Wednesday, December 26, 2012

Haramkah Umat Islam Mengucapkan Selamat Natal?

Apakah "Haram" mengucapkan 
Selamat Natal dan Tahun Baru?

Kompas hari ini, 26 Desember 2012 menghadirkan kisah-kisah menarik seputar perayaan natal. Di gambar terdepan dari halaman pertama Kompas terdapat foto Uskup Agung Yerusalem Mgr. Fouad Twal yang sedang memeluk Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada malam natal 24 Desember 2012 lalu. Sudah menjadi tradisi yang bagus di Bethlehem bahwa setiap malam Natal selalu ada pemimpin politik Palestina yang mengikuti perayaan natal. Saya ingat ketika masih belajar di Yerusalem saya selalu melihat Yaser Arafat hadir dalam perayaan misa malam natal. Pada saat itu Arafat kelihatan sangat menghormati prosesi bayi Yesus di dalam Basilika St. Katharina, Bethlehem. Dia biasanya keluar dari gereja sebelum komuni kudus.

Presiden Mahmoud Abbas melanjutkan tradisi yang bagus ini. Pada tanggal 19 Desember  2012 yang lalu, beliau menulis pesan natal kepada para pengikut Kristus di tanah suci. Ia memuji masyarakat yang menghuni Bethlehem karena mereka menginvestasi kebaikan-kebaikan berupa damai yang membuka mata dunia untuk melihat sebuha negara Palestina baru. Dia percaya bahwa segala kepahitan dan ketidakadilan akan berlalu dan ada harapan besar bahwa pada natal tahun depan Palestina akan mengalami dan menghidupi pesan yang tiada akhirnya yakni kasih, keadilan dan damai  sebagaimana diwartakan Yesus sang Pangeran Perdamaian.

Uskup Agung Yerusalem Mgr. Fouad Twal bangga dengan status baru negara Palestina. Dalam homilinya, ia berkata, “Dari tempat kudus ini, saya mengundang para pemimpin politik dan orang-orang yang berkemauan baik untuk bekerja bagi perdamaian Palestina dan Israel di tengah-tengah gejolak dan penderitaan banyak orang”. Uskup Agung atau biasa disapa Patriark Yerusalem ini juga menjajnjikan doa bagi para korban konflik Israel dan Palestina.

Di halaman 25 Kompas hari ini terdapat foto Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menerima warga Jakarta yang datang mengucapkan selamat natal kepadanya di rumah dinas Kuningan. Ahok demikian nama panggilan beliau mengajak warga Jakarta untuk menciptakan suasana kondusif. Tentu saja warga yang datang bukan hanya orang-orang Nazrani tetapi orang-orang beragama lain pun ikut mengucapkan selamat Natal.

Pengalaman Palestina dan Jakarta ini membantu kita untuk mendalami pertanyaan orang-orang tertentu: Apakah haram kalau mengucapkan selamat natal dan tahun baru? Bagaimana hukum yang diberlakukan bagi para pegawai supermarket yang mengenakan  topi Santa Klaus untuk memeriahkan perayaan natal?

Di dalam pandangan Islam terdapat pro dan kontra terhadap kedua hal yang disebutkan dalam pertanyaan di atas. Para ulama yang kontra atau mengatakan haram mengucapkan selamat natal karena tidak sesuai dengan akidah Islam seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim, Syeikh ibn Baaz, Syeikh Utsaimin, Syeikh Ibrahim bin Muhhamad al Huqol sepakat mengatakan bahwa adalah haram kalau mengucakan selamat natal karena tidak sesuai dengan akida islam. Lagi pula mengucapkan selamat natal itu merupakan bagian dari pewartaan agama kristiani. Allah tidak merestui adanya kekukfuran terhadap hamba-hambaNya. Maka haram kalau mengucapkan selamat natal (mereka yang datang ke rumah Ahok), mengikuti ibadat (seperti Mahmoud Abbas).

Namun ada juga ulama kontemporer yang lebih humanis. Mereka mengajarkan sikap toleran, liberal untuk mengucapkan selamat natal kepada mereka yang merayakannya. Salah seorang ulama terkenal adalah Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berbeda pandangannya dengan Ibnu Taimiyah di atas. Ia berkata, “Aku Yusuf al Qaradhawi membolehkan pengucapan itu apabila kaum Nazrani adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi ada hubungan khusus di antara mereka seperti kerabat, tetangga, teman kuliah, teman kerja. Baginya ini adalah perbuatan baik yang tidak dilarang oleh Tuhan sendiri. 

Perhatikan beberapa kutipan berikut ini: 

Tuhan sendiri berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kalau ada orang non Muslim yang mengucapkan selamat Hari Raya, Firman Allah swt :
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾
Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86) 
Kalau membaca kisah-kisah natal dalam Al-Quran, kita menamukan bahwa ucapan selamat natal juga ada di sana. Perhatikan kisah kelahiran Yesus di dalam Al-Quran ini: 
Sakit perut menjelang persalinan, memaksa Maryam bersandar ke pohon kurma. Ingin rasanya beliau mati, bahkan tidak pernah hidup sama sekali. Tetapi Malaikat Jibril datang menghibur: “Ada anak sungai di bawahmu, goyanghan pangkal pohon kurma ke arahmu, makan, minum dan senangkan hatimu. Kalau ada yang datang katakan: ‘Aku bernazar tidak bicara.’”
“Hai Maryam, engkau melakukan yang amat buruk. Ayahmu bukan penjahat, ibumu pun bukan penzina,” demikian kecaman kaumnya, ketika melihat bayi di gendongannya. Tetapi Maryam terdiam. Beliau hanya menunjuk bayinya. Dan ketika itu bercakaplah sang bayi menjelaskan jati dirinya sebagai hamba Allah yang diberi Al-Kitab, shalat, berzakat serta mengabdi kepada ibunya. Kemudian sang bayi berdoa: “Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali.” Inilah cuplikan kisah Natal dari Al-Quran Surah Maryam ayat 34. Bolehlah dikatakan bahwa Al-Quran mengabadikan dan merestui ucapan selamat Natal pertama dari dan untuk Yesus Kristus.
Bukankah Yesus (Nabi Isa) dan Muhammad sama-sama memperjuangkan nilai hidup setia manusia? Bukankah mereka berdua adalah utusan Tuhan yang melihat manusia sebagai manusia bukan manusia yang beragama apa pun? Tuhan Yesus Kristus dalam kotbah di bukit mengatakan: “Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Nabi Muhammad membawa rahmat, “Rahmatilah yang di dunia ini, niscaya yang di langit akan merahmatimu.
Persoalan yang membuat seorang dikatakan haram untuk mengucapkan selamat natal atau menggunakan busana tertentu dikaitkan dengan akidah dalam agama. Tentu pandangan seorang pengikut Kristus sangat berbeda dengann pandangan seorang muslim tentang Natal. Pada tahun 1981 MUI mengeluarkan fatwa berisi: Pertama, Perayaan natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati nabi Isa akan tetapi natal itu tidak dapat dipisahkan dari akidah. Kedua, Mengikuti upacara natal bersama bagi umat islam hukumnya haram. Ketiga, Agar umat islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan natal.
Pada zaman modern ini rasanya tidak aktual lagi haram tidaknya kalau kita lihat dalam konteks relasi antar pribadi setiap manusia. Kalau kita kembali kepada cita-cita luhur Tuhan mengutus para nabinya maka hal yang diperjuangkan mereka adalah supaya manusia bernilai atau bermartabat dan layak di hadirat Tuhan. Manusia benar-benar menjadi kudus. 

Dengan menghadirkan contoh Mahmoud Abbas di Palestina, seorang Muslim yang setia atau almahrum Yaser Arafat yang membangun tradisi kedekatan dengan orang-orang Nazrani di Bethlehem. Atau contoh nyata Pa Ahok dan kaum Nazrani yang terbuka pada sesama menerima ucapan selamat natal tanpa membedakan siapa yang datang. Bagaimana generasi muda Indonesia yang dari dulu sudah bersumpah berbangsa, bahasa dan satu tanah air Indinesia? Apakah berat dan sulit untuk mengucapkan selamat natal dan tahun baru? Apakah susah mengucapkan selamat hari raya idulfitri? Andaikan Yesus dan Muhammad masih ada, saya akan mewawancarai mereka dan mendengar langsung pendapat keduanya. Kita berbicara hak-hal asasi manusia tetapi keluhuran manusia, jati diri manusia di luar perjuangan. Perbedaan menimbulkan kebencian. Padahal para nabi dan agama mengajarkan hal-hal yang bagus dan indah karena berasal dari Tuhan yang "baik adanya".
PJSDB 

No comments:

Post a Comment