Sunday, July 14, 2013

Homili Hari Minggu, Pekan Biasa XV/C

Hari Minggu Biasa XIV
Ul 30:10-14
Mzm 69: 14.17.30-31.33-34.36ab.37
Kol 1:15-20
Luk 10:25-37

Yesus Kristus adalah segalanya!

Pada saat ini musim kuliah perlahan-lahan tiba. Dikisahkan bahwa ada seorang calon mahasiswi hendak meninggalkan Indonesia Timur ke tanah Jawa untuk kuliah. Begitu sudah berada di dalam kapal laut, ia menyadari bahwa tas berisi uang dan sebagian pakaiannya sudah hilang. Ada seorang pencuri yang sudah mengambilnya. Ia pun hanya duduk dan menangis. Di dekat ia duduk dan menangis ada seorang kader partai politik yang sedang menuju ke Jakarta untuk konsultasi pencalonannya menjadi legislatif. Setelah bertanya kepada anak perempuan itu dan mengetahui bahwa ada pencuri di dalam kapal, ia mengatakan bahwa dirinya akan mengusulkan kepada managemen kapal untuk menambah personel keamanan demi melindungi para penumpang. Ada juga seorang Romo yang ikut berlayar. Ketika mendengar kejadian itu ia menggeleng-geleng kepala dan mengutuk perbuatan pencuri itu. Ia berjanji untuk mendoakan serta memberkati anak itu. Ada juga seorang ibu yang mengenakan busana muslim lengkap dengan jilbab juga datang ke Jawa untuk berhari raya. Ia melihat anak perempuan itu menangis lalu ia teringat pada anaknya sendiri yang seusia dengannya. Ia mendekati anak perempuan itu dan menawarkan makanan berupa pop mie untuk dimakan. Ketika tiba di pelabuhan yang dituju, ibu itu memberi anak itu sebuah amplop berisi sejumah uang dengan pesan: “Nak, ini uang saku untukmu dari aku” Anak itu juga di antar ke tempat kosnya. Ibu itu seorang Muslimah yang baik! 

Pada hari ini kita mendengar kisah Yesus dalam Injil Lukas yang memberi perumpamaan tentang Orang Samaria yang baik hati. Sebelumnya dikisahkan bahwa ada seorang ahli Taurat datang kepada Yesus dan bertanya tentang syarat untuk memperoleh hidup kekal. Yesus tidak memberi persyaratan apa pun kepadanya, tetapi karena dia seorang ahli taurat maka Yesus  bertanya tentang apa yang sudah dia ketahui dan baca di dalam Hukum Taurat pada setiap pagi dan sore. Ahli Taurat itu mengutip Ul 6:4-5 dan Imamat 19:18 yang mengatakan tentang mengasihi Tuhan di atas segala-galanya dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Dengan mengutip perikop-perikop ini, sang ahli Taurat berpikir bahwa ia sudah hebat. Yesus dengan tegas mengatakan kepadanya: “Perbuatlah demikian maka engkau akan hidup”. 

Ahli Taurat ini pintar maka upaya membenarkan dirinya juga tinggi. Ia bertanya lagi kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Sekali lagi Yesus tidak langsung menjawabnya tetapi Ia memberi perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati terhadap seorang Yahudi yang sedang sekarat karena dirampok. Dikisahkan bahwa ada tiga orang yang melihat penderitaan si korban. Orang pertama yang melewati tempat itu dan melihatnya adalah seorang imam yang siang dan malam melayani Tuhan di dalam Bait Allah. Karena tugas kudus ini maka ia hanya  boleh melihat tetapi tidak dapat menyentuh mayat apalagi najis kalau berdarah (Bil 19:11-16). Orang kedua yaitu seorang Lewi juga melakukan hal yang sama. Ia juga tidak mendekat tetapi menjauhi dirinya dari orang sekarat dan berdarah. 

Orang ketiga adalah seorang Samaria yang sedang melakukan perjalanan. Sejarah menunjukkan bahwa pada waktu itu orang-orang Samaria dan Yahudi adalah musuh bebuyutan. Orang Samaria memiliki Kitab Taurat Musa tetapi dia memiliki opsi untuk melayani orang yang sangat membutuhkannya. Oleh karena itu, orang Samaria tanpa nama itu mendekati orang Yahudi, musuh bangsanya yang sekarat, menyapa dengan lembut kemudian mengobatinya. Ia juga mengantarnya ke tempat penginapan dan berjanji untuk membiayai seluruh pengobatannya. Pada akhir kisah ini, Yesus bertanya kepada ahli Taurat itu, “Siapakah dari ketiga orang ini yang menjadi sesama?” Dengan yakin ia menjawab: “Orang yang memiliki rasa belas kasihan kepadanya”. Yesus berkata kepadanya: “Pergi dan perbuatlah demikian".

Kisah Injil ini memang menarik perhatian kita semua. Mengapa demikian? Pada saat ini banyak orang lebih suka mengatur dunia dengan kata-kata (verbal) dan cenderung menjadi primordial. Memang banyak orang mengetahui kekhasan hidup kristiani yakni mengasihi Tuhan dan sesama. Namun permasalahannya adalah orang hanya bisa mengetahui tetapi sulit untuk melakukannya. Hidup kristiani yang benar ditandai bukan dari segi kemampuan untuk mengetahui hukum cinta kasih tetapi kemampuan untuk melakukan hukum cinta kasih dalam hidup yang nyata. Demikian juga tentang pertanyaan siapakah sesamaku manusia. Persoalan yang dihadapi adalah bukanlah pengetahuan tentang siapakan sesamaku tetapi bagaimana diri saya dapat menjadi sesama manusia. Orang Samaria dipuji sebagai sesama karena ia memberi dirinya untuk saudara yang sedang sekarat, yang secara manusiawi adalah musuhnya. Yesus di dalam perikop injil ini sebenarnya mau mengatakan diriNya sebagai sesama bagi umat manusia yang menderita. 

Menjadi sesama bagi manusia adalah kehendak Tuhan bagi setiap orang. Dialah yang menguasai seluruh hidup kita dan meletakkan meterai kasihNya di dalam hati kita. Meterai kasih itu yang membuat kita bertumbuh dalam kasih dan memiliki kemampuan untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Meterai kasih itu juga yang membantu kita bertumbuh menjadi sesama bagi orang lain. Di dalam bacaan pertama dari Kitab Ulangan kita mendengar bagaimana Musa menyadarkan kaum Israel bahwa Firman Allah selalu ada di dalam diri manusia.  Oleh karena itu mereka hendaknya mendengar suara Tuhan Allah dan berpegang teguh pada semua perkataanNya. Di samping itu mereka juga diharapkan untuk berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati dan jiwa. Firman Tuhan memang sangat dekat pada manusia yakni di dalam mulut dan hati sehingga haruslah dilaksanakan di dalam hidup.

Santo Paulus dalam bacaan kedua menegaskan kepada jemaat di Kolose bahwa segala sesuatu diciptakan oleh dan untuk Kristus. Siapakah Yesus Kristus itu? Dia adalah  kepenuhan Allah. Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan. Yesus adalah Putra sulung, lebih utama dari segala ciptaan. Di dalam dirinya segala sesuatu diciptakan. Ia mendahului segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Di dalam Yesus ada pendamaian antara manusia dengan Allah melalui darahNya yang mulia yang tertumpah di Salib. 

Pada hari ini kita semua dibaharui oleh Kristus melalui FirmanNya. Ia menghendaki anda dan saya mengikuti teladanNya yakni mengasihi tanpa batas, kepada Tuhan dan sesama. Dengan kemampuan untuk mengasihi itu, kita pun dapa menjadi sesama yang baik. Tentu saja semuanya ini bukanlah sekedar tindakan verbal saja atau pengetahuan kognitif belaka tetapi hukum kasih itu harus benar-benar terlaksana di dalam hidup setiap pribadi. Hukum cinta kasih bukanlah hal menghafal atau mengucapkan tetapi hal melaksanakannya di dalam hidup. Demikian juga, hal terpenting bukanlah siapakah sesamaku, tetapi bagaimana saya dapat menjadi sesama bagi orang lain.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk mampu mengasihi dan menjadi sesama bagi semua orang. Amen

PJSDB

No comments:

Post a Comment