Thursday, May 24, 2012

Renungan 24 Mei 2012

Hari Kamis Pekan Paskah VII
Kis 22:30.23:6-11
Mzm 16:1-2.5.7-8.9-10.11
Yoh 17:20-26
"Supaya mereka menjadi satu dan sempurna!"
Adalah Raymond E. Brown. Dia adalah salah seorang pakar Kitab Suci zaman ini. Ia pernah memberi komentar tentang “Gulungan-gulungan Laut Mati” atau “Dead Sea Scrolls” yang ditemukan di beberapa gua di Qumran pada tahun 1947. Baginya, salah satu hasil penemuan dari tulisan-tulisan pada gulungan-gulungan itu membuktikan bahwa pada masa hidup Yesus terdapat banyak aliran pemikiran dan di antara aliran pemikiran ini terdapat ide-ide yang pada abad ke 3 dan 4 ikut mengembangkan gnostisisme. Penekanan Injil Yohanes tentang dualisme: terang dan gelap, baik dan jahat, “dari dunia ini”, dan “bukan dari dunia” ini juga memiliki kemiripan dengan Qumran. Para gnostis berusah untuk menyingkirkan dualisme ini lebih jauh. Mereka berusaha meyakinkan bahwa materi dan dunia fisik itu jahat sedangkan realitas-realitas rohani dan transendens adalah baik.
Dalam Perjamuan malam terakhir, Yesus berdoa bagi diriNya (Yoh 17:1-5); bagi para murid yang selalu menyertaiNya (Yoh 17: 6-20) dan mendoakan semua orang yang percaya kepadaNya karena pewartaan para muridNya (Yoh 17:21-24). Para murid adalah mereka yang dipilih oleh Yesus untuk merepresentasikan diriNya, yang kiranya mirip juga dengan diriNya sebagai tanda kehadiran Bapa. Yesus juga mendoakan supaya milikNya ini dijauhi dari segala yang jahat. Kejahatan bagi Yohanes dalam Injilnya berarti segala sesuatu yang bertentangan dengan Tuhan (Yoh 12:31; 14:30; 16:30).
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengatakan bahwa segala kekuatan dan kredibilitas perutusanNya didasarkan pada: Dia sendiri dan Bapa adalah satu. Kesatuan ini tidak semata-mata didasarkan pada fakta bahwa Yesus diutus oleh Bapa dan bahwa segala Sabda dan Karya itu menurut kehendak Bapa. Kesatuan itu justru didasarkan pada Kesatuan Hakikat dan persekutuan yang mendalam keilahian Allah. Yohanes memberikan kesaksian ini dalam Yoh 1:1; 8:24.29; 10:33.38; 14:9-10; 17:11-21. 
Dia mendoakan bukan hanya untuk para rasulNya yang selalu bersama-sama dengan Dia pada saat itu, tetapi Ia juga mendoakan mereka yang percaya kepadaNya karena pewartaan para rasul. Kita sebut komunitas orang yang percaya. Ia berdoa supaya ekklesia (Gereja) boleh menjadi satu kesatuan sebagai wujud penyataan dari perutusanNya. Intensi pokok dari doa ini adalah supaya mereka sempurna menjadi satu karena mereka juga percaya dan mengasihi Yesus. Pengalaman akan Allah menjadi nyata dalam koinonia atau berbagi kehidupan sebagai saudara (1Yoh 1:1-4). 
Tentu saja menjadi murid yang setia akan banyak dibenci orang. Yesus sendiri sudah mengatakan bahwa “dunia membenci kamu karena kamu bukan berasal dari dunia” (Yoh 15:18-19; 17: 14; 1 Yoh 3:13). Pengalaman ini dirasakan oleh Paulus. Ia kembali ke Yerusalem. Di sana ia ditangkap dan dipenjarakan. Salah satu alasan penangkapan itu adalah karena Paulus mewartakan tentang Kebangkitan Kristus. Tentang hal ini Paulus bersaksi: “Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi, aku dihadapkan ke mahkamah ini karena aku mengatakan tentang kebangkitan orang mati”.  Pernyataan Paulus ini membuat pertentangan baru antara kaum Farisi dan orang-orang Saduki. Pada malam harinya Tuhan menampakan diriNya kepada Paulus dan berkata: “Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau berani bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau bersaksi di Roma”
Hari ini kita bersyukur karena Tuhan mendoakan kita! Kita semua sebagai komunitas orang-orang beriman yang mengimani Yesus karena iman para RasulNya. Betapa luhurnya kita dihadapanNya karena Dia terus menerus mendoakan kita supaya menjadi sempurna atau kudus dan bersatu dengan sesama kita. Kalau Tuhan saja mendoakan kita maka kita juga harus saling mendoakan.
Kuasa doa Yesus membuat kita memiliki kekuatan untuk bersaksi. Paulus mengalami kekuatan Yesus dan diminta untuk bersaksi di Roma. Sebuah tantangan baru karena ia harus bersaksi di negeri orang kafir (non Yahudi). Pengalaman Paulus, hendaknya juga menjadi pengalaman kita di negeri yang majemuk ini. Mampukah kita menjadi saksi Kristus di negeri kita ini, ditengah badai diskriminasi dan seribu satu ancaman terhadap kebebasan beragama? Kata-kata Tuhan Yesus ini sangat meneguhkan: “Kuatkan hatimu dan jangan takut! Aku menyertai engkau!”
Doa: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih karena Engkau telah mendoakan aku. Amen.
PJSDB

No comments:

Post a Comment