1Tes 1: 2b-5.8b-10
Mzm 149: 1-2.3-4.5-6a.9b
Mat 23: 13-22
Menjadi Misionaris Sejati!
Ada seorang sahabat saya, dia adalah seorang misionaris di Afrika. Ketika pertama kali tiba di tanah misi, ia memiliki idealisme yang luar biasa untuk melayani umat Allah di sebuah paroki. Setelah melihat dan mengalami sendiri kehidupan bersama umat di paroki itu, ia memulai program mengunjungi setiap keluarga di parokinya, mengetahui semua kebutuhan mereka lalu ia memikirkan sebuah strategi pastoral yang cocok. Setelah mengunjungi semua keluarga katolik, berbicara dengan para pemerintah setempat, ia menemukan bahwa hal pertama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas katekese umat. Mengapa demikian? Karena ternyata pemahaman umat akan iman masih sangat lemah. Ia mengumpulkan beberapa tenaga pastoral sebagai team katekesenya, membekali mereka beberapa bulan setelah itu mereka bekerja sebagai satu team yang solid untuk melayani umat. Mereka butuh lebih dari satu tahun untuk berkatekese bersama umat. Tentu tidak semua orang memuji strategi pastoralnya tetapi ia tetap maju. Ada umat yang mengatakan, arah pastoral di paroki kog hanya begini saja. Mengapa kita harus kembali mendalami doa-doa yang sudah kita tahu. Namun setelah sepuluh tahun menjadi misionaris di paroki itu, semua orang baru menyadari pentingnya katekese di dalam keluarga dan lingkungan.
Menjadi orang asing dan orang baru di suatu daerah baru seperti pengalaman sahabat misionaris di atas memang membutuhkan iman, harapan dan kasih yang kuat. Kebajikan-kebajikan teologal ini tercermin dalam kerendahan hati, pengorbanan diri dan daya tahan yang kuat untuk melayani Tuhan dan sesama. Pada hari ini kita mendengar dari bacaan pertama tentang pengalaman St. Paulus dalam bermisi di Tesalonika. Dalam Sejarah, Paulus tiba di Tesalonika sekitar tahun 50. Tesalonika adalah ibu kota provinsi Makedonia (Kis 17:1). Paulus sebelumnya sudah memiliki pengalaman bermisi di daerah lain yang pernah dikunjunginya seperti di Filipi di mana ia pernah dianiaya, dihina dan ditolak demi Kristus. Namun demikian ia tetap berani untuk melanjutkan karya misionernya di tempat lain terutama mengarahkan pengajarannya kepada orang-orang kafir dan berhasil membentuk sebuah jemaat baru. Ia merasa bahwa semua kekuatan yang ia miliki berasal dari Allah. Artinya Tuhan Allahlah yang senantiasa menolong Paulus dan rekan-rekannya dalam bahaya atau ancaman tertentu pada saat mewartakan Injil. Pengalaman Paulus mengingat kita akan apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri bahwa Ia akan menyertai para muridNya hingga akhir zaman (Mat 28:20), meskipun mereka itu diutus seperti ke tengah Serigala (Mat 10:16).
Paulus memiliki keberanian missioner karena ia percaya bahwa Allah sendiri bekerja di dalam dirinya. Tentang hal ini ia berkata: “Karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara bukan untuk menyukakan manusia melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kami” (1Ts 2:4). Pengalaman Paulus ini luar biasa. Ia percaya kepada apa yang sedang ia wartakan, bukan hanya kata-kata kosong melainkan seorang pribadi yaitu Yesus Kristus. Tuhan Yesus sendiri menyertainya dan mempercayakan Injil kepadanya untuk diberitakan kepada orang-orang Tesalonika. Semua pelayanan penuh resiko ini dilakukan dengan sempurna oleh Paulus. Hasilnya adalah orang-orang Tesalonika bertobat dan mengikuti Yesus. Pada saat ini kita pun sedang mengikuti jalan pertobatan yang sama di mana Yesus menjadi satu-satunya Tuhan dan juru selamat kita.
Paulus juga menekankan aspek pelayanan sebagaimana ia sendiri hayati. Pertanyaan bagi kita saat ini adalah bagaimana kita dapat menjadi pelayan yang sempurna bagi Tuhan Allah? Ia menunjukkan tiga sikap dasar yang harus kita hayati yakni: komitmen pada iman, karya amal kasih dan harapan yang dibangun pada Yesus Kristus sendiri. Iman, harapan dan kasih adalah tiga kebajikan teologal yang membantu kita menjadi pelayan Tuhan yang baik. Perlu diingat bahwa menjadi pelayan Tuhan bukanlah kemauan manusia semata tetapi semua itu adalah rencana Tuhan bagi setiap pribadi. Tuhan memanggil dan memilih serta menetapkan kita untuk menjadi pelayan-pelayanNya. Semua orang Kristen pada masa Paulus mengetahui bahwa jemaat induk di Jerusalem adalah yang pertama mengalami penderitaan. Oleh karena itu orang Tesalonika merasa merupakan sebuah kehormatan bahwa mereka tetap setia ketika mereka menjalani penyiksaan.
Menjadi pelayan Tuhan memang penuh resiko. Paulus mengalaminya namun ia tetap setia melayani Tuhan dalam iman, harapan dan kasih. Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus mengecam orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang kelihatan tahu banyak tentang Kitab Suci tetapi mereka sendiri tidak menghayatinya di dalam hidup setiap hari. Mereka adalah orang-orang pintar yang dengan tingkah laku dan ucapan mereka, mereka menghalangi perjalanan sesama untuk berjumpa dan tinggal dengan Tuhan dalam KerajaanNya. Itu sebabnya Yesus mengecam mereka dengan berkata: “Celakalah kalian hai ahli-ahli Taurat dan Kaum Farisi”. Para ahli Taurat adalah mereka yang ahli di dalam hukum Taurat, mungkin sebanding dengan para ahli Kitab Suci dan Hukum Kanonik saat ini di dalam gereja. Kaum farisi adalah satu sekte Yahudi yang sangat ketat memperhatikan hukum Taurat. Yesus tidak mengecam dosa-dosa mereka tetapi mengecam kemunafikan mereka. Yesus menerima orang yang rendah hati bertobat dan kembali kepada Yesus.
Di dalam hidup kita sebagai misionaris bagi sesama, mungkin saja kita adalah para ahli Taurat dan kaum farisi modern yang banyak mendikte orang untuk berperilaku yang benar, sedangkan kita sendiri tidak melakukannya. Kemunafikan adalah ciri khas para ahli Taurat dan kaum Farisi. Dalam sehari kita dapat bertopeng kekudusan tetapi hati kita begitu jauh dari Tuhan. Kita mengajak orang bertobat tetapi diri kita sendiri tidak mau bertobat. Ini adalah sikap munafik yang selalu ada dan dimiliki oleh banyak orang. Mari kita bertobat!
Di dalam hidup kita sebagai misionaris bagi sesama, mungkin saja kita adalah para ahli Taurat dan kaum farisi modern yang banyak mendikte orang untuk berperilaku yang benar, sedangkan kita sendiri tidak melakukannya. Kemunafikan adalah ciri khas para ahli Taurat dan kaum Farisi. Dalam sehari kita dapat bertopeng kekudusan tetapi hati kita begitu jauh dari Tuhan. Kita mengajak orang bertobat tetapi diri kita sendiri tidak mau bertobat. Ini adalah sikap munafik yang selalu ada dan dimiliki oleh banyak orang. Mari kita bertobat!
Doa: Tuhan, ajarilah kami untuk mengenal diri sehingga memiliki kebajikan kerendahan hati dalam melayani Engkau. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment