Hari Minggu Pekan
Biasa X
1Raj 17:17-24
Mzm
30:2.4.5-6.11.12a.13b
Gal 1:11-19
Luk 7:11-17
Jangan menangis!
Dalam sebuah perayaan misa requiem, saya pernah bertanya kepada semua
umat yang hadir: “Siapa yang tidak takut mati boleh angkat tangan?” Ternyata hanya
ada satu orang yang mengangkat tangan, itu pun karena gangguan pendengaran sehingga
ia tidak mendengar dengan baik. Saya sendiri tidak mengangkat tangan saya. Maka
kami semua menertawakan ketakutan kami masing-masing akan kematian. Memang
secara manusiawi kita pasti merasa takut untuk berjumpa dengan saudara maut.
Maut sendiri merupakan saudara yang mengakhiri hidup kita, sekaligus menjadi
permulaan baru yang luhur dan agung karena menjadi saat kita berada berasama
Tuhan untuk selamanya. Saat yang paling dinanti-nantikan oleh setiap orang
untuk bersatu dengan Tuhan Yesus yang sangat dikasihi. Dan memang, Yesus
sendiri berjalan dalam lorong-lorong kehidupan kita, sama dengan ketika Ia
berada di Nain dan berkata kepada sang pemuda yang meninggal: “Hai anak muda,
Aku berkata kepadamu, bangkitlah! Kita sendiri selalu mengucapkan credo yang
berbunyi: “Aku percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal”.

Tuhan mengunjungi umatNya dan memberikan hidup baru kepada mereka yang
meninggal dunia. Tuhan membangkitkan pemuda Nain tanpa nama ini dan ia boleh
hidup dan membahagiakan ibunya. Memang anak laki-laki Yahudi memiliki peran
untuk bekerja, mencari nafkah untuk keluarga. Janda itu tentu memiliki harapan
kepada anaknya. Tuhan Yesus ikut merasakan penderitaan ibu janda itu maka Ia
membangkitkannya. Namun ini bukan sebuah kebangkitan kekal karena ia akan mati
lagi. Hanya Yesus saja, satu kali wafat dan satu kali bangkit untuk selamanya.
Tuhan juga punya inisiatif untuk mengatakan “Jangan menangis”. Tuhan
menghendaki kebahagiaan manusia maka Ia juga tidak akan membiarkan anak-anakNya
tetap mengalami penderitaan yang berkepanjangan.
Di dalam bacaan pertama ada kemiripan kisah tentang kebangkitan. Seorang
anak janda di Sarfat yang menjamu Elia jatuh sakit. Oleh karena terlalu berat
sakitnya sehingga ia tidak bernapas lagi. Pada saat yang sulit ini janda itu
menyadari kelemahannya sehingga ia berkata kepada Elia: “Apakah maksudmu datang kemari, ya Abdi
Allah? Adakah engkau singgah kepadaku untuk mengingatkan aku akan kesalahanku
dan untuk membuat anakku mati?" Elia meminta anak itu, membawanya ke kamar atas,
membaringkan dan mendoakannya: “Ya Tuhan Allahku, kembalikanlah kiranya nyawa
anak ini ke dalam tubuhnya”. Anak itu hidup kembali dan Elia menyerahkan kepada
ibunya. Ibu itu berkata: “Sekarang aku tahu bahwa engkau abdi Allah, dan Firman
Tuhan yang kauucapkan itu benar.”

Ada satu pertayaan yang muncul yakni apa yang harus kita lakukan? Paulus
di dalam bacaan kedua menginspirasikan kita bahwa di dalam hidup ini memang ada
banyak persoalan yang kita alami dan kita hadapi tetapi tetaplah teguh untuk
mewartakan Injil. Injil adalah khabar sukacita Allah yang boleh diwartakan
kepada setiap makhluk. Bagi Paulus, Injil yang ia wartakan bukan berasal dari
manusia tetapi berasal dari Yesus sendiri. Ia juga menyadari bahwa Tuhan
memiliki rencana yang indah dan dipanggil sejak masih di dalam kandungan
ibunya. Panggilan yang luhur baginya adalah semata-mata merupakan kasih karunia dari
Allah. Pengalaman pertobatannya dan perjumpaan dengan para rasul seperti Kefas
atau Petrus dan Yakobus membuatnya menjadi rasul agung. Ia bersukacita dalam penderitaannya untuk Kristus dan InjilNya.

Doa: Tuhan Yesus, terima kasih. Hari ini Engkau membuat kami semakin
percaya bahwa Engkaulah satu-satunya kebangkitan dan hidup. Amen
PJSDB
No comments:
Post a Comment