Hari Jumat, Pekan Biasa XV
Kel 11:10-12.14
Mzm 116: 12-13.15-16bc.17-18
Mat 12:1-8
Tuhan Selalu Menyertai Kita

Seorang pemuda
dengan bangganya membagi pengalaman kebersamaan dengan orang tuanya. Ia
mengatakan bahwa Tuhan memang luar biasa karena memberi orang tua terbaik
untuknya. Setiap hari ia selalu merasakan kehadiran orang tuanya. Dirinya
merasa disapa dengan sapaan sederhana tetapi penuh kasih. Setiap kali menelpon mamanya misalnya, pertanyaan
pertama dari mamanya adalah: “Apakah kamu sehat? Sudah makan atau belum? Jaga
kesehatan ya?” Dari pihak ayahnya, ia pasti selalu ditanya kapan ia bisa kembali ke
rumahnya untuk bermain guitar bersama? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat
sederhana namun tetap dikenang di dalam hati setiap anak. Banyak orang muda tidak menyukai pertanyaan-pertanyaan seperti ini.
Tetapi pemuda dalam kisah ini merasa disapa oleh orang tua. Ia merasa ada penyertaan dan
kasih sayang yang tiada putus-putusnya diterima dari orang tua. Pengalaman
manusiawi tentang penyertaan orang tua memang wajar. Anak-anak harus merasa di
kasihi oleh orang tua. Tidaklah cukup memberikan barang ini dan itu, kehadiran
orang tua dengan perkataan yang sederhana jauh lebih berkenan bagi mereka.
Ada seorang
pemuda lain yang mengaku bersyukur atas penyertaan orang tuanya. Ia pernah
mengalami kelumpuhan selama beberapa tahun. Orang yang selalu hadir dan memberi
semangat dalam hidupnya adalah ibu dan bapanya. Mereka tidak pernah lalai
berbicara dengannya setiap hari. Mereka mengunjungi dia di kamar dan ngobrol
bersama, menelponnya ketika mereka berjauhan. Penyakit kelumpuhannya menjadi
sembuh total karena doa tanpa henti dari orang tuanya. Ia selalu mengingat
kata-kata peneguhan dari orang tuanya: “Kamu pasti sembuh. Jangan takut!”
Kata-kata ini selalu didengarnya dan semakin sering mendengar, ia semakin
merasakan kuasa Tuhan yang menyembuhkannya.

Pada hari ini
kita mendengar kisah lanjutan bani Israel di dalam Kitab Keluaran. Tuhan
melakukan banyak mukjizat melalui Musa dan Harun di depan Firaun tetapi Tuhan
juga mengeraskan hati Firaun sehingga ia tidak mengijinkan bani Israel untuk pergi
ke padang gurun demi menyembah Yahwe. Tindakan Tuhan ini seharusnya menarik
perhatian kita. Di satu pihak ia menghendaki kemerdekaan bani Israel dari
kejahatan Firaun, di lain pihak ia mengeraskan hati Firaun dan menguji
kesabaran anak-anak Israel. Perayaan paskah dilakukan oleh bani Israel sebagai
momen penting dalam mewujudkan relasi yang harmonis antara mereka dengan Yahwe.
Apa yang harus mereka lakukan? Tuhan mengajar mereka untuk menyembeli anak
domba atau kambing jantan, tanpa cacat. Mereka harus memanggang dagingnya, memakannya
bersama roti tak beragi sampai habis pada hari itu juga. Darah anak domba akan
dioles di depan pintu rumah sebagai tanda. Pada saat itu Tuhan akan lewat dan
membasmi semua anak sulung Mesir termasuk hewan-hewannya. Tuhan melakukan semua
rencanaNya dan membiarkan bani Israel selamat.
Sikap siap siaga
ditetapkan oleh Tuhan bagi umat Isarel ketika mereka menyantap daging anak
domba dan roti tak beragi. Sikap ini tetap menjadi sebuah warisan di dalam
gereja ketika diingatkan untuk selalu berjaga-jaga dan berdoa. Sikap
berjaga-jaga membuat setiap pribadi lebih siap atau lebih fokus lagi di dalam
hidupnya. Sikap Tuhan ini juga membuka mata Firaun di Mesir untuk dapat
melepaskan bani Israel dari tangannya. Memang dari kacamata manusiwainya, kita
merasa bahwa Tuhan terlalu kejam terhadap Firaun dan Mesir. Tetapi itulah
rencana dan kuasa Tuhan. Ia memiliki kuasa atas segala makhluk di atas bumi ini.

Yesus di
dalam Injil juga menunjukkan kuasa yang diterima dari Bapa. Dalam
suatu perjalanan bersama para muridNya di sebuah ladang pada hari Sabat, para
muridNya merasa lapar maka mereka memetik bulir gandum dan memakannya. Ini
menjadi kesempatan bagi kaum Farisi untuk mencari kesalahan Yesus dan para muridNya.
Mereka mengatakan kepada Yesus bahwa para muridNya melakukan apa yang tidak
diperbolehkan pada hari Sabat. Yesus mengambil contoh-contoh tindakan yang
melanggar hari Sabat dalam Kitab Perjanjian Lama. Daud pernah makan roti sajian
yang seharusnya hanya dimakan oleh para imam (1Sam 21:1-10), para imam juga
melanggar hukum Taurat di dalam Bait Allah (Bil 28:9-10). Selanjutnya Yesus
mengatakan bahwa Tuhan menghendaki belas kasihan dan bukan persembahan (Hos
6:6). Semua yang diungkapkan Yesus ini seharusnya sudah diketahui kaum Farisi
tetapi mereka tetap tertutup hatinya kepada Yesus yang adalah Tuhan atas hari
Sabat.
Sikap
legalistis masih ada di mana-mana. Banyak orang selalu bersifat Farisi yang
legalistis dan melupakan hal terpenting yakni belas kasih dan keadilan. Bekerja
pada hari Sabat bagi Yesus itu bukanlah hal yang absolut. Hal yang harus
dipertimbangkan adalah apakah hal itu membahagiakan manusia. Di dalam Injil
Markus, Yesus mengatakan: “Hari Sabat dibuat untuk manusia bukan manusia untuk
hari Sabat” (Mrk 2:27). Situasi kita saat ini juga nyata terutama bagi para
dokter, perawat atau pekerja lain yang harus bekerja pada hari Minggu untuk
melayani banyak orang. Bagi saudara-saudari ini, mereka perlu membagi waktunya
untuk Tuhan, misalnya mengikuti perayaan misa pada hari Sabtu sehingga pada hari Minggu
mereka dapat bekerja seperti biasa.
Sabda Tuhan pada hari ini sangat menyejukkan hati kita. Mari bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu menyertai kita umatNya. Ia juga melindungi umat kesayanganNya. Hal ini sudah dialami bani Israel di Mesir, di mana menunjukkan betapa Tuhan mengasihi dan melindungi umatNya dari Firaun. Yesus di dalam Injil menunjukkan bahwa diriNya datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan untuk menggenapinya (Mat 5:17). Ia adalah Tuhan atas hari Sabat. Oleh karena itu hukum yang benar itu senantiasa mencari kebaikan manusia bukan untuk membebaninya. Mari kita meninggalkan hidup Farisi yang legalistis dan berusaha untuk semakin serupa dengan Tuhan Yesus Kristus.
Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau senantiasa melindungi dan memberkati kami semua.
PJSDB
No comments:
Post a Comment