Hari Sabtu Pekan Biasa XXXI
Flp 4: 10-19
Flp 4: 10-19
Mzm 112:1-2.5-6.8a.9
Luk 16:9-15
Apakah anda juga memiliki rasa syukur?
Leo lahir di Toscana, Italia dari
sebuah keluarga bangsawan kaya pada tahun 391. Pada tahun 431, saat masih
sebagai Diakon, Ia diutus oleh Paus Sirilius untuk meluruskan pandangan
orang-orang di Yerusalem yang menolak Roma sebagai pusat kepausan. Mereka
berangapan bahwa Yerusalem menjadi pusat kepausan bukan Roma. Misi Leo berhasil sehingga saat ini pusat
kepausan berada di Roma. Paus Sixtus III (432-440) meninggal dunia dan pada
tanggal 29 September 440 Leo terpilih menjadi Paus, meskipun masih sebagai
diakon. Pada saat itu, ia sedang menjalankan suatu misi diplomatik di Gaul, Prancis
atas permintaan Kaisar Valentinianus III. Misi itu ialah mendamaikan Aetius dan
Albinus, dua jenderal kekaisaran yang bertikai sehingga melemahkan pertahanan
bangsa Prancis melawan serangan bangsa Barbar.
Sebagai pemimpin gereja katolik,
Leo menunjukkan bakat dan kemampuannya sebagai pemimpin. Ia mengambil tindakan
keras terhadap bidaah-bidaah yang berkembang pada masa itu: Pelagianisme,
Manicheisme, Priscillianisme dan Monofisitisme. Leo seperti arti namanya “Singa”menghadapi
semua serangan terhadap ajaran iman yang benar dan serangan terhadap kota Roma
dengan kesucian dan kefasihan lidahnya. Dengan semua tindakannya, Leo menjadi
salah seorang Paus pembela ajaran iman yang benar dan pembela kota Roma dari
serangan bangsa Barbar. Ia seorang gembala yang baik yang berani membela
umatnya dari berbagai serangan. Ia menjadi teladan bagi para gembala: penuh
semangat, berhati lapang tetapi tetap saleh, sehingga dapat bertindak secara
fleksibel. Surat-surat dan kotbah-kotbahnya sangat bernilai karena buah
pikirannya yang dalam. Selain dikenal sebagai penulis, orator, diplomat,
negarawan dan teolog, Leo juga seorang administrator besar. Selama masa
pontifikatnya, ia membangun dan memperbaiki banyak gereja. Masa kepemimpinannya
menandai salah satu masa yang paling penting dalam sejarah Gereja Perdana.
Ia wafat pada tanggal 10 Nopember
461 dan dimakamkan di ruang depan basilik Santo Petrus. Beliau adalah Paus
non-martir pertama dalam sejarah Gereja. Pada tahun 688, Paus Sergius I
(687-701) memindahkan relikuinya ke bagian dalam basilik itu. Pada tahun 1607
para pekerja menggali kembali relikuinya dan memindahkannya ke dalam basilik
Santo Petrus yang baru. Pada tahun 1754, Paus Benediktus XIV (1740-1758)
menggelari Leo sebagai Pujangga Gereja. Dari semua pengajarannya, ada dua kalimat yang tetap dikenang di dalam Gereja: "Di dalam Pembaptisan, tanda salib membuat semua orang yang dilahirkan kembali di dalam Kristus menjadi raja, dan pengurapan di dalam Roh Kudus mentahbiskan mereka menjadi imam" Dia juga berkotbah tentang kelahiran Tuhan Yesus. Seruan yang terkenal adalaah, "Hai umat Kristiani, ingatlah martabatmu".
Sambil mengenang St. Leo Agung,
kita semua dikuatkan dan disegarkan oleh Tuhan melalui sabdaNya. Santo Paulus
menceritakan pengalaman kebersamaannya dengan jemaat di Filipi. Paulus
bersukacita karena jemaat di Filipi memiliki perhatian yang besar kepadanya dan
juga terhadap kerasulannya. Paulus punya tugas mulia yaitu mewartakan Injil.
Dan sebagaimana dikatakan Yesus, “Seorang pekerja patut mendapat upahnya” (Mat
10:10), demikian Paulus sedang merasakannya bersama jemaat di Filipi. Meskipun
mendapat pelayanan dari jemaat di Filipi, tetapi ia juga mau merenungkan
pengalaman kebersamaan ini dalam konteks relasinya dengan Tuhan. Itu sebabnya
Paulus berkata, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan
tetapi aku belajar untuk mencukupkan diriku”. Memang semua anugerah berasal
dari Tuhan tetapi “belajar mencukupkan diri” diri itu hal yang mulia (Luk 3:14;
Ibr13:5).
Selanjutnya Paulus mengatakan, “Segala
perkara dapat kutanggung dalam Dia yang telah memberi kekuatan kepadaku” (Flp 4:13).
Paulus ternyata tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Ia percaya bahwa semua
pengalaman kerasulan yang sedang ia jalankan juga merupakan campur tangan
Tuhan. Campur tangan Tuhan yang membuat
ia menyadari kekurangan dan kelimpahan hidup. Ketika menerima sebuah anugerah atau
hadiah dari Tuhan dan sesama kita pasti mengingat dan memperhitungkannya seperti
Paulus. (Flp 4:17). Kita berniat untuk membalasnya atau kalau kita yang
melakukan sebuah perbuatan kasih maka ada penantian tersendiri dari pihak kita
terhadap orang yang dibantu. Yesus pun mengalaminya, terutama ketika Ia
menyembuhkan sepuluh orang kusta (Luk 17:17-18). Ia menunggu, siapa yang akan
datang dan bersyukur. Ternyata hanya seorang Samaria yang datang dan bersyukur
kepadaNya. Nah, Yesus juga menanti apa yang dapat kita lakukan bagi
saudara-saudara yang paling hina (Mat 25:14dst). Kehidupan Kristiani bernilai luhur manakala ada kasih yang tak terbagi kepada Tuhan dan sesama (1Yoh 4:9).
Sikap Paulus membuat kita
berefleksi lebih dalam lagi tentang hidup kristiani. Kadang kita hanya berpikir tentang apa yang harus
saya terima dari sesama dan lupa bahwa yang paling penting adalah membangun
rasa syukur yang terus menerus kepada Tuhan. Rasa syukur atas perbuatan kasih
yang kita terima dari Tuhan dan sesama. Rasa syukur pertama dan terutama kepada
Tuhan atas segala yang Tuhan berikan kepada kita. Maka tugas kita adalah
menyenangkan hati Tuhan dengan melayani dan mengasihiNya.
Mari kita mengambil pengalaman
Paulus ini menjadi model kehidupan kita. Semua orang sudah berbuat baik bagi
kita maka kita bersyukur dan mendoakan mereka supaya selalu diberkati Tuhan.
Kadang kita lupa diri dan hanya bisa meminta tetapi lupa bersyukur. Kita
seperti kacang yang lupa kulitnya. Apakah kita mau tetap seperti itu? Atau kita
mengubah kiblat hidup kepada Tuhan dengan memuji dan menyembah serta bersyukur
kepadaNya dan mengambil pengalaman kasih dari Tuhan untuk dilakukan bagi sesama? Selidikilah bathinmu!
Doa: Tuhan, terima kasih karena
Engkau senantiasa mengasihi kami. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment