Monday, June 3, 2013

Renungan 3 Juni 2013

St. Karolus Lwanga dkk
Hari Senin Pekan Biasa IX
Tobit 1:1a-2a.3.2:1b-8
Mzm 112:1-2.3-4.5-6
Mrk 12:1-12

Cinta kasih menuntut pengorbanan diri

Hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan St. Karolus Lwanga dan teman-teman sebagai martir di Uganda. Karolus adalah seorang pelayan istana Muanga di Uganda, Afrika. Ia menjalani tugas peribadi sebagai orang yang dibaptis dengan menginjil teman-temannya dan membawa mereka kepada Yesus. Ia bahkan berani membaptis 4 pelayan istana di sebuah ruang tersembunyi di dalam kerajaan itu. Ketika ketahuan bahwa dia melakukan pembaptisan tersembunyi ini maka ia bersama 21 teman lainnya
dilemparkan ke dalam kobaran api, pada tanggal 3 Juni 1886. Pada tanggal 18 Oktober 1964 Paus Paulus VI mengkanonisasi Karolus Lwanga dan teman-temannya menjadi santo di dalam gereja katolik. Mari kita mendoakan Gereja di Afrika semoga benih para martir boleh menyuburkan benua hitam dengan umat katolik yang berkualitas.

Bacaan-bacaan liturgi kita pada hari ini lebih memfokuskan perhatian kita pada aspek cinta kasih dan pengorbanan diri juga kesabaran di dalam hidup setiap hari. Tidak ada cinta kasih yang tulus kalau tidak melalui pengorbanan diri bahkan menyerahkan nyawa. Di dalam bacaan pertama kita mendengar kisah Tobit. Ia sangat yakin dengan penyelenggaraan ilahi dari Tuhan. Tuhan diyakini sebagai pribadi yang senantiasa hadir dan berkarya di dalam dirinya. Inilah yang membuat dia berani untuk melakukan kehendakNya.

Tobit memulai pengalaman keras ketika dibuang ke Asyur bersama saudara-saudaranya. Di hadapannya dihidangkan makanan. Tobit berkata kepada Tobia: “Anakku, pergilah dan jika kaujumpai seorang miskin dari saudara-saudari kita yang diangkut tertawan di Ninive dan yang segenap hati ingat akan Tuhan, bawalah kemari dan ikut makan. Aku akan menunggu hingga engkau kembali. Ketika Tobia kembali, ia tidak membawa orang hidup untuk makan bersama Tobit tetapi berita kematian seorang Israel. Tobit meninggalkan makanannya, pergi dan mengangkat jenazah dan mengurus penguburannya. Tobit takut akan Tuhan, tidak ada ketakutan apa pun pada raja yang lalim. Sikap Tobit ini heroik. Andaikan saja diketahui raja pasti kisahnya berbeda seperti yang kita dengan hari ini. Dasarnya adalah iman Tobit kuat kepada Allah. Sungguh, berbahagialah orang yang takwa kepada Tuhan, yang suka akan segala perintahNya.

Penginjil Markus melaporkan bahwa Yesus mengajar dalam perumpamaan
kepada imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan kaum tua-tua. Inilah perumpamaan tersebut: ada seorang yang membuka kebun anggur, membuat pagar di sekelilingnya, menggali lubang untuk memeras anggur, mendirikan menara jaga. Kelihatan kebun anggur ini sangat lengkap dan aman. Ia pun menyewakan kebun anggur itu kepada para penggarap. Ketika tiba musim panen, ia menyuruh utusannya untuk meminta kepada penggarap-penggarap hasil yang merupakan bagiannya. Beberapa kali ia menyuruh para utusannya bahkan anak tunggalnya sekali pun, ia bahkan dibunuh dan dilempar ke luar kota karena dialah ahliwarisnya. Melihat situasi ini maka pemilik kebun anggur berencana untuk menyewakannya kepada orang-orang asing.

Yesus memberi perumpamaan ini dan memiliki makna yang mendalam. Kita dapat melihat dan belajar dari figur-figur di dalam kisah Injil ini untuk membantu kita bertumbuh dalam iman. 

Pertama, Figur pemilik kebun anggur. Dia hebat, memiliki visi ke depan yang bagus. Ia menyiapkan kebun anggut, membuat pagar yang bagus, mengali lubang pemerasan dan menara jaga. Dia mempercayakan semuanya itu kepada para penggarap. Pemilik kebun anggur menunjukkan dua sikap penting: memiliki rasa percaya kepada para penggarap dan kesabarannya. Sikap  figur pemilik kebun anggur hendaknya kita ikuti dalam hidup setiap hari dengan memberi kepercayaan, share responsibility dengan sesama. Demikian juga kesabarannya. Banyak utusan yang diutusnya tetapi mereka dianiaya bahkan dibunuh oleh para penggarap. Apakah kita juga sabar terhadap orang-orang yang menyakiti kita? Figur pemilik kebun anggur adalah Tuhan sendiri.

Kedua, Figur kedua adalah para utusan. Para utusan melakukan apa yang ditugaskan oleh majikannya. Mereka tidak merasa ragu atau takut karena mereka menghambakan diri dalam melayani. Mereka adalah para nabi yang banyak mengalami penganiayaan. Putra tunggal sebagai utusan terakhir adalah Yesus sendiri. Ia juga mengalami kematian tragis, di bunuh di luar kota Yerusalem. Pada zaman ini anda dan saya adalah utusan Tuhan. Ekaristi yang selalu dirayakan selalu diakhiri dengan perutusan. Kita diutus untuk mabwa kasih, kesabaran dan damai Tuhan.

Ketiga, para penggarap. Yesus maksudkan Yesus adalah para imam kepala, tua-tua dan para ahli Taurat. Mereka semua bukan orang bodoh, mereka mengerti Kitab Suci. Masalahnya adalah pada kerakusan dan kerasnya hati mereka. Mereka menolak Tuhan dan para utusanNya. Yesus berkata kepada mereka: “Batu yang dibuang oleh para tukang bangunan telah menjadi batu penjuru”. Yesus mengalami penolakan tetapi Dia tetap menjadi batu penjuru.  Kita juga dapat menolak kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Kita juga dapat melupakan Tuhan sehinga tidak berdoa kepadaNya.

Sabda Tuhan hari ini membantu kita untuk bertumbuh dengan semangat mempercayakan diri hanya kepada Tuhan. Kita belajar dari Tobit yang mempercayakan dirinya juga semua rencananya kepada Tuhan. Tuhan yang memulai dan Tuhan akan menggenapi semuanya. Kita juga belajar dari Tuhan yang begitu baik dan sabar dengan manusia. Banyak kali kita kurang bahkan tidak sabar dengan diri kita dan dengan sesama. Tuhan saja sabar, mengapa kita tidak sabar? Tuhan menunjukkan kesabaranNya dengan menyiapkan segala yang baik untuk kita semua. Yesus Putra tunggalNya saja diberikan kepada kita. Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik, kekal abadi kasih setiaNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami supaya memiliki kesabaran di dalam hidup ini. Amen


PJSDB

No comments:

Post a Comment