Yes 61:1-2a.10-11; Mzm: Luk 1:46-50.53-54; 1Tes 5:16-24; Yoh 1:6-8.19-28
Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!
Pertanyaan yang sering ditanyakan
mengawali pertemuan komunitas atau persekutuan doa: Adakah sukacita di dalam
hatimu? Biasanya semua serempak berkata: Ada sukacita! Ada sukacita karena
setiap pribadi berkumpul bersama dan berbagi pengalaman iman atau tujuan lain
yang membahagiakan.
Dalam Sinode para Uskup di Roma
[Oktober 2008], salah satu Uskup berbagi cerita berikut ini: Konon di di
Latvia, sebuah negara di Eropa utara. Ketika Partai komunis masih berkuasa, mereka
membuat sebuah kebijakan yakni menghapus semua agama di negeri itu. Pemerintah negara
itu menangkap para pendeta Protestan, para imam dan uskup Katolik. Mereka mengintimidasi
dan melakukan segala sesuatu untuk untuk menghalangi aliran kasih karunia dari
Tuhan. Salah satu hal yang sempat dilakukan adalah tindakan kejahatan terhadap
Alkitab karena bagi mereka Alkitab adalah Buku anti-komunis.
Pada waktu itu ada seorang imam
yang ditangkap karena memiliki Alkitab. Imam itu bernama Pater Viktor. Ketika ia
ditangkap dan sedang diinterogasi, seorang agen Soviet melemparkan Kitab Suci
di lantai tepat di depannya. Mereka memerintahkan Pater Viktor untuk menginjakan
kakinya di atas Alkitab, tetapi ia menolak. Ia justru berlutut dan mencium
kitab suci. Karena ia mencium Kitab Suci di atas lantai itu maka sebagai hukuman
baginya, ia harus bekerja paksa elama 10 tahun di Siberia.
Setelah menjalani hukuman, Pater Viktor
kembali ke parokinya dan merayakan Misa Kudus. Ketika selesai membaca Injil, ia
mengangkat Evangeliarum dan berkata, "Demikianlah Injil Tuhan!" Umatnya
hanya menangis. Mereka hanya menghormati dalam keheningan karena takut dianggap
provocator. Imam mengerti situasi ini dan menyadari bahwa bahwa sukacita akan
tetap berlangsung dalam seluruh hidup. Sukacita adalah sesuatu yang luhur dan bernilai
dalam hidup manusia. Sukacita itu turut membangun persahabatan yang mendalam dengan
Yesus Kristus, yang dikisahkan di dalam Alkitab sebagai Firman Allah yang
hidup.
Kisah ini menarik perhatian kita untuk menghayati ajakan Tuhan pada hari ini untuk selalu bersukacita senantiasa di dalam setiap waktu kehidupan. Seringkali kita hanya bersukacita pada saat yang membahagiakan dan menjadi sedih pada saat ada pergumulan atau penderitaan tertentu.
Kisah ini menarik perhatian kita untuk menghayati ajakan Tuhan pada hari ini untuk selalu bersukacita senantiasa di dalam setiap waktu kehidupan. Seringkali kita hanya bersukacita pada saat yang membahagiakan dan menjadi sedih pada saat ada pergumulan atau penderitaan tertentu.
Hari ini adalah hari Minggu
ketiga Adventus dan biasanya disebut Hari Minggu sukacita atau Gaudete.
Kekhasan Minggu ini adalah lilin adventus yang dinayalakan berwarna pink
sebagai tanda sukacita atau kegembiraan. Alasan lain yang lebih penting adalah karena
hari kelahiran Kristus semakin dekat dan semua umat beriman hendaknya menanti
dengan sukacita.
Sabda Tuhan selama pekan ketiga
ini juga mengarahkan Gereja untuk bersukacita menyambut kedatangan Yesus. Nabi
Yesaya memberi peneguhan kepada umat Israel setelah kembali dari Babilonia
untuk bersukacita: “Roh Tuhan Allah ada
padaku, oleh karena itu Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk
menyampaikan kabar Kabar Baik kepada orang-orang yang sengsara dan merawat
orang-orang yang remuk hati... Maka aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak
sorai di dalam Allahku..” (Yes 61: 1.10). Bunda Maria dalam Mazmur antar
bacaan bernyanyi: “Jiwaku memuliakan
Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah juru selamatku” (Luk 1:46) dan
Paulus menambahkan: “Bersukacitalah
senantiasa. Tetaplah berdoa dan mengucap syukur dalam segala hal” (1Tes:
5:16-18). Di tempat lain Paulus berkata: “Bersukacitalah
senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Tuhan sudah
dekat.” (Flp 4:4.5).
Figur Yohanes Pembaptis menjadi
model penantian pada pekan ketiga ini. Ia adalah pribadi yang pertama-tama melonjak kegirangan di dalam rahim ibunya Elisabeth ketika mendengar salam dari Bunda Maria (Luk 1:44). Yohanes Pembaptis adalah pribadi yang
rendah hati. Ia menyadari tugasnya sebagai orang yang menyiapkan jalan untuk
kedatangan Tuhan dan memberi kesaksian tentang terang yang tidak lain adalah Yesus
sendiri. Yesus adalah terang dunia. Ia berkata: “Akulah suara orang yang
berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan!” (Yoh 1:23). Kebesaran
Yohanes Pembaptis adalah menyiapkan orang untuk menyambut kedatangan Tuhan
dengan seruan tobat dan membaptis dengan air. Hidupnya penuh dengan matiraga
dan kesederhanaan. Ia berani memberi keaksian tentang terang dan membawa banyak
orang mendekati terang. Ia berkata: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus
dosa dunia” (Yoh 1:30) dan murid-muridnya meninggalkan dia dan mengikuti serta
menjadi murid-murid pertama Yesus.
Orang yang bersukacita di dalam
Tuhan akan melakukan perbuatan-perbuatan besar di hadapan Tuhan dan sesama. Mereka
akan membawa sesamanya untuk dekat dan bersatu dengan Tuhan sebagai sumber
sukacita. Mereka juga mampu mengasihi dan mengampuni sesama serta melakukan
perbuatan-perbuatan baik karena Allah hadir di dalam diri mereka (Flp 4:5).
Kadang-kadang orang terlalu bersukacita secara manusiawi sehingga lupa bahwa
yang harus dikenal dan dimuliakan adalah Tuhan dan bukan manusia. Gampang
sekali orang menepuk dada dan mengatakan: “Untung ada saya sehingga dia bisa
berhasil!” Atau banyak imam, biarawan dan biarawati yang memiliki “kelompok
khusus” yang selalu memuji dan “menyembah”. Setelah imam, biarawan dan
biarawati pindah ke komunitas lain, kelompok khusus itu tidak mau ke gereja
lagi. Pada Akhirnya yang terjadi adalah Kristus menjadi nomor dua dan manusia
menjadi nomor satu. Sungguh hari ini Yohanes Pembaptis mengoreksi kita dan
mulai saat ini kita membawa orang kepada Kristus bukan kepada diri kita.
Kembali ke pertanyaan: “Adakah
sukacita dalam hidupmu saat ini?” Kalau anda memiliki sukacita maka bangunlah
sikap saling mengampuni: “Kasihilah
musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Janganlah
iri hati terhadap sesamamu yang berbuat baik tetapi belajar dan tidak pernah
berhenti berbuat baik. Hendaklah di dalam pelayananmu, Tuhan semakin dimuliakan
bukan dirimulah yang semakin dihujani dengan pujian dan Tuhan dilupakan.
Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan dan bersyukurlah dalam segala hal!
PJSDB
No comments:
Post a Comment