Friday, November 4, 2011

Renungan 4 Nopember 2011

Bacaan:
Rm 15:14-21
Mzm 98:1.2-3ab.3cd-4
Luk 16:1-9

Jujurkah Aku?

Pengalaman adalah guru yang baik. Ketika mengikuti ujian kenaikan kelas mata pelajaran matematika di SD kelas IV, salah seorang temanku menyontek dan dilihat oleh guru mata pelajaran matematika. Ketika ditanya oleh guru apakah ia menyontek, teman tersebut mengatakan “tidak menyontek” padahal buku catatannya terbuka di mejanya. Maka guru tersebut berkata kepada kami bahwa kalau masih kecil kami sudah belajar menjadi jujur maka akan menjadi orang dewasa yang jujur tetapi kalau masih kecil kami tidak jujur maka di usia dewasa akan lebih tidak jujur lagi. Sebagai hukumannya, kami semua menulis di kertas yang agak tebal tulisan ini: “Jujurkah Aku?” dan mengalunginya di leher setiap kali memasuki halaman sekolah dan semua orang tahu bahwa kami adalah siswa-siswi kelas 4 SD yang tidak jujur dan mau menjadi jujur. Pengalaman ini memalukan bila direnungkan tapi mendewasakan diri bila disadari dengan nurani.

Pengajaran Yesus kepada para muridNya dalam bacaan injil hari ini tentang seorang bendahara yang tidak jujur dengan tuannya karena menghamburkan milik tuannya. Ketika ditanya oleh tuannya tentang tuduhan tersebut, ia berusaha untuk membenarkan dirinya dengan memanipulasi surat-surat utang dari orang-orang yang berutang pada tuannya. Ia memiliki konsep dan strategi yang jelas bagaimana tetap menjadi bahagia di masa depan setelah dirinya dipecat. Melihat kecerdikannya ini tuannya bukan menjadi kesal tetapi memuji kecerdikannya. Pada akhirnya, kata Yesus: “Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.”

Apa yang mau Yesus ajarkan kepada murid-muridNya? Yesus menggunakan perumpamaan tentang kecerdikan bendahara ini untuk mengingatkan para muridNya supaya memiliki komitmen yang mendasar dalam mempersiapkan diri masing-masing untuk hari penghakiman terakhir. Dia tidak bermaksud memuji kelicikan bendahara itu di depan tuannya tetapi semangat bendahara dalam membuat konsep dan strategi untuk menjadi bahagia setelah dipecat. Jadi pujian kepada bendahara bukanlah pada kualitas etika dan moral dari perbuatannya (benar-salahnya) tetapi pada suatu tekad yang bulat yang ia miliki dan untuk ia lakukan. Semangat yang sama yakni tekad yang bulat ini hendaknya dimiliki setiap orang untuk menyiapkan diri dengan baik dalam menyambut hari penghakiman terakhir. Di samping itu, sikap saling berbagi juga diingatkan dalam perumpamaan ini. Pada level manusiawi, sikap saling berbagi dapat mempererat relasi sosial sedangkan pada level rohani akan mendapat ganjaran kebahagiaan di surga.

Paulus juga dengan jujur mengakui perutusannya sebagai saat berbagi yang indah. Dengan menyadari kasih karunia Allah di dalam dirinya, ia berani berbagi dengan mewartakan Injil Allah kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, di negeri-negeri asing yang belum mendapat terang Injil Kristus. Kebanggaan sebagai pelayan  Kristus merupakan sikap jujurnya di hadapan Tuhan dan sesama.

Hari ini Sabda Tuhan menyapa kita untuk menjadi anak-anak terang. Anak-anak yang jujur di hadapanNya dan selalu memiliki komitmen untuk menanti hari penghakiman terakhir. Keberanian untuk berbagi dalam mewartakan Injil kiranya menjadi panggilan luhur bagi kita semua sebagai orang-orang yang dibaptis. PJSDB

No comments:

Post a Comment