Sunday, September 9, 2012

Homili Hari Minggu Biasa ke XXIII/B

Hari Minggu Biasa ke XXIII
Yes 35:4-7a
Mzm 146:7.8-9a.9b-10
Yak 2:1-5
Mrk 7:31-37

Ia menjadikan segala-galanya baik!

Hari ini kita memasuki hari Minggu Biasa ke XXIII tahun B. Tema perayaan Ekaristi hari ini adalah “Ia menjadikan segala sesuatu baik.” Tema ini mengundang kita untuk merenungkan pikiran Tuhan yang terungkap dalam kisah penciptaan dunia dan isinya. Setiap kali Tuhan menyelesaikan satu ciptaan, selalu ada ungkapan, “Allah melihat bahwa semuanya baik” (Kej 1:4.10.12.18.21.25.31). Ungkapan yang kiranya terbaik adalah, “Maka Allah melihat segala yang dijadikanNya itu sungguh amat baik” (Kej 1:31). Dengan ungkapan ini kita semua mendapat gambaran bahwa di dalam rencanaNya, Allah hendak menjadikan segalanya baik adanya. Dia tidak pernah menghendaki kejahatan yang mengakibatkan kehancuran bagi segala ciptaanNya. Namun demikian, ketika manusia pertama menyalahgunakan kebaikan Tuhan dan kebebasan pribadinya maka mereka jatuh ke dalam dosa. Sejak saat itu rencana Tuhan yang semula adalah kebaikan bagi manusia berubah. Di pihak Tuhan, Ia tetap menghendaki dan tetap melihat segalanya baik tetapi di pihak manusia dirinya diselimuti kejahatan dan dosa. Maka Tuhan membaharui janjiNya untuk membaharui segala ciptaanNya di dalam Yesus PuteraNya.

Gambaran-gambaran tentang kebaikan Tuhan diwartakan di dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Di dalam Bacaan pertama pada hari ini, Nabi Yesaya berusaha menyadarkan umat Israel yang sedang mengalami pembuangan di Babel bahwa pada suatu kesempatan mereka akan mengalami kebaikan Tuhan. Tuhan berfirman melalui nabi Yesaya, “Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati, kuatkanlah hatimu, jangan takut! Lihatlah Allahmu akan datang dengan pembalasan dan ganjaran. Ia sendiri datang untuk menyelamatkan kamu!” Orang-orang Israel adalah orang yang tawar hati, orang yang keras hati seperti yang pernah dilakukan nenek moyang mereka di Masa dan Meriba (Kel 17:7; Mzm 95:8) sehingga mereka memang layak mengalami penderitaan di Babel. Namun Tuhan tidak membiarkan mereka selamanya di sana. Tuhan berjanji melalui Yesaya dan para nabi lainnya bahwa Ia sendiri yang akan datang untuk menolong mereka. Itulah kehebatan Allah kita yaitu Dia sendirilah penolong kita (Kel 18:4; Ul 33:7; Mzm 10:14; 30:10; 33:20; 54:4146:5). 

Apa kiranya tanda-tanda yang dipakai Tuhan untuk membuktikan diriNya sebagai penolong? Melalui Yesaya Allah berjanji: “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, telinga orang-orang tuli akan dibuka. Orang lumpuh akan melompat seperti rusa, orang bisu akan bersorak sorai. Mata air akan memancar di padang gurun, Sungai mengalir di padang belantara. Tanah pasir menjadi kolam, tanah gersang menjadi sumber-sumber air.” Lihatlah bahwa semuanya ini mengingatkan kembali rencana Tuhan semula yang memandang segala citptaan baik adanya. Ada keharmonisan alam ciptaanNya sendiri. Kiranya dunia macam ini yang menjadi dambaan banyak orang: manusia sehat jasmani dan rohani, alamnya memilki tatanan yang baik dan teratur.

Semua yang dikatakan oleh Tuhan melalui Yesaya juga disempurnakan oleh Yesus. Dalam bacaan Injil hari ini, Markus mengisahkan bahwa Yesus meninggalkan daerah orang kafir yaitu Tirus dan Sidon dan masuk daerah Galilea. Secara Geografis kita langsung memahami rencana Tuhan yakni bahwa keselamatan itu ditawarkan secara universal bagi semua orang. Jadi baik orang di luar komunitas Yahudi maupun di dalamnya, Tuhan punya kuasa untuk menyelamatkan. Secara geografis dapat juga dikatakan bahwa keselamatan itu seperti peralihan dari hidup dalam derita kepada kebahagiaan. Di bacaan pertama kita menemukan keselamatan itu sebagai peralihan dari Babel ke Sion, di bacaan Injil dari Tirus dan Sidon ke Gaplilea.

Di daerah Galilea ini orang (tanpa nama) membawa seorang yang sakit tuli dan gagap kepada Yesus untuk disembuhkan. Mereka memohon Yesus untuk meletakkan tangan (artinya memberkati) si sakit ini. Yesus memisahkan dia dari orang banyak dan berlaku sebagai tabib: memasukan jari ke dalam telinga orang itu, meludah dan merabah lida orang itu, menengada ke langit, menarik napas dan berteriak Efata artinya terbukalah”. Orang itu menjadi sembuh dan meskipun Yesus melarang mereka untuk tidak menceritakan mujizat ini tetapi orang semakin berani bercerita tentang Yesus. Semua orang berkata, “Ia menjadikan segalanya baik! Yang tuli dijadikanNya mendengar, yang bisu dijadikanNya berbicara”.

Kita melihat bahwa Yesus menghendaki sebuah tatanan hidup yang teratur dan baru. Ada dua hal yang patut kita renungkan bersama. Pertama, Yesus menghendaki sebuah relasi yang mendalam dan sifatnya pribadi. Orang yang sakit ini kelihatan pasif, diantar orang kepada Yesus. Yesus menyembuhkannya ketika mereka berdua sendirian. Artinya relasi pribadi dengan Yesus harus betul-betul ada. Membiarkan Yesus berbicara dan bekerja untuk masing-masing pribadi. Kedua, Apa yang dilakukan Yesus dengan si sakit seperti perjalanan seorang katekumen sampai menerima sakramen pembaptisan. Ia diantar orang banyak (umat) untuk bertemu dengan Yesus. Ketika dibaptis orang secara pribadi juga telinganya dibuka dan mulutnya pun di buka. Untuk apa? Untuk mendengar Sabda Yesus dan mewartakannya. Tugas orang dibaptis adalah mendengar Yesus dan mewartakan SabdaNya.

Apa tugas lain dari orang orang yang dibaptis atau orang yang diselamatkan oleh Yesus? St. Yakobus dalam bacaan kedua merumuskan tugas-tugas yang kiranya tepat untuk kita lakukan. Pertama, Iman dihayati dalam cinta kasih persaudaraan. Jadi iman itu jangan dihayati dengan memilah-milah atau memandang muka. Misalnya, orang kaya diprioritaskan sedangkan orang miskin disingkirkan. Di mata Tuhan semua orang sama maka iman dihayati dalam cinta kasih kepada semua orang tanpa memandang siapakah orang itu. Tuhan juga menebus manusia tanpa memandang apakah orang asing atau orang Yahudi. Semua dilihatNya baik adanya. Kedua, Keberpihakan Allah pada kaum papa dan miskin. Orang-orang yang dibaptis memiliki satu tugas mulia yaitu melayani kamu papa dan miskin. Gereja purba menghayatinya dalam semangat sehati dan sejiwa (Kis 2:46; Rom 12:16; 1Kor 1:10; 2Kor 13:11). Kalau di dalam komunitas mereka bisa sehati sejiwa maka mereka juga akan mampu keluar dan melayani kaum papa dan miskin.

Saya mengakhir homili ini dengan mengutip Max Lucado dalam bukunya, “You Change My life”. Ia menulis, “Aku memilih bersikap baik kepada orang miskin karena mereka hidup sendirian. Aku akan bersikap baik kepada orang kaya karena mereka ketakutan. Aku juga bersikap baik kepada yang jahat karena seperti itulah Allah memperlakukan diriku.”

Doa: Tuhan, syukur dan terima kasih kepadaMu karena Engkau menjadikan segalanya baik bagiku. Amen

PJSDB

No comments:

Post a Comment