Wednesday, June 10, 2020

Homili 10 Juni 2020

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-X
1Raj 18:20-39
Mzm 16:1-2a.4.5.8.11
Mat 5:17-19

Jangan membela Tuhan dan agama!

Saya teringat pada sebuah cerita di dalam Buku karya Anthony de Mello SJ berjudul ‘Burung Berkicau’. Beliau bercerita begini: “Jesus Kristus berkata bahwa Ia belum pernah menyaksikan pertandingan sepakbola. Maka kami, aku dan teman-temanku, mengajak-Nya menonton. Sebuah pertandingan sengit yang berlangsung antara kesebelasan Protestan melawan kesebelasan Katolik. Kesebelasan Katolik memasukkan bola terlebih dahulu. Jesus bersorak gembira dan melemparkan topinya tinggi-tinggi. Lalu ganti kesebelasan Protestan yang mencetak goal. Dan Jesus bersorak gembira serta melemparkan topinya tinggi-tinggi lagi. Hal ini rupanya membingungkan orang yang duduk di belakang kami. Orang itu menepuk pundak Jesus dan bertanya: 'Saudara berteriak untuk pihak yang mana?' 'Saya?' jawab Jesus, yang rupanya saat itu sedang terpesona oleh permainan itu. 'Oh, saya tidak bersorak bagi salah satu pihak, Saya hanya senang menikmati permainan ini.' Penanya itu berpaling kepada temannya dan mencemooh Jesus: 'Ateis!' 

Sewaktu pulang, Jesus kami beritahu tentang situasi agama di dunia dewasa ini. 'Orang-orang beragama itu aneh, Tuhan,' kata kami. 'Mereka selalu mengira, bahwa Allah ada di pihak mereka dan melawan orang-orang yang ada di pihak lain.' Jesus mengangguk setuju. 'Itulah sebabnya Aku tidak mendukung agama; Aku mendukung orang-orangnya,' katanya. 'Orang lebih penting daripada agama. Manusia lebih penting daripada hari Sabat.' 'Tuhan, berhati-hatilah dengan kata-kataMu,' kata salah seorang di antara kami dengan was-was. 'Engkau pernah disalibkan karena mengucapkan kata-kata serupa itu.' 'Ya dan justru hal itu dilakukan oleh orang-orang beragama,' kata Jesus sambil tersenyum kecewa.

Kisah ini memang sangat aktual bila kita renungkan dalam konteks kekinian di negeri +62 ini. Ada orang tertentu yang masih merasa begitu penting untuk membela Tuhan dan membela agama tetapi mengabaikan manusia sebagai sesama. Orang-orang kritis mengatakan Tuhan kog dibela, padahal Dia tidak membutuhkan kita untuk membelanya. Agama kog dibela mati-matian, padahal setiap orang bebas memeluk agama apapun. Pikirkanlah di negeri ini masih ada kelompok manusia tertentu yang membela agamanya dan lupa memanusiakan sesama manusia. Masih ada istilah ‘penista agama’ bahkan penista itu bukan hanya yang berlainan agama tetapi yang seagama saja dianggap penista. Orang-orang ini mengira  bahwa Allah ada di pihak mereka dan melawan orang yang ada di pihak lain. Sikap Yesus adalah tidak mendukung agama  tetapi mendukung manusianya.

Pada hari ini kita membaca bacaan pertama dari Kitab Pertama Raja-Raja (18:20-39). Ada sebuah kisah yang menarik di mana para nabi Baal dan nabi Elia berlomba-lomba untuk membuktikan siapakah Tuhan yang benar di Israel. Bermulai dari keinginan raja Ahab untuk mengumpulkan nabi-nabi Baal dari seluruh Israel di Gunung Karmel. Jumlah para nabi Baal ini adalah 450 orang. Tentu saja ini mengecewakan hati nabi Tuhan yakni Elia. Dia lalu coba untuk menyadarkan seluruh rakyat dan berkata: "Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau Tuhan itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." (1Raj 18:21). Sayang sekali karena perkataan nabi Elia ini tidak digubris oleh rakyat setempat. 

Nabi Elia berusaha untuk meyakinkan rakyat dengan membuat sebuah permainan untuk menentukan siapakah Tuhan yang sebenarnya. Apakah Baal yang diyakini sekitar 450 orang nabinya atau Tuhan yang diimani Elia sebagai satu-satunya nabi Tuhan di Israel saat itu. Caranya bermainnya adalah dengan mempersembahkan kurban bakaran. Para nabi Baal mempersembahkan kurban bakaran kepada allah dan Elia mempersembahkan persembahannya kepada Tuhan. Selama permianan ini berlangsung ternyata persembahan para nabi baal ini tidak terjadi apa-apa. Mereka boleh memanggil nama Baal tetapi tidak ada perubahan, bahkan mereka sampai terluka dan kerasukan tetapi tetap tidak terjadi apa-apa. Nabi Elia bahkan mengejek mereka: "Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga." (1Raj 18:27). Hasilnya tetap tidak ada.

Sekarang giliran nabi Elia. Apa yang dilakukan nabi Elia saat itu? Ia menyiapkan kurban persembahannya secara lengkap dan menempatkannya di atas mezbah. Ia berdoa: "Ya Tuhan, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara ini. Jawablah aku, ya Tuhan, jawablah aku, supaya bangsa ini mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya Tuhan, dan Engkaulah yang membuat hati mereka tobat kembali." (1Raj 18:36-37). Setelah selesai berdoa maka Tuhan menunjukkan diri-Nya dalam tanda ini: “Turunlah api Tuhan menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya.” (1Raj 18:38). Peristiwa ini mengakibatkan transformasi yang luar biasa, suatu metanoia: “Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: "Tuhan, Dialah Allah! Tuhan, Dialah Allah!" (1Raj 18:39).

Kisah ini sangat mendidik kita terutama cara kita beriman kepada Tuhan yang benar. Kita tidak perlu mengklaim diri sebagai orang yang memiliki Tuhan yang hebat, memiliki agama yang lebih benar sedangkan orang lain kafir, tidak bertuhan atau Tuhan mereka tidak sehebat yang kita Imani. Semua tentang Tuhan adalah urusan Tuhan. Dia yang memiliki kuasa dan kita sebagai manusia percaya dan taat kepada-Nya. Kita tidak perlu mengatur atau membela Tuhan sebab Dialah yang punya segala kuasa. Biarkanlah Dia hadir dan menunjukkan diri-Nya kepada manusia. Nabi Elia hanya sendirian, tetapi membuktikan bahwa Tuhan tidak bisa diatur. Tuhan itu diimani dan biarkanlah Dia berkuasa bagi manusia.

Persoalan iman ini dijelaskan juga oleh Yesus dalam bacaan Injil. Dia mengakui datang ke dunia bukan untuk meniadakan hukum Taurat atau Kitab para nabi. Yesus datang untuk menggenapinya. Ia menggenapi Torah dengan hukum baru yakni hukum kasih dan membuktikan bahwa Allah adalah kasih. Justru karena ini maka Yesus ditinggikan. St. Paulus mengatakan: “Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi.” (Flp 2:10). Dan bagi Yesus, kalau saja ada orang yang meniadakan salah satu perintah Taurat meskipun yang paling kecil, dia tidak layak menjadi bagian dari Kerajaan Surga. Dia bahkan mendapat tempat paling rendah. Tetapi barang siapa setia melakukannya makai a menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga.

Pada hari ini pikiran kita dibuka supaya terbuka terhadap sesama yang lain. Kita seharusnya berusahan untuk memandang Tuhan dan siap melakukan perintah-perintah-Nya. Hanya dengan demikian kita benar-benar berkarya untuk sebuah dunia yang lebih harmonis, di mana semua orang menjadi saudara bukan menjadi musuh, semua orang tak perlu bersembunyi dibalik bendera agama. Inti pengajaran sebuah agama adalah kasih dan kebaikan bukan permusuhan. Agama dan Tuhan tidak perlu dibela, yang harus dibela adalah manusianya supaya lebih manusia dan bermartabat. Inilah kehendak Tuhan yakni supaya setiap orang menjadi manusia yang bermartabat di hadirat Tuhan sang pencipta.

PJ-SDB

No comments:

Post a Comment