Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6
Ibr 5:1-6
Mrk
10:46-52
Rabbuni, semoga aku dapat melihat!
Hari ini kita memasuki Hari
Minggu Biasa ke-XXX, tahun B. Bacaan-bacaan Kitab Suci hari Minggu ini
mengarahkan kita pada pribadi Yesus sebagai satu-satunya keselamatan kita. Penginjil
Markus mengisahkan Perjalanan Yesus bersama para muridNya melewati kota Yerikho.
Ketika itu ada seorang pengemis bernama Bartimeaus. Orang ini mungkin sudah lama
mendengar tentang Yesus maka dia memiliki pencarian tersendiri. Sayangnya, dia
seorang buta dan banyak orang yang mengikuti Yesus menghalangi dia untuk bertemu dengan Yesus.
Apa yang dilakukan Barthimeus
untuk mewujudkan pencariannya? Ketika ia mendengar Yesus lewat di dekatnya, ia
berseru dengan sapaan Yesus sebagai manusia:
“Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Ketika ditegur orang banyak, Bartimeaus menyapa tanpa menyebut “Yesus” tetapi
hanya “Anak Daud, kasihanilah Aku.”
Lihatlah pergeseran pengenalan dan sapaannya terhadap Yesus. Orang buta ini
punya keyakinan istimewa bahwa Yehosua, artinya “Allah yang menyelamatkan” adalah Anak Daud
maka Ia pasti akan memperhatikannya. Ketika mendapat halangan dari banyak
orang, Ia menyapa dengan lebih akrab lagi, “Anak
Daud kasihanilah Aku”. Bartimeus
merasa bahwa Ia sangat membutuhkan Yesus lagi pula mereka sama-sama keturunan
Daud.
Sikap Yesus sangat positif. Ia
peka dengan penderitaan manusia, apalagi dengan saudara seketurunan Daud. Ia
pun memanggil orang buta itu. Orang banyak yang mengikuti Yesus berubah
perilakunya kepada Bartimeaus dan berkata, “Kuatkanlah
hatimu! Berdirilah, Ia memanggil engkau.” Bartimeaus tahu dirinya sebagai
orang yang tidak sempurna maka cara ia menjawab ajakan Yesus adalah dengan
meninggalkan jubahnya, setelah itu pergi dan memohon untuk disembuhkan dan
dapat melihat: “Rabunni, semoga aku dapat
melihat”. Yesus memahami pencarian Bartimeaus dan imannya yang besar
kepadaNya. Ia berkata kepada Bartimeaus, “Pergilah,
imanmu telah menyelamatkan engkau”. Dampak kesembuhan Bartimeaus adalah
dengan mata terbuka, ia melihat Yesus.
Kisah Injil ini memberikan kita
kekuatan untuk mengimani Yesus sebagai satu-satunya Juru Selamat kita.
Perhatikan figur-figur dalam kisah Injil ini:
Pertama, Orang buta bernama Bartimeaus. Bartimeaus artinya anak
Timeaus. Artinya orang buta ini tanpa nama. Ia memiliki pencarian tersendiri
untuk berjumpa dengan Yesus. Ia mungkin buta secara fisik atau mungkin saja buta
rohani. Ia terbuka pada Yesus dan mengimaniNya, meskipun halangan datang dari
dirinya dan sesama. Hebatnya dia adalah berani karena percaya bahwa Yesus akan
menyelamatkannya. Kehebatan lainnya adalah ia berani meninggalkan mantel,
sebagai simbol hidup yang lama untuk mengikuti Yesus. Si buta ini adalah anda
dan saya. Maka kalau mau ikut Yesus, kita harus berani meninggalkan hidup lama
dan memperoleh hidup baru dalam Yesus!
Kedua,
orang banyak. Orang banyak juga anonim. Ada di antara mereka yang ikut-ikutan Yesus
tanpa motivasi yang jelas. Mereka adalah gambaran orang yang berada di zona
nyaman, tidak terusik dan cenderung menghalangi orang untuk bertemu dengan
Tuhan. Tetapi Yesus membuka pikiran mereka untuk terbuka kepadaNya dan sesama.
Mereka juga berubah dan mau berjalan bersama Yesus. Pengikut Kristus yang setia
adalah mereka yang punya opsi memperhatikan orang-orang kecil dan menderita.
Ketiga, Yesus. Dari namanya, Yehosua
artinya Allah yang menyelamatkan. Ia peduli dengan kehidupan manusia. Ia tidak
melihat cashing pribadi tetapi jati
diri di mana iman itu bertumbuh. Itu sebabnya Yesus menyembuhkan si buta ini
karena imannya yang besar. Kita dikoreksi Yesus untuk tidak melihat cashing tetapi menghargai manusia
sebagai pribadi yang bermartabat.
Pengalaman Yesus dalam Injil juga
pernah dialami oleh Yeremia. Dalam bacaan pertama, Yeremia menggambarkan
bagaiamana Umat Tuhan di Babel mengalami kegelapan dan putus harapan tetapi ia
masih percaya bahwa Tuhan tidak akan melupakan anak-anakNya. Tuhan berfirman
kepada Yeremia, “Bersorak-soralah bagi Yakub
dengan sukacita, bersukarialah dengan pemimpin bangsa. Tuhan telah
menyelamatkan umatNya, yakni sisa-sisa Israel.” Tuhan berniat mengumpulkan
semua orang dari ujung bumi: orang-orang buta dan lumpuh, perempuan hamil pun
dikumpulkan Tuhan. Mereka menangis karena menderita tetapi Tuhan punya kuasa
untuk mengumpulkan mereka. Kebesaran Tuhan terlihat dalam perhatianNya kepada
orang-orang yang menderita. Sikap Tuhan ini membuat kita bertanya dalam hati
kita, apakah kita juga peka terhadap sesama yang menderita?
Mengapa Tuhan mau berempati
dengan manusia yang menderita? Tuhan Allah berempati dengan umatNya yang menderita
sengsara karena mereka juga diciptakan sewajah denganNya. Mereka juga biji
mataNya. Mereka berharga di mata Tuhan! Yesus berempati dengan si buta dan kaum
penderita yang lain karena Dialah imam Agung. Penulis surat kepada umat Ibrani dalam
bacaan kedua menulis, “Setiap imam agung
yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka
dengan Allah supaya ia mempersembahkan kurban karena dosa”. Imam agung
memiliki tugas memperhatikan semua orang termasuk orang jahil dan sesat. Maka
ketika mempersembahkan kurban, ia juga memperuntukkan bagi umat dan dirinya.
Yesus adalah imam Agung yang diangkat oleh Allah sendiri. Dia melebihi
segalanya dan mempersembahkan diriNya untuk keselamatan manusia. Dialah imam
Agung selamanya menurut tata cara Melkizedek.
Sabda Tuhan hari ini sangat
inspiratif untuk mempersatukan kita dengan Tuhan sendiri. Kadang-kadang kita
buta di hadapan Tuhan dan sesama. Kadang-kadang kita tidak peka terhadap penderitaan
dan kebutuhan sesama. Kita lebih melihat diri kita, bahkan menghalangi orang
lain yang mau bersatu dengan Tuhan. Mari kita berbenah diri dan berkata juga
kepada Yesus, “Rabunni, semoga saya dapat
melihat”
Saya akhiri homili ini dengan menceritakan kisah inspiratif ini:
Ada dua orang, sejak dilahirkan sudah buta. Selamanya tidak pernah melihat hutan yang hijau dan matahari yang berwarna merah. Mereka tidak merasa nyaman, setelah mendengar kehidupan orang normal yang demikian susah, harus mencari nafkah, bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Malahan mereka beranggapan sebagai orang buta mereka lebih beruntung, tidak seperti orang normal yang bersusah payah mencari nafkah.
Ada dua orang, sejak dilahirkan sudah buta. Selamanya tidak pernah melihat hutan yang hijau dan matahari yang berwarna merah. Mereka tidak merasa nyaman, setelah mendengar kehidupan orang normal yang demikian susah, harus mencari nafkah, bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Malahan mereka beranggapan sebagai orang buta mereka lebih beruntung, tidak seperti orang normal yang bersusah payah mencari nafkah.
Pada suatu hari mereka berdua
pergi berjalan-jalan, sambil mengobrol.
Perlahan-lahan mereka mulai membahas kehidupan mereka: ”Di dunia ini apakah ada
orang yang kehidupannya lebih baik daripada orang buta? Orang normal dari pagi
sampai malam sibuk terus, bekerja keras, begitu pula petani lebih parah lagi
bekerja sangat keras, mana ada orang yang seperti orang buta demikian santai?”
kata mereka dengan nada sangat puas diri dan sombong.
Kebetulan pada saat ini ada
beberapa petani yang berjalan bersebelahan dengan kedua orang buta ini. Tanpa
sengaja mereka mendengar percakapan kedua orang buta ini. Para petani ini
sangat marah: ”Kedua orang buta ini sungguh tidak tahu diri, tidak berusaha
lebih rajin untuk menutupi kekurangannya malahan bisa-bisanya mereka menertawai
kita, harus diberi pelajaran, supaya mereka tahu apakah menjadi orang buta itu
sungguh bagus!” ujar petani itu dengan nada merah.
Setelah para petani ini
berunding, mereka sepakat menyamar sebagai pejabat, lalu sambil berteriak
mereka berjalan kearah kedua orang buta ini, sambil menghardik: ”Minggir-minggir,
pejabat tinggi mau lewat!”teriak mereka. Setelah berada dihadapan kedua orang
buta ini, salah satu petani berteriak: ”Sungguh tidak tahu diri, pejabat tinggi
mau lewat, tidak menyingkir!” hardiknya.
Lalu para petani ini menangkap
kedua orang itu ke pinggir jalan dengan tongkat menghajar mereka dan memaki
mereka. Kemudian mereka meninggalkan kedua orang buta itu dipinggir jalan.
Setelah para petani ini melampiaskan kemarahannya, sambil tersenyum mereka
berkata: ”Sekali ini kedua orang buta ini tahu rasa, coba kita diam-diam mendekati
mereka mendengar apa yang dikatakan mereka,”katanya.
Kedua orang buta ini babak belur
setelah dipukul oleh petani itu: ”Aiyaa, sungguh beruntung menjadi orang buta!
Jika tadi kita berdua orang normal, melihat pejabat tinggi lewat tidak
menghindar, tidak saja hanya kena hajar, setelah dihajar masih akan ditangkap
dan diadili, kita berdua sungguh beruntung!” gumam mereka.
Kedua orang buta ini tidak saja
matanya buta sanubarinya juga buta. Tidak mempunyai kemauan untuk berusaha
bekerja lebih keras dan gigih tidak berusaha menutupi kekurangan dirinya.
Sebenarnya hal ini lebih menyedihkan daripada kecacatan mereka. Jika kita
sebagai manusia normal senantiasa hidup dengan santai hanya bermalas-malas
saja, tidak berambisi dan tidak berusaha bekerja lebih keras dan gigih, apa
bedanya kita dengan kedua orang buta ini?
Doa: Tuhan, semoga saya dapat melihat.
Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment