Kekuatan sebuah
cinta
Merenung tentang kekuatan sebuah
cinta. Saya teringat pada Erich Fromm. Penulis buku ‘The Art of Loving’ ini menulis:
“Cinta adalah kekuatan aktif yang bersemayam dalam diri manusia; kekuatan yang
mengatasi tembok yang memisahkan manusia dengan sesamanya, kekuatan yang
menyatukan manusia dengan yang lainnya.” Cinta bukan hanya sekedar sebuah kata
tanpa makna tetapi benar-benar memiliki sebiah kekuatan aktif dalam diri kita.
Kekuatan yang menyatukan bukan memisahkan. Dalam buku yang sama, Fromm menulis:
“Cinta pertama-tama bukanlah hubungan dengan pribadi tertentu; cinta adalah
sikap, suatu orientasi karakter yang menentukan jalinan seorang pribadi dengan
dunia secara keseluruhan, bukan pada objek cinta.”
Santu Paulus dalam suratnya kepada
jemaat di Roma, menulis: “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun
juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi
sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat.” (Rm 13:8). Apakah saya
mengasihi sesamaku? Kalau hari ini saya belum mengasihi sesama saya maka apa
yang harus saya lakukan? Ada satu jawaban yang pasti yakni kembalilah kepada cinta.
Cinta adalah segalanya. Untuk menjadi pribadi yang mampu mencintai maka kita
perlu dan harus hidup seperti ini: “Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan
mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam
firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Rm
13:9). Ada kesadaran bahwa manusia itu berdosa sehingga ia membutuhkan kasih
dan kerahiman Allah. Satu hal yang indah dari kasih adalah bahwa kasih itu tidak
berbuat jahat terhadap sesama manusia.
Cinta itu begitu indah. Keindahan
cinta itu diungkapkan oleh Mahatma Gandi, ketika berkata: “Cinta tidak pernah
menuntut, cinta selalu memberi. Cinta selalu menderita, tanpa pernah meratap,
tanpa pernah mendendam.” Ada sebuah logika cinta yang indah disini: cinta itu
tidak menuntut tetapi selalu memberi. Wah, banyak orang suka menuntut tetapi
sulit untuk memberi. Mereka tidak mau berkurban demi cinta. Ini merupakan kelemahan
cinta dalam diri manusia. Ini berarti Tuhan belum bersemayam di dalam dirinya.
Saya menutup peremenungan ini
dengan mengingat sebuah ungkapan seperti ini: “Simbol dari cinta bukanlah hati
sebab hati dapat hancur ketika saudara maut menjemput. Simbol cinta adalah
salib, sebab Dia yang tersalib itu tidak pernah berhenti mencintai kita.” Cinta
kasih Kristus itu abadi. Pada salib-Nya kita mengenal cinta sejati Tuhan. Pada
salib Kristus, kita menimba kekuatan cinta.
PJ-SDB
No comments:
Post a Comment