Hari Selasa Pekan Biasa ke-XXX
Rm. 8:18-25
Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6
Luk. 13:18-21
Selalu memiliki
harapan
Ada seorang pewarta dalam sebuah
persekutuan doa pernah berkata: “Hidup kita bermakna ketika kita memaknainya
dengan sebuah harapan yang pasti”. Saya tertarik dengan kata-kata sederhana
ini. Kita harus mengakui bahwa sangatlah
mudah kita kehilangan harapan daripada hidup dalam harapan. Ketika seseorang
kehilangan harapan dalam hidupnya ia akan bersikap seperti ini: menjauh dari
Tuhan, bersungut-sungut melawan Tuhan, tidak mendekatkan dirinya kepada sesama.
Saya mengingat penyair Inggris bernama Alexander Pope. Ia pernah berkata: “Pandanglah
hari ini. Kemarin sudah menjadi mimpi. Dan esok hari hanyalah sebuah visi.
Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi
kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai visi harapan.” Setiap pribadi selalu
memiliki harapan di dalam hidupnya.
St. Paulus dalam bacaan pertama
membagikan pengalamannya tentang sebuah harapan yang pasti dalam hidup setiap
pribadi. Ia memiliki keyakinan akan sebuah harapan seperti ini: “Sebab aku
yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan
kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Sebab dengan sangat rindu seluruh
makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan.” (Rm 8:18-19). Apakah anda
mengalami penderitaan tertentu? Kalau pertanyaan ini ditujukan kepada kita
secara pribadi maka dengan sangat jujur kita akan mengatakan selalu ada
pengalaman penderitaan. Ada yang menderita dalam membangun sebuah relasi antar
pribadi, ada yang menderita dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Orang
tidak boleh berhenti dalam pengalaman penderitaannya. Ia harus berusaha supaya
melihat penderitaan sebagai jalan masuk kepada kebahagiaan abadi. Kita mengalami
penderitaan namun Tuhan membukan jalan masuk untuk mengalami kebahagiaan di
saat Tuhan Yesus, sang Anak Allah menyatakan diri-Nya kepada kita secara pribadi.
Kita akan melihatnya dengan mata kita sendiri.
Kita perlu memiliki harapan akan
sesuatu yang terbaik di dalam hidup kita. Orang yang menderita sekalipun, kalau
ia menaruh karapannya kepada Tuhan maka ia akan mengalami kebahagiaan abadi. Santu
Paulus berkata: “Tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan
dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan
kemuliaan anak-anak Allah.” Harapan membuka jalan kepada keselamatan karena setiap
pribadi bersatu dengan Tuhan. Ia menjadi pribadi yang merdeka dari dosa dan salah
sehingga benar-benar menjadi anak Allah. Harapan ini memang sangatlah penting
bagi kita sebagai orang beriman. Santu Paulus lebih lanjut mengatakan: “Sebab
kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan
pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?
Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya
dengan tekun.” (Rm 8:24-25). Dasar pengharapan kristiani adalah ketika kita
siap untuk menderita bersama Kristus dan turut mati bersama Dia. Persekutuan
dengan Tuhan Yesus Kristus ini menjadi harapan untuk mengalami kemuliaan Bersama
Tuhan.
Lalu apa harapanmu selagi masih
berada di dunia ini? Ini juga menjadi sebuah pertanyaan bagi kita semua. Saya
merasa yakin bahwa banyak orang berharap untuk hidup bahagia sekarang dan nanti.
Kebahagiaan sekarang terwujud misalnya kebutuhan-kebutuhan hidup jasmani dan
rohani yang cukup. Kebahagiaan nanti adalah harapan akan hidup abadi di dalam
Kerajaan Allah. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini memberi perumpamaan
yang kontekstual tentang Kerajaan Allah. Pertama, Kerajaan Allah seumpama biji
sesawi. Biji sesawi memang kecil namun akan menjadi sebuah pohon besar di mana
burung-burung dapat bersarang di rantingnya. Kedua, Kerajaan Allah diumpamakan
dengan ragi. Ragi itu sedikit jumlahnya namun dapat mengembang ketika diaduk
sampai rata dalam tepung terigu untuk membuat roti. Bagi Yesus, Kerajaan Allah
memang mulai dari yang kecil namun akan menjadi besar. Mulanya hanya Yesus dan
para rasul pilihan-Nya, namun Kerajaan akan menjadi besar sampai ke ujung
dunia. Kita menyaksikan kenyataan saat ini bahwa Gereja berkembang di seluruh
jagat raya. Kata-kata Tuhan Yesus benar-benar menjadi nyata.
Paus Benediktus XVI mengajarkan tiga
hal penting tentang Kerajaan Allah. Pertama, Yesus sendiri adalah Kerajaan
Allah yang menjelman menjadi manusia. Kedua, Kerajaan Allah ada di dalam hati
manusia yang senantiasa berdoa untuk memohon datangnya Kerajaan Allah. Ketiga,
Gereja merupakan wujud nyata Kerajaan Allah di dalam sejarah manusia (Joseph Ratzinger,
Pope Benedict XVI, Jesus of Nazareth, Double Day, New York, USA, 2007), hal.
49-50. Pengajaran paus emeritus ini memberikan harapan dan optimisme kepada
kita bahwa Kerajaan Allah adalah saya secara pribadi sebagai Gereja yang hidup.
Untuk itu kita harus selalu memiliki harapan, apapun pengalaman hidup kita.
Mari kita membangun harapan yang
pasti dalam diri kita masing-masing. Tentu saja bukan sekedar harapan, namun
harapan sejati ada di dalam Tuhan. Dialah yang menganugerahkan iman, harapan
dan kasih (1Kor 13:13) kepada kita semua. Dialah kasih sejati maka yang paling
besar adalah kasih. Kerajaan Allah adalah Kerajaan kasih di mana Allah adalah
kasih mengasihi kita sampai tuntas.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment