Wednesday, January 29, 2020

Homili 29 Januari 2020

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-III
2Sam. 7:4-17
Mzm. 89:4-5,27-28,29-30
Mrk. 4:1-20

Merenungkan Penyertaaan Tuhan

Saya selalu memiliki kenangan manis pada setiap tanggal 29 Januari. Ada dua peristiwa di dalam hidupku yang sangat membantu saya untuk percaya akan adanya penyertaan Tuhan. Peristiwa pertama, 29 Januari 1999 merupakan hari istimewa karena saya mengikrarkan kaul kekal di dalam Kongregasi Salesian Don Bosco. Selama sepekan yakni tanggal 23-29 Januari 1999 kami mengadakan retret tahunan di Bukit Sabda Bahagia, Galilea,Israel. Pada saat misa penutupan bersama dua konfrater saya yakni Jose de Sa’ dan Nicanor Martinez mengikrarkan kaul kekal sebagai Salesian selama-lamanya. Peristiwa kedua, tanggal 29 Januari 2004 terjadi penyerahan tanah sekitar 10H dari pihak Paroki St. Arnoldus Yansen, Tambolaka, kepada pihak Salesian Don Bosco. Hadir dalam penyerahan tanah ini, Mgr. Kherubim Pareira, SVD selaku Uskup Keuskupan Weetabula dan Pater Alo Logos, SVD (alm) selaku Pastor Paroki St. Arnoldus Yensen, Tambolaka. Dari pihak Salesian Don Bosco, hadir Pater Jose Carbonell, SDB selaku Ekonom Salesian Don Bosco Indonesia dan Timor Leste (ITM), juga Pater Andres Calleja, SDB selaku penanggungjawab komunitas SDB, Sumba. Tokoh-tokoh umat yang hadir menyaksikan upacara ini adalah Bapak Alex Malo Masa, Bapak Frans Malo dan umat Stasi Weepengali. Kedua peristiwa ini menunjukkan penyertaan Tuhan yang saya alami dan bagi saya merupakan mukjizat kehidupan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membuka wawasan kita untuk mengerti dengan baik penyertaan Tuhan di dalam hidup kita. Mungkin saja kita tidak menyadarainya atau kita lupa tetapi Tuhan tidak pernah berhenti menyertai kita. Dalam bacaan pertama Tuhan membuka pikiran Raja Daud bahwa Ia sendiri yang menyertainya. Ketika itu Raja Daud begitu bahagia karena dapat menjemput Tabut Perjanjian dan meletakkannya di dalam sebuah tenda yang sudah disiapkan. Selanjutnya, Tuhan berfirman melalui Natan untuk menyampaikan kepada raja Daud tentang rencana Daud untuk mendirikan rumah bagi Tuhan. Tuhan hendak menyadarkan Daud bahwa dia hanyalah manusia biasa saja dan tidak perlu memikirkan hal-hal yang muluk-muluk bagi Tuhan. Hal terpenting yang harus disadari Daud adalah penyertaan Tuhan sepanjang hidupnya. Sebab itu Tuhan menegaskan melalui nabi Nathan bahwa Ia tidak pernah berdiam di dalam rumah. Ia justru mengembara dari kemah-kemah sambal menyertai umat Israel dalam perjalanan dari Mesir ke tanah Kanaan.

Untuk lebih menyadarkan Daud maka Tuhan mengingatkannya akan peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya sebagai tanda penyertaan Tuhan baginya. Pertama, Tuhan mengingatkan Raja Daud saat-saat pertama Tuhan mengambilnya dari padang gurun sebagai seorang gembala kambing domba dan menjadikannya sebagai raja atas umat Israel. Kedua, Tuhan telah menyertai raja Daud di segala tempat yang dijalaninya dan para musuh ditaklukan Tuhan baginya. Ketiga, Tuhan membesarkan nama Daud di atas bumi ini. Keempat, Tuhan berjanji untuk menganugerahkan keturunan bagi Daud, di mana anak kandungnya sendiri akan mengokohkan kerajaannya. Anak kandung raja Daud inilah yang akan mendirikan rumah bagi nama Tuhan Allah. Allah sendiri akan menjadi Bapa dan ia menjadi Putra-Nya. Kelima, Tuhan akan tetap menunjukkan kasih setia-Nya kepada raja Daud. Takhta Daud menjadi kokoh selama-lamanya.

Kita melihat relasi antara Tuhan dan raja Daud begitu akrab. Tuhan tetaplah menjadi tokoh utama yang memiliki rencana untuk menyertai umat kesayangan-Nya. Dari Tuhan kita belajar bahwa Ia selalu memiliki rencana yang indah, sebuah pendekatan pertama kepada manusia. Manusia selalu berpikir bahwa mereka menyertai Tuhan, padahal bukanlah demikian. Daud boleh berencana bahwa ia akan mendirikan rumah bagi Tuhan, tetapi Tuhan mengatakan bahwa Dialah yang akan mendirikan rumah bagi Diri-Nya sendiri. Rumah itu akan didirikan oleh Putera Daud yang mana Allah sendiri akan menjadi Bapa-Nya dan Ia menjadi Putera. Perkataan Tuhan ini membuka matai man kita akan Yesus sebagai Anak Daud. Dialah yang akan menjadi bait Allah yang hidup, yakni Tubuh-Nya sendiri (Yoh 2:21).

Tuhan tetap menyertai umat-Nya melalui Sabda-Nya. Kita akan memiliki relasi yang mendalam dengan Yesus kalau kita mampu mendengar, merenungkan dan melakukan Sabda di dalam hidup ini. Melalui perumpamaan tentang seorang penabur di dalam bacaan Injil hari ini, kita dibantu oleh Tuhan untuk memiliki kesadaran bahwa Sabda Tuhan itu menuntun dan mendampingi kita untuk menghasilkan buah-buah Sabda dalam hidup yang nyata. 

Tuhan Yesus sedang berada di sekitar danau Galilea. Ia menceritakan tentang seorang penabur yang keluar untuk menabur benih sesuai kehendaknya. Ada benih yang jatuh di pinggir jalan, di atas batu yang tipis tanahnya, di semak duri dan di tanah yang subur. Suasana benih itu juga berbeda-beda sesuai mediumnya: beinh yang jatih di pinggir jalan itu kelihatan sehingga cepat sekali dimakan oleh burung-burung. Benih yang jatuh di atas batu itu cepat bertumbuh, namun cepat juga mati karena tidak berakar. Benih yang jatuh di antara semak duri memang bertumbuh tetapi dihimpit sehingga mati dan tentu tidak menghasilkan buah. Benih yang hatuh di tanah yang baik akan bertumbuh subur sehingga menghasilkan buah yang berlimpah yakni tiga puluh, enam puluh dan seratus kali lipat.

Para murid tentu merasa bingung dengan perumpamaan ini meskipun sebenarnya sangat kontekstual. Maka mereka meinta penjelasan dari Yesus: Penabur adalah Tuhan dan yang ditaburkan adalah Sabda-Nya. Orang-orang dipinggir jalan tempat Sabda ditaburkan adalah orang yang mendengar sabda lalu iblis datang dan merampasnya di dalam hidup mereka. Benih yang ditaburkan di atas tanah berbatu itu orang yang mendengar sabda, menerimanya namun tidak berakar sehungga kalau ada penindasan maka mereka cepat murtad. Benih yang ditabur di semak duri itu orang yang mendengar Sabda namun hidupnya penuh dengan kakuatiran, tipu daya kekayaan dan keinginan duniawi sehingga benih itu tidak berbuah. Benih yang ditabur di tanah yang baik itu orang yang mendengar sabda, menerima dan melakukannya dengan sempurna sehingga menghasilkan buah yang berlimpah.

Benih sabda Tuhan ini dapat berbuah karena Tuhan sendiri menabur dan menjaganya. Tuhan sendiri yang menyertai umat-Nya yang mendengar Sabda sehingga menghasilkan buah yang berlimpah. Bagaimana dengan kita? Apakah kita memiliki tempat yang subur bagi pertumbuhan Sabda? Apakah Sabda yang kita dengar di dalam hidup ini menghasilkan buah yang berlimpah bagi Kerajaan Allah?

PJ-SDB

No comments:

Post a Comment