Sunday, April 15, 2012

Homili Hari Minggu Paskah II/B

Hari Minggu Kerahiman Ilahi/Paskah II
Kis 4:32-35
Mzm 118:2-4.16ab-18.22.24 
1Yoh 5:1-6 
Yoh 20:19-31

Mewujudkan Gereja Sebagai Komunitas Sehati dan Sejiwa

Bob Butler adalah seorang Veteran Amerika. Ia mengalami kecelakaan ranjau selama bertugas di Vietnam pada tahun 1965. Kakinya hancur dan dia diselamatkan oleh seorang gadis Vietnam. Gadis itu menguatkannya dengan berkata, “Tenanglah, anda pasti selamat. Saya akan menjadi kakimu sehingga selamatlah engkau.” Dengan tertatih-tatih gadis itu menarik Butler ke hutan dan terlindung sebelum bala bantuan datang dari sesama militer Amerika. Pengalaman ini diingat terus hingga suatu saat Butler mendengar sebuah jeritan seorang ibu dari rumah tetangga. Butler segera mengendarai kursi rodanya menuju ke sumber jeritan ibu itu. Namun Butler mengalami halangan semak yang tinggi sehingga kursi rodanya tidak bisa lewat. Ia turun dari kuris roda dan merayap ke arah jeritan ibu itu. Sesampai di sana ia melihat ada seorang gadis kecil yang lahir tanpa lengan sedang berada di dalam kolam dan perlahan tenggelam. Ibunya tidak tahu berenang. Maka tanpa dikomando Butler melompat dan menyelamatkan gadis itu. Ia mengangkatnya ke pinggir kolam, memberi napas buatan dan selamatlah anak itu. Butler berkata, “Tenanglah anak, saya sekarang menjadi tangan yang menolong dan menyelamatkan.” Anak tanpa lengan itu diselamatkan oleh seorang veteran sebelah kaki. Saya teringat Luciano de Crescenzo yang pernah berkata bahwa hidup kita sebagai manusia itu ibarat malaikat yang bersayap sebelah. Apabila kita saling membantu maka kita juga dapat terbang bersama. Berbagi dan bertolong-tolonglah sebagai saudara.

Kisah sederhana di atas menginspirasikan kita untuk memahami pesan Tuhan lewat bacaan-bacaan suci pada hari Minggu ini. Lukas, sang penulis Kisah Para Rasul menceritakan kepada kita bagaimana perkembangan awal Gereja purba. Setelah dikuatkan oleh Roh Kudus, para rasul memiliki keberanian untuk mewartakan Kristus yang bangkit. Petrus dan Yohanes berani untuk mewartakan kebangkitan Kristus kepada kaum Yahudi di Yerusalem. Mereka berdua juga dimampukan oleh Tuhan untuk menyembuhkan seorang lumpuh sehingga dapat berjalan. Petrus berkata, “Emas dan perak tidak kupunyai tetapi dalam nama Yesus, berdiri dan berjalanlah!” (Kis 3:6). Ini sungguh menjadi kekuatan yang dashyat karena meskipun Petrus dan Yohanes ditangkap dan diadili ternyata kuasa Tuhan jauh melampaui segalanya. Kedua rasul ini dilarang untuk mengajar atau berbicara tentang nama Yesus dari Nazaret, namun semakin dilarang, mereka semakin berani mengatakan bahwa Kristus telah bangkit. Dialah batu yang dibuang dan sekarang menjadi batu sendi. Di bawah kolong langit hanya ada satu nama yang menyelamatkan yaitu nama Yesus. Mereka akan tetap tegar mewartakan apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari Yesus. Pokok-pokok pewartaan Petrus dan Yohanes ini turut membuat orang berniat untuk bergabung sebagai orang yang percaya kepada Yesus dari Nazaret. Jumlah mereka bertambah banyak.

Para pengikut Yesus dari Nazaret dengan bantuan para rasul, mencoba membentuk sebuah wadah dengan kekhasan tertentu, yang tentunya berbeda dengan situasi umum di Yerusalem saat itu dengan Yahudi sebagai agama negara. Para umat beriman yang nantinya dikenal dengan nama Gereja perdana di Yerusalem berusaha mewujudkan satu semangat baru yakni kesatuan hati dan jiwa. Kesatuan hati dan jiwa ditandai dengan  sikap saling bertanggung jawab satu sama lain sebagai saudara. Mereka semua tidak mengalami kekurangan dan  kesulitan karena mereka saling berbagi. Tidak ada seorang pun yang berkata bahwa sesuatu kepunyaan adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan milik bersama. Mereka hidup dalam kasih karunia yang berlimpah-limpah.


Yohanes dalam Bacaan kedua mengatakan bahwa setiap orang yang percaya bahwa Yesus adalah Kristus lahir dari Allah. Setiap orang yang mengasihi Allah Bapa pasti mengasihi Yesus sang Putera. Dan tanda nyata dari kasih kepada Allah adalah melakukan segala perintah-perintah Tuhan. Perintah-perintah Tuhan ditaati oleh orang yang memiliki iman. Logika yang dipakai Yohanes adalah dengan menaruh kasih sayang kepada sesama secara nyata dengan sendirinya akan menjadi saksi iman akan Kristus.

Penginjil Yohanes dalam bacaan Injil mengisahkan tentang penampakan Yesus di tengah para muridNya. Ketika para murid berkumpul dalam satu komunitas yang masih diliputi oleh suasana ketakutan maka Yesus hadir di tengah-tengah mereka dan berkata: “Shalom” atau "damai sejahtera bagi para rasulNya".  Ia menunjukkan tangan dan lambungNya kepada para muridNya. Ini tentu menjadi sukacita tersendiri bagi mereka. Selain mengucapkan shalom, Yesus juga memberikan Roh Kudus sebagai inspirator perutusanNya: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni dan jikalau kamu menyatakan bahwa dosa orang tetap ada dosanya tetap ada”. (Yoh 20:23). Ayat ini merupakan ayat penting sebagai dasar biblis sakramen Tobat terutama untuk menjawab pertanyaan mengapa harus mengaku dosa kepada Tuhan melalui pastor.

Kehadiran Yesus di tengah-tengah komunitas merupakan satu tanda sukacita. Setiap murid merasakan kebahagiaan dan berani bersaksi: “Kami telah melihat Tuhan”. Masalah yang muncul adalah pada pilihan pribadi untuk percaya pada Tuhan atau tidak percaya atau juga ragu-ragu. Thomas  yang disebut Didimus adalah salah seorang murid yang mau melihat dulu baru percaya: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukan tanganku ke dalam bekas paku itu, dan mencucukan tanganku ke dalam lambungnya, sekali-kali aku tidak percaya.” Tentu kita mungkin cepat-cepat menyatakan protes kepada Thomas dan mengatakan ia kurang percaya Yesus. Thomas sebenarnya adalah rasul yang pintar dan tidak mudah percaya pada perkataan orang lain. Iman itu anugerah pribadi Tuhan bukan kolektif atau karena yang lain percaya maka saya juga percaya.

Ada dua hal yang kiranya perlu kita ketahui untuk memahami Thomas. Thomas ketika mendengar tentang penampakan Yesus, ia memilih tidak percaya karena baginya kita tidak boleh dengan mudah memisahkan penderitaan Kristus dan kebangkitanNya. Penderitaan dan kebangkitan adalah satu kesatuan. Thomas juga melihat bahwa pertumbuhan iman itu sifatnya pribadi bukan kolektif. Yesus memahami Thomas tetapi Dia mencoba mengingatkannya secara umum untuk direnungkan oleh seluruh Gereja, “Berbahagialah yang tidak melihat namun percaya.” Tuhan Yesus juga menguatkan Thomas sehingga dia dapat mengakuiNya: “Ya Tuhanku dan Allahku”.

Sabda Tuhan pada hari Minggu kerahiman ilahi ini mengarahkan kita pada beberapa aspek fundamental kehidupan rohani:

Pertama, Merasakan kerahiman Tuhan. Hari Minggu ini merupakan Hari Minggu Kerahiman Tuhan. Yesus bersabda melalui santa Faustina: “Aku mau supaya ada Pesta Kerahiman. Aku mau supaya gambar itu diberkati secara mulia pada hari Minggu pertama sesudah Paska. Hari Minggu ini harus menjadi Pesta Kerahiman.” Permintaan ini disampaikan oleh Yesus kepada St. Faustina dari Polandia pada penampakan-Nya tanggal 22 Februari 1931. Permintaan Yesus ini baru terwujud pada tahun 2000, ketika Bapa Suci Yohanes Paulus II menetapkan Hari Minggu setelah Minggu Paskah sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Sejak saat itu Gereja universal secara resmi merayakan Pesta Kerahiman ilahi.

Merayakan Minggu kerahiman ilahi membuat kita menyadari kasih Allah yang tiada batasnya dan terus menerus mengalir di dalam kehidupan kita. Apa yang harus kita lakukan: terus melanjutkan praktek kesalehan dengan mendoakan doa koronka setiap jam 3 soreh. Kita juga menghayati Kerahiman Tuhan dengan selalu meminta kepada Tuhan Yesus belas kasihNya, Kita juga berbelas kasih kepada sesama dan secara penuh kita percaya bahwa Tuhan akan berbelas kasih dengan kita.

Kedua, Semangat gereja perdana yakni cor unum et anima una! Semangat sehati dan sejiwa sebagai satu komunitas persaudaraan di dalam Gereja. Bacaan-bacaan suci pada hari ini membuka pikiran kita untuk tidak boleh berhenti berbuat baik. Kita justru harus tetap berbuat baik dengan membangun rasa kasih sayang kepada semua orang. Semangat berbagi dikonkretkan di dalam hidup dan membuat semua orang menerima berkat yang terus menerus dari Tuhan.


Ketiga, Keluhuran Sakramen Tobat. Sakramen Tobat menjadi sakramen pendamaian dengan Tuhan dan sesama. Tuhan Yesus berkata: “Kalau kamu mengatakan dosa orang diampuni maka pasti diampuni tetapi kalau dikatakan tetap ada dosa maka dosanya tetap ada". Sakramen tobat menjadi sakramen di mana kita merasakan kerahiman Tuhan.

Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau mempersatukan setiap pribadi yang berbeda-beda menjadi saudara yang sehati dan sejiwa. Engkau juga menjiwai kami semua dengan cinta kasihMu untuk mentaati perintah-perintahMu. Buatlah kami menjadi pribadi-pribadi yang sederhana, terbuka dan setia dalam menghayati iman kami. Buatlah kami juga berani berseru kepadaMu, "Ya Tuhanku dan Allahku"! Amen

PJSDB

No comments:

Post a Comment