi di antara kita satu sama lain.

Ada lima pokok pikiran yang disampaikan Bapa Suci dalam pesannya ini. Pertama, menenun cerita, di mana ciri khas manusia adalah kemampuannya untuk bercerita. Cerita mengorientasikan manusia untuk memandang dunia secara lebih baik dan positif. Kedua, tidak semua cerita itu baik. Bapa Suci mengatakan: “Ada banyak cerita yang membius dan meyakinkan bahwa untuk berbahagia kita harus terus menerus mendapatkan, memiliki dan mengonsumsi. Bahkan mungkin tanpa disadari kita rakus membicarakan hal buruk dan bergosip serta mengonsumsi banyak kisah kekerasan dan dusta.” Ketiga, cerita dari segala cerita. Cerita-cerita itu dapat menunjukkan sosok-sosok yang heroik, memberi motivasi tertentu untuk mengatasi berbagai tantangan hidup. Kitab Suci adalah kisah cinta yang luar biasa antara Allah dan manusia. Di dalam Kitab Suci, cinta kasih Allah bagi manusia tertera. Keempat, Sebuah cerita yang dibarui. Cerita tentang Kristus bukanlah warisan masa lalu; melainkan cerita kita sendiri yang selalu aktual. Cerita ini menunjukkan Allah memberi perhatian mendalam kepada manusia, kedagingan dan sejarah kita, sampai Ia sendiri menjadi manusia, menjadi daging dan menjadi sejarah. Kelima, Sebuah cerita yang membarui kita. Cerita kita menjadi bagian dari setiap cerita agung.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Paskah ke-VII ini mengantar kita untuk memuliakan Tuhan Yesus Kristus melalui komunikasi yang baik dengan merangkai, menjahit menenun dan menyulam cerita tentang hidup kita di hadapan Tuhan dan sesama. Dari Kitab Suci kita mengerti bahwa cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi, bagaimana Allah terus membuat diriNya hadir. Ia sungguh hidup dan hidupNya diceritakan sepanjang sejarah dan Yesus, Sang Allah hidup juga berbicara tentang Allah lewat cerita hidup sehari-hari, sehingga sungguh hidup menjadi cerita yang harus terus diceritakan.

Dalam bacaan pertama St. Lukas mengisahkan tentang suasana komunitas para rasul setelah Tuhan Yesus naik ke surga. Para rasul tetap bersatu, tinggal dalam sebuah rumah yang sama. Mereka adalah Petrus dan Yohanes, Yakobus dan Andreas, Filipus dan Tomas, Bartolomeus dan Matius, Yakobus bin Alfeus, dan Simon orang Zelot dan Yudas bin Yakobus. Mereka yang bersama dengan para rasul adalah Bunda Maria dan para saudara Yesus. Mereka berkumpul bersama, dengan sehati mereka bertekun dalam doa. Di sini kita melihat semangat para rasul bersama Bunda Maria dan para saudara Yesus merangkai sebuah komunikasi bersama Yesus dalam doa dengan semangat ketekunan. Ini juga menjadi sebuah cerita yang sudah berlangsung turun temurun dan menginspirasi Gereja untuk tekun dalam doa dan bersekutu sebagai saudara seiman.

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menyampaikan amanat perpisahan-Nya kepada para murid-Nya. Ia sedang merangkai cerita tentang hidup-Nya kepada para murid pada malam perjamuan terakhir. Rangkaian cerita tentang hidup Yesus dengan Bapa di Surga dan Roh Kudus. Yesus sudah menyatakan perpisahan-Nya dengan para murid-Nya. Mereka merasa kehilangan dan bersedih. Sekarang Ia menengadah ke langit dan memohon supaya Bapa mempermuliakan Dia sebagai Anak sama seperti Yesus sebagai Anak mempermuliakan Dia sebagai Bapa. Bapa memberi kuasa kepada Anak dan Anak memberi hidup kekal kepada semua yang sudah diberikan Bapa kepada-Nya. Hidup kekal adalah bahwa semua orang mengenal Bapa sebagai satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus sebagai utusan-Nya. Yesus sendiri mempermuliakan Bapa melalui pekerjaan-pekerjaan-Nya dan kini Ia memohon supaya Bapa mempermuliakan Dia sebagai Anak-Nya Yang Tunggal.

Hal lain yang dikemukakan Yesus adalah bahwa Ia telah menyatakan nama Allah kepada kita dan kita juga menyapa-Nya sebagai Bapa. Kita menjadi milik-Nya dan milik Kristus sang Putera. Dalam Injil Yohanes, Yesus beberapa kali mengatakan bahwa kita semua adalah milik Bapa dan diberikan kepada-Nya sebagai Putera untuk menebus dan menyelamatkan mereka. Di sini kita mendapat pencerahan berupa rangkaian cerita dalam hidup Allah Tritunggal Mahakudus. Rangkaian hidup ini diceritakan secara turun temurun sebagai bagian dari iman kita. Terutama bahwa kita mengenal Allah sebagai Bapa yang patut dipermuliakan di dalam hidup dan bahwa kita adalah milik Tuhan Allah Tritunggal Mahakudus. Ini merupakan bagian dari iman dan kita bangga mengakuinya.

Apa yang harus kita lakukan untuk memuliakan Kristus dalam komunikasi kita?

Santu Petrus dalam bacaan kedua mengajak kita untuk bersukacita sesuai dengan bagian yang kita terima dalam penderitaan Kristus. Sukacita yang sama akan tetap menjadi milik kita hingga Tuhan Yesus datang dalam kemuliaan-Nya. Selain bersukacita, Petrus juga mengundang kita untuk berbahagia dikala kita dinista karena nama Yesus Kristus. Penistaan terjadi karena Roh kemuliaan atau Roh Allah diam di dalam kita. Hal yang terakhir adalah kita berusaha untuk membaharui diri supaya jangan berbuat jahat karena membunuh, mencuri dan membuat kekacauan. Kita dapat menderita sebagai orang Kristen karena memuliakan Allah di dalam Kristus.

Hidup tetaplah menjadi sebuah cerita, narasi yang hidup. Kita perlu hidup dalam cerita yang sifatnya membangun dan mengabdi kepada kemanusiaan. Gosip, kebohongan public, hoax, ujaran kebencian sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sangat tidak kristiani kalau kita mengakui sebagai pengikut Kristus tetapi merangkai, menenun menjahit dan menyulam kejahatan. Kita harus punya cerita yakni merangkai, menenun, menjahit dan menyulam kebaikan di tengah covid-19 yang mengancam hidup kita.

Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip doa penyerahan Bapa Suci Paus Fransiskus kepada Bunda Maria dalam pesannya pada Hari Komunikasi sedunia ini: “O Maria, perempuan dan Bunda, engkau telah menenun Sabda ilahi di dalam rahim-Mu, engkau telah menceritakan karya Allah yang luar biasa di sepanjang hidupmu. Dengarkanlah cerita-cerita kami, simpanlah dalam hatimu dan jadikanlah milikmu sendiri, juga cerita-cerita yang tidak seorang pun mau mendengarkannya. Ajarilah kami untuk mengenal kembali benang-benang baik yang memandu jalan cerita. Lihatlah kumpulan simpul-simpul kusut dalam hidup kami yang melumpuhkan ingatan kami. Dengan tanganmu yang halus, setiap benang kusut dapat dilepaskan. O Wanita yang penuh Roh, Ibu yang penuh kepercayaan, berikanlah juga kami inspirasi. Bantulah kami untuk membangun cerita-cerita perdamaian, cerita-cerita yang mengarah menuju masa depan. Dan tunjukkanlah kepada kami jalan untuk menghidupinya bersama. Amen.”

PJ-SDB

No comments:

Post a Comment