Thursday, October 3, 2019

Homili 3 Oktober 2019

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXVI
Neh. 8:1- 4a,5-6,7b-12
Mzm. 19:8,9,10,11
Luk. 10:1-12

Untuk itulah engkau diutus

Saya pernah diundang oleh seorang Romo kepala paroki untuk merayakan Ekaristi di sebuah stasi terpencil. Perjalanan ke stasi itu dapat ditempuh selama dua jam dengan mobil. Ketika tiba di stasi itu umat sudah menanti gembalanya dengan penuh kerinduan di depan gereja. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan hanya kelihatan dua orang dewasa yaitu Bapa ketua dewan stasi dan istrinya. Mereka menyapaku dengan ramah dan mempersilahkan saya untuk merayakan Ekaristi hari Minggu. Saya sudah menduga bahwa mereka yang akan menerima komuni kudus adalah pasutri dewan stasi. Dan benar juga dugaan saya, saya memperhatikan dua hosti kecil dan satu hosti besar di atas patena. Di atas kredens ada air berkat yang akan dipakai untuk memberkati anak-anak yang belum menerima komuni kudus. Saya merayakan Ekaristi hingga tuntas dan kembali ke rumah dengan selamat. Namun wajah lelah bercampur rasa kesal nampak dengan jelas. Seorang Romo muda bertanya kepada saya mengapa saya mengekspresikan wajah lelah dan kesal? Saya menceritaka pengalaman pelayanan saya di hari Minggu itu. Ia memandangku dan berkata: “Romo Rektor, untuk itulah engkau ditahbiskan dan diutus!” Rasanya semakin kesal tetapi saya merasa seperti sebuah sapaan untuk menyadari keluhuran panggilan dan perutusanku sebagai gembala.

Pengalaman-pengalaman pastoral ini semakin mendewasakan diri saya dalam melayani Tuhan dan sesama. Banyak kali semua harapan dalam pelayanan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai seorang abdi memang siap untuk melayani karena merupakan wujud nyata panggilan, namun orang yang dilayani dapatlah menjadi ‘tantangan’ dalam mewujudkan sebuah panggilan dan pelayanan. Dapat terjadi juga sebaliknya. Orang-orang yang dilayani siap untuk melayani, namun pelayanannya tidak siap untuk melayani atau kalaupun melayani tidak sepenuh hati. Ini benar-benar tantangan dalam sebuah panggilan dan pelayanan masa kini.

Pada hari ini kita mendengar kisah perutusan para abdi sekaligus utusan Tuhan Yesus. Penginjil Lukas melaporkan bahwa Tuhan Yesus menunjuk tujuh puluh murid dan mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya. Mungkin kita bertanya, mengapa panggilan, penunjukkan dan perutusan harus berdua-dua? Para utusan ini mendahului Yesus maka mereka harus memberi kesaksian yang autentik. Kita mengingat dalam Kitab Perjanjian Lama dikatakan: "Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apapun atau dosa apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan.” (Ul 19:15). Maka para utusan ini tidak bersaksi atas dirinya sendiri tetapi bersaksi tentang Yesus Kristus.

Tuhan Yesus adalah seorang pendidik sejati. Ia memandang para murid yang siap diutus-Nya, dan urgensinya Kerajaan Allah yang sedang hadir di dunia ini. Ia berkata: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Luk 10:2). Kerajaan Allah itu sudah hadir dan begitu luas. Tuhan Yesus membutuhkan manusia sebagai rekan kerja-Nya di dalam Kerajaan Allah. Tuhan Yesus tahu bahwa Bapa memiliki para pilihan yang siap untuk melayani Kerajaan-Nya. Maka Ia dengan tepat mengatakan ‘mintalah kepada yang empunya tuaian’. Tentu saja yang empunya tuaian adalah Tuhan sendiri dan ‘limited edition’. Tuhan sendiri yang akan memberi pekerja asalkan Gereja berani berdoa, meminta kepada Tuhan yang empunya pekerja-pekerja.

Para pekerja yang siap untuk menuai adalah milik Tuhan dan bekerja atas nama Tuhan. Mereka siap diutus dan harus memiliki karakter yang kuat, tegas dan berwibawa sebab mereka akan diutus sama seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Penderitaan dan kemartiran ada di depan mata mereka. Kapan saja mereka dapat menumpahkan darahnya karena cinta kepada Yesus. Di samping karakter yang kuat, Tuhan Yesus juga memberikan anjuran-anjuran yang intinya adalah menjadi abdi dan utusan yang bebas di hadirat Tuhan. Sebab itu mereka harus menunjukkan kesederhanaan hidup, tidak kuatir akan apa yang akan mereka makan dan minum atau berpakaian. Mereka tidak perlu memberi salam sebab mereka akan lupa pada tujuan perutusan mereka. Misi para abdi dan utusan adalah mewartakan kasih dan damai kepada semua orang.

Para abdi dan utusan ini haruslah konsisten untuk mewartakan Kerajaan Allah. Mereka makan apa saja yang dihidangkan tanpa perlu memilih apalagi membanding-bandingkan makanan dan minuman. Mereka siap untuk menyembuhkan orang-orang sakit dan memperhatikan kaum papa miskin. Ini adalah optio fundamental pelayanan seorang abdi dan utusan Tuhan. Menjala manusia berarti menjadi manusia sejahtera lahir dan bathin. Manusia harus menjadi sungguh-sungguh manusia yang beriman kepada Tuhan tetapi juga memiliki karakter yang kuat sebagai anak-anak Allah. Itulah sebabnya mereka juga harus berani mengambil keputusan manakala ada kesulitan dan penolakan terhadap Kerajaan Allah dan kehidupan mereka sebagai abdi dan utusan.

Satu hal lain yang patut direnungkan oleh para abdi dan utusan Tuhan adalah mewartakan sabda Tuhan dalam hidup mereka. Untuk dapat mewartakan Sabda Tuhan maka orang harus siap untuk mendengar, membaca dan merenungkannya di dalam hidupnya. Dalam Kitab Nehemia, kita mendapat gambaran tentang ‘Lectio Divina’ yang dilakukan umat Allah setelah mereka kembali dari Babilonia. Mereka memiliki kerinduan untuk mendengar sabda dan memahaminya. Tanggapan positif sebagai orang yang mendengar sabda adalah manyatakan iman dan kepercayaan dengan perkataan ‘Amin!’ Selanjutnya mereka menjadi rasul yang mewartakan sabda kepada sesama yang lain.

Pada hari ini kita perlu menyadari tugas panggilan dan perutusan kita. Masing-masing kita memiliki panggilan yang berasal dari Tuhan. Kalau Tuhan memanggilmu untuk menjadi bapa dan ibu atau orang tua maka jadilah yang terbaik. Kalau Tuhan memanggilmu untuk menjadi anak maka jadilah anak yang terbaik dalam hidupmu. Kalau Tuhan menghendaki engkau menjadi imam, biarawan dan biarawati maka jadilah yang terbaik sebab Gereja telah mendoakan, dan Tuhan mengutusmu menjadi abdi dan utusan-Nya. Bersyukurlah atas panggilan dan perutusanmu saat ini.

PJ-SDB  

No comments:

Post a Comment