Saturday, June 13, 2020

Food For Thought: Dari Elisa Saya Belajar


Dari Elisa saya belajar

Pada hari ini saya tertarik untuk merenung sejenak tentang kehidupan nabi Elisa yang dipilih Tuhan untuk mengganti Nabi Elia. Nama Elisa (bahasa Ibrani: אֱלִישַׁע, Elišaʿ) berarti "Allah (Elohim)-ku adalah keselamatan". Allahku adalah keselamatan. Nama ini menunjukkan jati dirinya sebagai nabi yang nantinya mewartakan Allah sebagai keselamatan.

Menarik untuk merenung tentang panggilannya sebagai nabi untuk mengganti Elia. Pada saat itu dia sedang bekerja sebagai petani di ladang bersama ternak-ternaknya yang membantunya untuk membajak lahan yang akan ditanaminya. Elia lewat dan tanpa basa-basi melemparkan jubahnya kea rah Elisa. Elisa mengerti maksud Elia bahwa jubah yang dilempar ke arahnya menunjukkan sebuah ajakan, panggilan untuk menjadi serupa dengannya, tentu saja sebagai nabi. Elisa sadar diri bahwa dia berasal dari sebuah keluarga maka dia mau berpamintan dengan keluarganya, khususnya sang ayah sebagai kepala keluarga. Elisa tetap mengingat apa yang dilakukan oleh Elia. Elisa siap untuk menjalan petualangan baru. Untuk itu dia harus berani melepaskan diri dari semua yang dia miliki. Dia mengambil pasangan lembu dan menyembelihnya. Kayu bajaknya saja dia pakai untuk memasak. Dagingnya ia tidak makan sendiri tetapi membaginya kepada para pekerja dan mereka makan bersama. Setelah tidak memiliki apa-apa baru dia mengikuti Elia sebagai pelayan.

Kisah Elisa membuat kita mengenang seorang pemuda yang datang dan bertanya kepada Yesus, syarat untuk masuk surga. Tuhan Yesus berkata: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Mat 19:21). Kalau mau ikut Tuhan maka harus berani melepaskan segalanya supaya bisa menyerahkan diri hanya bagi Tuhan. Ini yang sedang dialami oleh orang-orang yang mengikuti Yesus dari dekat dalam hidup bakti.

Pada hari ini saya melihat kembali perjalanan panggilan saya sebagai seorang Salesian dari 24 Juni 1989-13 Juni 2020 ini. Saya masuk dalam komunitas Salesian saat berusia 19 tahun. Usia ini masih tergolong muda saat itu. Saya merasa bahwa Tuhan memanggil saya untuk ikut melayaninya. Tentu saja panggilan ini bertumbuh di dalam rumah sendiri. Orang tua saya bukan orang yang rajin ke Gereja, mereka hanya orang katolik biasa-biasa saja. Tetapi dari situ saya belajar bagaimana menjadi orang katolik yang biasa-biasa menjadi luar biasa. Saya percaya diri bahwa Tuhan pasti memanggil saya untuk mengikuti jalan-Nya. Dan semuanya berjalan sampai hari ini.

Elisa mengajar saya beberapa hal: Pertama, Tuhan memanggil saya pada situasi saya yang nyata. Saya bukan sedang berdoa atau berdevosi. Saya sebagai seorang pemuda yang biasa-biasa saja seperti Elisa. Kedua, Elisa berani dan percaya akan rencana Tuhan. Mantel Elia menandakan kuasa Tuhan yang harus diikuti Elisa. Maka ketaatan hidup itu penting dan harus. Ketiga, Elisa berani meninggalkan segalanya dan dia tidak menyesal. Pikirkan, bahkan kayu yang dipakai sebagai alat bantu untuk membajak saja dia potong untuk menjadi kayu bakar, memasak dan membagi makanan kepada orang lain. Keempat, Elisa tidak menyesal menjadi miskin. Dia malah bahagia untuk melayani Tuhan sebagai nabi. Elisa benar-benar menunjukkan semangat untuk menyelamatkan sesama manusia.

Tuhan memberkati kita semua

P. John Laba, SDB

1 comment: