Sunday, December 30, 2012

Homili Pesta Keluarga Kudus, Tahun C

Pesta Keluarga Kudus
1Sam 1:20-22.24-28
Mzm 84:2-3.5-6.9-10
1Yoh 3:1-2.21-24
Luk 2:41-52

“BapaMu dan Aku  Cemas Mencari Engkau”

Dalam kalender liturgi Gereja Katolik, Hari Minggu setelah perayaan Natal dirayakan sebagai Pesta Keluarga Kudus. Pasti orang bertanya mengapa perlu merayakan Pesta Keluarga Kudus? Allah memiliki rencana untuk menyelamatkan umat manusia. Oleh karena itu Ia rela menjadi manusia dengan memilih Maria, seorang gadis dari Nazareth sebagai ibu. Maria menerima kabar sukacita dari Malaikat Gabriel dan setuju menjadi Ibu bagi Yesus yang akan lahir dari rahimnya. Yusuf si tukang kayu diminta oleh Malaikat untuk mengambil Maria sebagai isterinya karena Roh Allah telah menaungi Maria dan Anak yang lahir dari rahim Maria akan dinamai Yesus. Inilah rencana Allah untuk menyelamatkan manusia. Maka “Sabda menjadi daging” atau dikenal dengan nama “Inkarnasi” dan tinggal di tengah-tengah manusia (Yoh1:14). Allah masuk dalam sejarah kehidupan manusia, Ia menjelma menjadi manusia dan berasal dari keturunan Daud (Mat 1:1-17). Apa arti semua ini? Artinya Allah sangat mencintai manusia maka Yesus tidak hanya lahir dalam kurun waktu dan tempat tetapi secara rohani, Ia juga lahir di dalam hidup manusia. Ia lahir di dalam keluarga-keluarga manusia.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada pesta keluarga kudus ini menekankan bahwa inti keluarga adalah cinta kasih Allah. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah kelahiran Samuel di dalam Kitab Perjanjian Lama. Hanna ibunya pernah pergi ke rumah Tuhan di Silo, yang dilayani oleh imam Eli. Di situ ia berdoa memohon agar Tuhan memberikan kepadanya seorang anak. Ia juga bernazar bahwa apabila Tuhan berkenan menganugerahkan seorang anak kepadanya maka ia akan mempersembahkan anak itu kepada Tuhan seumur hidup untuk melayaniNya. Tuhan mengabulkan permohonan Hanna. Ia hamil dan melahirkan anaknya Samuel artinya “Aku telah memintanya dari Tuhan”. Hanna mengingat janjinya kepada Tuhan maka bersama suaminya Elkana dan semua anggota rumahnya bergegas ke rumah Tuhan di Silo. Hanna sebelumnya berjanji, “Nanti, ketika anak itu sudah cerai susu, aku akan mengantarkan dia, maka ia akan menghadap ke hadirat Tuhan dan tinggal di sana seumur hidupnya” Hanna dan Elkana berbuat demikian, sambil mempersembahkan hewan kurban berupa seekor lembu jantan berusia tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur. Samuel diserahkan kepada Allah seumur hidup.

Hanna dan Elkana adalah contoh keluarga saleh dalam Kitab Perjanjian Lama. Mereka memiliki pergumulan hidup yang luar biasa karena hingga usia matang mereka belum memiliki anak. Melalui doa dan harapan maka Tuhan mengabulkan permohonan mereka dan mereka juga berani untuk mempersembahkan anak mereka untuk melayani Tuhan. Samuel dikenal sebagai imam, nabi, hakim dan dialah yang demi nama Tuhan untuk melantik Saul dan Daud sebagai raja. Tuhan sungguh berkarya di dalam dirinya. Hanna dan Elkana adalah contoh orang tua yang berdoa dan berharap pada Allah. Mereka juga menjadi model bagi semua orang tua untuk mendidik anak supaya layak menjadi anak-anak Allah dan kerelaan untuk memberikannya kepada Allah. Kehendak Allah dipegang teguh oleh Hanna dalam mendidik Samuel. Ini juga menjadi hal yang positif bagi semua orang tua saat ini.

Di dalam bacaan Injil kita berjumpa dengan keluarga kudus dari Nazareth. Keluarga kudus memberikan sebuah teladan kesalehan yang luar biasa karena mereka harus berjalan dari Nazareth ke Yerusalem menempuh jarak sekitar 64 mil atau 103km untuk saat ini dengan jalan raya yang agak lurus. Tetap pada zaman dahulu jalannya tidak lurus seperti sekarang, banyak belokan maka diperhitungkan sekitar 150km dengan transportasi keledai sebagai hewan tunggangan. Dengan jarak seperti ini maka dibutuhkan sekurang-kurangnya sepuluh hari untuk pergi dan pulang ke Yerusalem di luar hari-hari suci di Yerusalem. Penginjil Lukas hari ini menggambarkan keluarga kudus bukan sebagai keluarga yang harmonis tetapi sebuah keluarga saleh yang juga mengalami ketegangan dan salah pengertian satu sama lain.

Di pihak orang tua yaitu Yusuf dan Maria. Pada hari kedelapan mereka sudah mempersembahkan Yesus ke dalam Bait Allah, sudah diterima oleh Simeon dan Hanna. Simeon bahkan dikisahkan bersukacita karena melihat keselamatan dari Tuhan. Simeon juga melihat masa depan Yesus sebagai pribadi yang ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang Israel dan menjadi tanda perbantahan. Sedangkan bagi Maria ibu Yesus, Simeon mengatakan bahwa suatu pedang akan menembus jiwanya (Luk 2:21-35). Tetapi kali ini mereka sekiranya tidak menyadari persembahan Yesus kepada Tuhan pada usia delapan hari, 12 tahun sebelumnya maka mereka pun cemas mencari Yesus. Ketika menemukanNya mereka mengungkapkan kecemasan mereka dengan berkata, “Anak mengapa Engkau melakukan itu terhadap kami? Ayahmu dan aku cemas mencari Engkau?”

Di pihak Yesus, Ia mengetahui diriNya sebagai Anak Allah maka ia juga merasa sedang berada di tempat yang cocok. Ia berada di tengah-tengah orang pandai dan bijak. Ia sebagai sebagai seorang Anak berusia 12 tahun tetapi memiliki hikmat dan pengertian yang mendalam. Ia merasa telah diserahkan kepada Allah maka Ia memilih tinggal di mana Ia harus berada dan dalam urusan BapaNya. Maka Ia juga menjawab dengan tepat identitasNya kepada Maria dan Yusuf bahwa Dialah Anak Allah. Relasi Yesus dengan Maria dan Yusuf pun tidak putus karena Ia taat kepada Bapa dan hidup sebagai seorang Anak dalam asuhan Maria dan Yusuf.

Terlepas dari pemahaman teologis dan biblis seperti ini, Maria dan Yusuf tetaplah inspirator dalam parenting. Sebagai orang tua mereka memiliki tugas dan tangung jawab untuk mendidik anak. Mereka memiliki kecemasan tertentu dan mencari serta menemukan Anak mereka. Yusuf dan Maria memiliki sikap yang positif dan kiranya menggerakkan hati banyak orang tua untuk cemas mencari dan menemukan anak mereka yang sulit diatur dan menjadikan mereka anak-anak Allah.

Yohanes dalam Bacaan kedua menekankan bahwa kita semua dengan jasa Yesus Kristus telah menjadikan kita sebagai anak-anak Allah. Orang-orang beriman disebut anak-anak Allah karena Allah mengasihi mereka. Allah menjadikan mereka satu keluarga baru yakni menjadi anak-anak dari Bapa yang sama yaitu Tuhan. Apa yang harus dilakukan oleh anak-anak Allah? Bagi Yohanes, “Kita harus percaya akan nama Yesus Kristus, AnakNya, dan supaya saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. Barang siapa menuruti segala perintahNya, ia diam di dalam Allah dan Allah diam di dalam dia”.

Apa yang harus kita lakukan?

Bacaan-bacaan suci pada pesta keluarga kudus ini mengatakan banyak hal kepada kita. Tetapi hal-hal yang kiranya tepat untuk kita hayati sebagai pelaku Firman adalah:

Pertama, hendaknya keluarga-keluarga kristiani menjadi keluarga yang saleh seperti keluarga kudus dari Nazareth. Keluarga yang merasa bahwa doa adalah sebuah kebutuhan. Maria dan Yusuf adalah orang Yahudi sejati dan mereka juga mendidik Yesus untuk bertumbuh dengan ukuran kesalehan sebagai manusia. Dia sungguh-sungguh manusia. Tetapi Yesus juga sungguh-sungguh Allah maka persatuan dengan Bapa di surga memiliki daya kasih yang luar biasa yang juga mempersatukan setiap pribadi. Apakah doa merupakan sebuah kebutuhan dalam keluarga?

Kedua, Orang tua adalah pendidik ulung. Yusuf dan Maria cemas mencari Yesus di Yerusalem. Mereka adalah pendidik ulung bagi Yesus. Hanna dan Elkana adalah orang tua yang menjadi pendidik ulung bagi Samuel. Bagaimana orang tua yang percaya pada Kristus? Apakah kalian merasa dan menyadari bahwa mendidik anak adalah bagian esensial dalam panggilan kalian sebagai orang tua? Buatlah anak-anak merasa bahwa mereka dikasihi dan bahwa orang tua hadiri dalam diri mereka.

Ketiga, Yesus adalah inspirator bagi anak-anak. Yesus menyadari diriNya sebagai Anak Allah dan cara ia menjawab Maria dan Yusuf kedengaran seolah-olah Ia melawan orang tuaNya. Yesus melakukan hal yang benar karena Dia adalah Tuhan. Tetapi hal yang patut diikuti oleh anak-anak adalah ketaatanNya. Ia taat pada Bapa di Surga tetapi tetap dalam asuhan Maria dan Yusuf. Bagaimana ketaatan sebagai anak dalam keluarga? Kadang-kadang anak lebih banyak menuntut pada orang tua tetapi mereka sendiri tidak berlaku sebagai anak yang baik.

Mari kita belajar dari keluarga kudus Nazareth. Bertumbuhlah dalam kasih dan damai. Tuhan Yesus lahir dan menjadi dewasa juga dalam keluarga-keluarga kristiani.

Doa: Tuhan, datanglah dan tinggalah dalam keluarga kami masing-masing. Amen

PJSDB

No comments:

Post a Comment