Hari Rabu, Pekan Biasa ke XX
Yeh 34:1-11
Mzm 23: 1a.3b-4.5-6
Mat 20:1-16a
Jangan iri hati dengan kebaikan orang!
Seorang Romo sharing pengalaman pastoral di parokinya. Ia merasa terbebani
karena sering dicap umatnya sebagai Romo yang bergaul hanya dengan umat-umat
tertentu yang rata-rata mampu secara ekonomis. Ia mengatakan bahwa anggapan
bahwa dia hanya bergaul dengan umat yang kaya itu tidak selamanya benar. Ia
memiliki prioritas dalam mengunjungi umatnya. Ia mengunjungi stasi yang paling
jauh dengan pastoran dan perlahan mendekati pastoran tetapi apabila ada
keluarga yang memiliki masalah dari wilayah lain di dalam Parokinya maka ia
memprioritaskan mereka. Banyak keluarga yang ia kunjungi memang mampu secara
ekonomis tetapi mengalami kesulitan dalam pendidikan anak atau masalah komunikasi
suami isteri. Dengan pengalaman ini maka Romo selalu bertanya dalam hatinya
mengapa umatku iri hati dengan semua kebaikan dan pelayananku? Semakin saya
memberi diri dalam pelayanan, mengapa tidak diapresiasi tetapi malah dikritik?
Pengalaman yang mirip dirasakan
oleh seorang ibu. Dalam counseling ia
merasa kurang percaya diri di depan suami dan anak-anaknya yang beranjak
dewasa. Ia hanya ibu rumah tangga biasa bukan wanita karir. Suaminya bekerja
dengan penghasilan yang memuaskan tetapi wataknya keras dan penuh perhitungan.
Banyak kali karena sibuk dengan pekerjaan maka ia gampang emosi dan terpancing
untuk memarahi dia sebagai isteri di depan kedua anak mereka. Suaminya juga
kadang-kadang bertindak keras terhadap kedua anak mereka. Hal yang dilakukannya
sebagai isteri dan ibu adalah berusaha berbuat baik dan melayani tak kenal
lelah. Tidak ada pembantu di rumah itu. Ia mengatur rumah sehingga teratur,
makanan selalu siap dan perhatian sebagai seorang ibu dan isteri. Hanya dia
merasa sedih karena selalu dimarahi suami. Anak-anak pun kurang menghargainya
karena mereka tahu bahwa semua uang berasal dari upah ayah mereka bukan dari
ibu. Ibu itu bertanya mengapa suami dan anak-anak tidak menyadari kebaikan hati
dan cinta kasihnya.
Dua pengalaman yang mirip dan
selalu terjadi di dalam hidup setiap pribadi. Banyak kali orang cenderung
melihat kekurangan di dalam hidup sesama dibandingkan dengan kebaikan yang
dilakukan sesama tersebut. Hari ini Yesus dalam Injil Matius memberi sebuah
perumpamaan tentang Bapa di Surga yang murah hati. Kerajaan Surga itu
diumpamakan dengan seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar dan mencari pekerja
untuk kebun anggurnya. Ia bertemu dengan para pekerja dan menyepakati upah
harian sebesar satu dinar. Pada pukul 9 pagi, pukul 12 siang, pukul 3 dan 5
petang tuan rumah itu berjumpa dengan para pekerja lain dan ia menyuruh mereka
pergi dan bekerja di kebun anggurnya dengan upah sesuai kesepakatan. Ketika
malam tiba ia membayar upah para pekerja. Ternyata semua mereka mendapat upah
yang sama yakni satu dinar. Padahal para pekerja berpikir bahwa semakin lama
bekerja tentu upah semakin besar, ternyata upahnya sama saja. Hal ini
menimbulkan rasa iri hati di antara para pekerja upahan itu. Tuan rumah itu
berkata, “Saudara, aku tidak berlaku
tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?
Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri
hatikah engkau, karena aku murah hati? Demikianlah orang yang terakhir akan
menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.”
Sabda Tuhan mengundang
kita untuk memahami bahwa logika dan perhitungan Tuhan itu sangat berbeda
dengan manusia. Tuhan Allah laksana tuan rumah, sang pemilik kebun anggur yang
keluar, mencari pekerja, menyepakati upah dan menyuruh mereka bekerja. Banyak
kali kita berpikir secara manusiawi seperti para pekerja yang berpikir bahwa
semakin lama bekerja upahnya semakin besar (Mat 20:10), tenyata Tuhan Allah
sebagai Bapa yang Mahabaik mengasihi semua orang apa adanya. Ia membayar upah
sesuai kesepakatan mereka. Ia berkata, “Mengapa engkau iri hati karena aku
murah hati” (Mat 20:15). Yah, ukuran dari kasih adalah “tidak” ada ukurannya!
Santo Bernardus pernah berkata, “Saya mengasihi karena kasih, saya mengasihi
untuk kasih”. Kasih adalah kasih karena Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16).
Pertanyaan yang muncul dari kisah
injil ini adalah adalah di manakah letak keadilan? Ternyata keadilan tetaplah
ditegakkan, “Aku akan membayar sesuai dengan kesepakatan kita” (Mat 20:4).
Allah selalu bersikap adil dan Ia memperlakukan kita sebagai anak-anakNya yang
berakal budi. Ia selalu sepakat dengan manusia. Dalam perumpamaan tentang
talenta, kita melihat bagaimana Tuhan begitu baik, mengambil talenta hamba yang
malas dan memberikan kepada hamba yang sudah memilikinya. Tuhan memang adil.
Cinta kasih tidak pernah bertentangan dengan keadilan, cinta kasih melebihi
segalanya (1Kor 13:5).
Allah itu laksana gembala
yang baik. Yehezkiel dalam bacaan pertama
melukiskan bagaimana umat Israel itu laksana domba-domba yang mengalami banyak
penyesatan. Para gembala lebih banyak menggembalakan dirinya sendiri dari pada
memperhatikan umatNya. Akibatnya kejahatan yang menguasai umatNya. Dengan
demikian Tuhan berjanji untuk menjadi gembala yang baik bagi mereka. Tuhan
berfirman, “Aku sendiri akan menuntun kembali domba-dombaKu dan senantiasa
mencari mereka”. Apapun kehidupan manusia, Tuhan selalu berlaku adil, cintaNya
kekal bagi seluruh umat kesayanganNya.
Sabda Tuhan hari ini membuka
wawasan kita akan nilai luhur cinta kasih dan kemurahan hati. Tuhan sendiri
menunjukkan cinta kasih dan kemurahan hatiNya kepada semua orang. Cinta kasih
ada di atas segalanya. Itu sebabnya semua orang yang diajak untuk berkarya di
kebun anggur, Ia sendiri yang mencari dan mengundang, menyepakati upah dan membayar
upah sesuai kesepakatan bersama. Domba-domba yang tidak lain adalah umatNya
tersesat tetapi Ia sendiri dengan cinta kasih dan kemurahan hati mencari dan menyelamatkan
mereka. Semua ini juga sedang dilakukan Tuhan bagi setiap pribadi. Nah, bagaimana
sikap Tuhan ini kita wujudkan dalam kebersamaan? Apakah kita hanya melihat
kelemahan orang tanpa melihat kebaikan mereka? Janganlah anda iri hati dengan
kebaikan dan kemurahan hati sesamamu!
Doa: Tuhan, terima kasih dan
syukur kepadaMu atas cinta kasih yang tiada batasnya bagi kami. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment