Kel
32:7-11.13-14
Mzm 51:
3-4.12-13.17.19
1Tim
1:12-17
Luk 15:1-32
Allah Bapa Maharahim!
Seorang sahabat pernah membagi pengalamannya
seperti ini. Ia memiliki satu kebisaan yang baik yakni akrab dengan semua
orang. Pada suatu kesempatan ia didatangi seorang sahabat pertama dan mengatakan
kepadanya untuk menjaga jarak dengan sahabatnya yang satu karena dia itu
memiliki selingkuhan. Oleh karena itu ia harus menjaga diri jangan sampai
menjadi korban selingkuhan juga. Tentu saja ia merasa kaget karena selama
mereka menjadi sahabat tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Pada kesempatan
yang lain sahabat yang lain datang dan mengatakan kepadanya untuk menjaga jarak
dengan sahabat yang pertama tadi. Menurutnya, sahabat itu mata duitan dan suka
meminjam uang. Oleh karena itu ia harus berhati-hati karena bisa jadi semua
uang habis dipinjamnya. Tentu saja orang ini bingung, kira-kira yang menjadi
sahabat itu yang mana karena tenyata mereka saling menjual kelemahan satu sama
lain. Ketika mendengar sharing ini saya merasa bahwa hal ini sudah menjadi
pengalaman umum. Memang sangat sulit untuk memiliki sahabat sejati. Rasa
cemburu, curiga dan bersaing selalu mewarnai sebuah persahabatan. Kalau orang
tidak mampu mengolahnya maka mereka akan saling menjauh bahkan bermusuhan.

Terhadap sikap kaum Farisi dan para ahli
Taurat, Yesus berusaha untuk mengubah hidup mereka dengan memberi tiga perumpamaan
yang intinya mau mengatakan tentang kemurahan hati Allah Bapa. Perumpamaan
pertama tentang seorang kaya yang memiliki 100 ekor domba. Ketika membawanya ke
padang rumput, ada satu ekor yang tersesat. Ia meninggalkan Sembilan puluh Sembilan
ekor dan pergi mencari satu ekor yang tersesat. Setelah menemukannya, ia
meletakkannya di atas bahunya, kembali ke rumah dengan suka cita. Perumpamaan
kedua, ada seorang Bapa yang murah hati. Ia memiliki dua orang anak. Anak
bungsu meras bebas maka ia menutut warisannya. Bapanya dengan murah hati
memberikan yang menjadi haknya. Anak bungsu itu segera pergi dan menghabiskan
semua kekayaan itu dengan hidup dalam dosa. Ia akhirnya kembali ke rumah, dan
disambut dengan meriah oleh bapanya. Anak yang sulung tetap tinggal di dalam
rumah, hidup dari semua harta kekayaan bapanya, tanpa menggunakan hartanya
sendiri. Anak sulung lupa diri di hadapan bapanya. Ia bahkan menolak kehadiran
adiknya. Tokoh utamanya adalah Bapa yang murah hati kepada anaknya yang berdosa
(bungsu) dan anak sulungnya yang tidak tahu diri. Perumpamaan ketiga, seorang
wanita miskin hanya memiliki uang sepuluh dirham. Satu dirham nilainya sama
dengan satu dinar yang sebanding dengan upah kerja sehari. Rumahnya juga sederhana.
Ketika ia mengalami kehilangan satu dirham, ia berusaha mencarinya dengan
berbagai cara dan ketika menemukannya ia juga bersukacita. Ketiga perumpamaan
Yesus ini menunjukkan seorang Allah yang murah hati yang sedang hadir di
tengah-tengah kita.

Paulus dalam bacaan kedua mengisahkan kemurahan
dan kerahiman Tuhan kepadanya. Ia merasa dirinya sebagai orang berdosa tetapi
Tuhan mengasihinya. Oleh karena itu ia bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus
karena telah menguatkannya karena menganggapnya setia dan mempercayakan
pelayanan Injil kepadanya. Tentu saja bagi pribadi Paulus, sulit sekali
menangkap dan memahami rahasia kasih Allah yang tiada batasnya. Mengapa
demikian? Karena Paulus juga merasa dirinya orang yang rapuh: “Sebelumnya aku
seorang penghujat dan seorang penganiaya yang ganas”, singkat kata, Paulus
berkata bahwa dialah yang paling berdosa. Paulus memang lambat mengasihi Allah tetapi Allah
tidak lambat mengasihinya. Ia rendah hati dan mengakui kemurahan dan kerahiman
Tuhan.

Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami berterima kasih
kepadaMu karena hari ini Engkau mengajar kami untuk menjadi rendah hati di
hadiratMu, mengenal diri kami sebagai orang berdosa untuk disembuhkan dan
diampuni. Semoga kami dapat hidup bahagia dan menikmati kasihMu. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment