Berlomba Mencapai Garis Finish
Pada hari Minggu, 27 Oktober 2013 yang lalu, Indonesia
menjadi tuan rumah "The Jakarta Marathon 2013". Lomba lari marathon ini diikuti oleh
para atlet muda dan tua dari bebagai negara. Mereka memulai lomba ini dari satu
garis start yang sama tetapi mencapai garis finish masing-masing peserta sesuai dengan
kecepatan dan waktu larinya. Setiap peserta memiliki motivasi yang
tinggi untuk memenangkan lomba ini. Bukan hanya uang yang diperebutkan tetapi
demi kesehatan fisik, kebersamaan dengan sesama atlet maka para peserta mau
melakukannya. Ini menjadi pengalaman menyenangkan bagi banyak orang yang sempat mengikutinya. Para pelari asal Kenya membuktikan kebolehan mereka untuk meraih
hadiah-hadiah yang sudah disiapkan. William Teboure merupakan juara pertama
marathon kelompok pria dalam waktu tempu 2 jam dan 2 menit. Mulu Seifu menjadi juara
pertama kelompok Putri dalam waktu 2 jam dan 40 menit. Tentu saja sambil mereka
berlomba ada motivasi dan pengurbanan diri berupa kelelahan, rasa bosan dan aneka
perasaan lain sebelum mencapai garis finish. Banyak di antara mereka mencapai garis
finish dan merasa bahagia.
Bersamaan dengan lomba lari marathon ini, Gereja
katolik Indonesia kehilangan seorang hamba Tuhan yakni Rm. Igantius Sumarya,
SJ. Beliau juga merupakan salah seorang peserta lari marathon. Meskipun ia tidak mencapai
garis finish dalam lomba lari marathon tetapi mencapai garis finish hidupnya. Beliau
adalah Rektor Seminari Menengah Mertoyudan, sebuah lembaga pendidikan
calon-calon imam dan biarawan di Jawa Tengah. Meskipun beliau tidak mencapai
garis finisih dan mendapat hadiah, tetapi namanya tetap harum dan dikenang oleh
para imam, seminaris yang pernah merasakan jasa baiknya. Tulisan-tulisan beliau
sangat inspiratif dan mendekatkan banyak orang untuk bersahabat dengan Kristus.
Ia pasti mendapat pahala yang besar dari Yesus Kristus.
Di dalam
Kitab Suci, kita memiliki banyak model yang berjuang untuk mencapai garis finish
dalam kebersamaannya dengan Tuhan dan sesama. St. Polikarpus, seorang murid rasul Yohanes sebelum dibakar dan meninggal
sebagai martir misalnya berkata kepada prokonsul, “Selama delapan puluh enam
tahun saya mengabdi Kristus dan tidak pernah saya alami bahwa Kristus berbuat
salah kepadaku, bagaimana mungkin saya dapat menghojat Raja dan Penyelamatku?”
Dia tidak gentar menghadapi kematian yang ada di hadapannya.
St. Paulus juga memiliki pengalaman mencapai garis finish. Di dalam suratnya kepada Timotius, ia menulis, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang
baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Tim 4:7).
Paulus membagi pengalaman kerasulannya yang diringkas dalam kalimat ini. “Aku
telah mengakhiri pertandingan”. Paulus mau membagi pengalaman penderitaannya:
keluar masuk penjara, dilempati dengan batu, ditolak dan dicaci maki. Ia
merasakan ini sebagai sebuah pertandingan yang menakjubkan dan sudah berakhir
dan melegahkan. “Aku telah mencapai garis akhir”. Setelah melewati penderitaan
dan kemalangan dalam mewartakan Injil ia merasa bahwa sudah saatnya ia akan
menghadap Tuhan. Paulus memasrahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. “Aku
memelihara iman”. Semua penderitaan dan kemalangan bukanlah menjadi penghalang
bagi Paulus dalam beriman. Ia memelihara iman sampai tuntas. Luar biasa pria pengikut Kristus ini.
Kita menemukan model yang paling luhur dari semuanya yakni Yesus dari Injil sebagai sumber
spiritualitas kita sebagai pria katolik. Yesus juga mencapai garis akhir dalam perjalanan salibNya hingga tiba di bukit
Kalvari dan wafat di sana. Sebelum wafat, ia masih sempat mengampuni para
algojoNya, dan Ia juga menyerahkan GerejaNya kepada IbuNya yang berada di bawah
kaki SalibNya. Garis finish bagi Yesus adalah penyerahan diriNya yang total kepada Allah Bapa untuk keselamatan manusia.
Apa
spiritualitas yang dapat kita ambil untuk kehidupan kita? Masing-masing kita
sedang berjalan menuju ke arah garis finish. Banyak pengalaman suka dan duka
menuju ke garis finish. Ada salib yang harus kita pikul. Tetapi satu motivasi
kita bersama adalah mau tinggal selama-lamanya bersama Yesus Kristus.Maka spiritualitas
yang kita bisa ambil adalah ketaatan kepada kehendak Tuhan. Tuhan yang memiliki
rencana untuk kehidupan kita. Hidup kita adalah miliki Tuhan bukan milik kita. Ketaatan
itu ada karena iman kepada Tuhan. Oleh karena itu ketika anda berada dalam
situasi yang sulit, itu adalah pertandingan di dalam hidupmu, janganlah putus asa. Tuhan Yesus dan banyak
orang kudus sebelum mencapai garis finish pernah mengalami penderitaan namun
mereka juga mengalahkan penderitaan dengan kemenangan.Tuhan Yesus Kristus wafat
dan bangkit, kita pun akan ikut mencapai kemuliaan kekal bersamaNya. Jangan lupa untuk
tetap memelihara iman kepada Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.
PJSDB
No comments:
Post a Comment