Wednesday, February 15, 2012

Renungan 15 Pebruari 2012



Yak 1:19-27; Mzm 15:2-3ab.3cd-4ab.5; Mrk 8:22-26


Proses Pertobatan yang bertahap


Setiap kali mendengar pembacaan Kitab Suci di dalam Ekaristi, selalu ada dialog istimewa. Kalau bacaannya bukan bacaan Injil selalu diakhiri dengan kalimat: “Demikianlah Sabda Tuhan”, dan umat menjawab, “Syukur kepada Allah”. Kalau bacaannya dari bacaan Injil maka kadang diakhiri dengan kalimat ini: “Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya”, dan umat menjawab,”SabdaMu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami”. Mungkin ungkapan-ungkapan seperti ini sudah mahir diucapkan sehingga tidak memiliki makna lagi.


Yakobus hari ini mengajak kita semua untuk menjadi Pelaksana Sabda bukan hanya sebagai Pendengar Sabda. Kalau orang hanya mendengar Sabda dan tidak melakukannya, dia seumpama orang yang memandang sebuah cermin dan mengamat-amati wajahnya. Sesudah memandang dirinya, ia pergi meninggalkan cermin dan melupakan semua yang dilihatnya di cermin. Sikap mendengar Sabda hendaknya menjadi nyata dalam tindakan hidup. Apa yang didengar diungkapkan dalam perbuatan nyata. Itulah sebuah ibadah sejati dan kudus yakni perbuatan kasih kepada para yatim piatu, para janda,  dan kekudusan diri sendiri.


Perbuatan kasih dilakukan Yesus dalam Injil kepada seorang buta di Betsaida. Proses penyembuhannya unik: Yesus memegang tangannya, membawanya keluar kampung, meludahi matanya, dan meletakan tangan pada mata si buta sebanyak dua kali. Orang buta ini tidak melihat namun dia percaya bahwa Tuhan Yesus akan melakukan sesuatu yang baik baginya. Dia berbeda dengan para murid yang sehari-hari melihat Yesus dan karyaNya namun belum sepenuhnya percaya. Maka poin penting di sini bukan pada penyembuhan matanya yang buta tetapi proses pertobatan yang bertahap yang dilakukan Yesus terhadap si buta ini. Pertobatan bertahap ini juga hendaknya menjadi bagian dari setiap murid Yesus.


Sabda Tuhan adalah pelita bagi kaki dan terang bagi jalan setiap orang. Oleh karena itu kemampuan untuk mendengar Sabda hendaknya sejalan dengan kemampuan untuk melakukan Sabda di dalam hidup. Artinya mendengar Sabda harus sinkron dengan kehidupan yang nyata. Misalnya dengan mendengar ajaran cinta kasih maka setiap pribadi harus melakukannya dalam perbuatan kasih. Perbuatan kasih ini juga akan membantu proses pertobatan diri secara bertahap. Dengan demikian kita semakin peka terhadap diri sendiri dan juga terhadap sesama lain. Apakah Sabda Tuhan hanya dibaca, didengar, direnungkan dan lupa dilakukan atau? Pikirkanlah dalam dirimu! 


PJSDB

No comments:

Post a Comment