Tuesday, June 16, 2020

Homili 16 Juni 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XI
1Raj. 21:17-29
Mzm. 51:3-4,5-6a,11,16
Mat. 5:43-48

Kasih yang sempurna

Nabi Elia menjalani tugas kenabiannya di tengah krisis moral dan kepemimpinan raja Ahab. Sebagaimana kita ketahui bahwa raja Ahab merupakan raja kedelapan dari Kerajaan Israel yakni di Samaria. Beliau menggantikan ayahnya bernama Omri. Ia menikah dengan Izebel, puteri Etbaal, raja orang Sidon. Ini merupakan pertemuan dua kultur dan religi yang berbeda. Ahab diharapkan untuk menyembah Allah yang benar, sedangkan Izebel datang dengan Baal sembahannya. Ahab memang sangat dipengaruhi dan dikuasai oleh Izebel istrinya. Maka ciri khas Ahab adalah ia sangat patuh mendengarkan perkataan Nabi Elia untuk berbakti kepada Tuhan, tetapi ia sangat lemah dalam melawan Izebel. Kerajaan Israel di Samaria bahkan semakin jatuh di bawah pemerintahannya karena penyembahan berhala yang dilakukannya bersama dengan istrinya. Oleh karena kehancuran moral ini, Tuhan mengutus Elia untuk menantang Ahab. Salah satu contohnya adalah ketika ia melakukan kejahatan dengan merebut kebun anggur milik Nabot. Hanya karena nafsu sang raja untuk memiliki banyak harta maka orang kecil seperti Nabot menjadi korban. Ahab juga menjadi korban kelicikan Izebel.

Pada hari ini kita mendengar bagaimana Tuhan mengutus Elia untuk melakukan tugas kenabian yang membuahkan sebuah pertobatan yang radikal. Elia diminta oleh Tuhan supaya menemui raja Ahab yang barusan merebut kebun anggur Nabot dengan cara licik dan membunuh Nabot secara keji sang pemilik kebun anggur itu. Pesan Tuhan kepada Ahab melalui nabi Elia: “Engkau telah membunuh serta merampas juga! Maka di tempat anjing telah menjilat darah Nabot, di situ jugalah anjing akan menjilat darahmu." (1Raj 21:19). Ahab melihat kehadiran nabi Elia sebagai ancaman, apalagi dia sadar bahwa Elia sudah mengetahui dosanya terhadap Nabot. Ia berkata kepada Elia: "Sekarang engkau mendapat aku, hai musuhku?" (1Raj 21:20). Ketika seorang yang hidup dalam kejahatan dan berhadapan dengan orang baik maka ia akan menganggap orang itu musuhnya. Hal ini akan berbeda kalau yang datang menemuinya adalah orang jahat. Ia akan menerimanya sebagai sahabat. Saya teringat pada filsuf Yunani kuno bernama Empedokles (495-435 SM) yang mengatakan bahwa 'yang sama mengenal yang sama.'

Nabi Elia yang menjalankan tugas kenabian dari Tuhan menjawabnya: "Memang sekarang aku mendapat engkau, karena engkau sudah memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Sesungguhnya, Aku akan mendatangkan malapetaka kepadamu, Aku akan menyapu engkau dan melenyapkan setiap orang laki-laki dari keluarga Ahab, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya di Israel. Dan Aku akan memperlakukan keluargamu sama seperti keluarga Yerobeam bin Nebat dan seperti keluarga Baesa bin Ahia, oleh karena engkau menimbulkan sakit hati-Ku, dan oleh karena engkau mengakibatkan orang Israel berbuat dosa.” (1Raj 21:20-22). Seorang nabi harus berprinsip yang jelas: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat 5:37). Perkataan yang diucapkan nabi Elia ini adalah perkataan Tuhan sendiri, laksana pedang bermata dua (Ibr 4:12).

Buah dari tugas kenabian Elia pada raja Ahab adalah sang raja yang jahat ini bertobat. Wujud pertobatannya adalah segera sesudah mendengar perkataan nabi Elia, ia mengoyakkan pakaiannya, mengenakan kain kabung pada tubuhnya dan berpuasa. Bahkan ia tidur dengan memakai kain kabung, dan berjalan dengan langkah lamban. (1Raj 21:27). Sejahat-jahatnya manusia, ketika Tuhan yang punya rencana untuk mengubahnya maka ia dapat berubah secara radikal. Pengalaman akan Allah itu ditandai dengan pertobatan yang radikal dalam hidup orang berdosa. Maka Tuhan pun menunjukkan kesabaran dan pengampunan berlimpah kepada raja Ahab. Ia berkata kepada Elia: "Sudahkah kaulihat, bahwa Ahab merendahkan diri di hadapan-Ku? Oleh karena ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, maka Aku tidak akan mendatangkan malapetaka dalam zamannya; barulah dalam zaman anaknya Aku akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya." (1Raj 21:29). Buah pertobatan adalah pengampunan berlimpah.

Apa yang terjadi dengan Izebel, istri raja Ahab? Dia datang dengan Baalnya dan sangat mempengaruhi Ahab untuk menyembah berhala. Salah satu kelicikan Izebel adalah membuat surat bermeterai atas nama raja Ahab dan rencana jahatnya untuk menghabisi Nabot sehingga kebun anggurnya dapat direbut bagi suaminya. Karena itu Tuhan berpesan melalui nabi Elia: “Anjing akan memakan Izebel di tembok luar Yizreel. Siapa dari keluarga Ahab yang mati di kota akan dimakan anjing dan yang mati di padang akan dimakan burung di udara." (1Raj 21:23-24). Orang jahat yang tidak menyesal dan bertobat maka akan mendapatkan hukuman setimpal. 

Kisah yang kita dengar ini sangat menarik perhatian kita. Banyak kali terjadi persekongkolan untuk melakukan tindakan kejahatan secara terang-terangan di dalam keluarga dan komunitas. Ketika mata orang ditutupi oleh nafsu untuk mendapatkan banyak harta maka orang itu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Pengalaman seperti ini terjadi juga dalam diri kita yang menimbulkan permusuhan antar sesama manusia. Dalam situasi seperti ini kita ditantang untuk menunjukkan kualitas hidup sebagai pengikut Kristus. Apakah kita mampu mengampuni dan mengasihi musuh-musuh kita?

Tuhan Yesus dalam kotbah dibukit meminta kita untuk mewujudkan hukum kasih secara ekstrim di dalam hidup kita. Ia mengubah mindset kita untuk melakukan hukum kasih secara baru dan berkualitas. Misalnya kepada para musuh. Pada zaman dahulu musuh itu dibenci, sesama itu dikasihi. Tuhan Yesus mengubahnya dengan berkata: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5: 44). Ini memang sangat berat tetapi kekeristenan kita berkualitas seperti ini: musuh dikasihi dan para penganiaya didoakan. Apakah kita berani? Ya kita harus berani karena Tuhan Yesus juga melakukannya dalam hidup-Nya. Tuhan mengampuni orang berdosa dan tidak menghitung-hitung kesalahan orang. Kasih Tuhan sempurna dilimpahkan bagi orang baik dan jahat. Maka harapan Yesus bagi kita adalah: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5:48).

Pada hari ini kita semua dipanggil untuk mewujudkan sebuah kasih yang sempurna seperti kasih Tuhan sendiri. Kasih yang sempurna tidak akan bersekongkol untuk berbuat jahat dalam diri dan untuk orang lain. Kasih yang sempurna ditandai dengan pertobatan yang radikal. Kasih yang sempurna ditandai dengan semangat untuk mengampuni tanpa batas. Kasih yang sempurna dilakukan bagi musuh-musuh kita. Kasih yang sempurna menjadi nyata dalam doa bagi mereka yang menganiaya kita secara fisik dan dengan lidahnya yang tidak bertulang. Mari kita mewujudkan kasih yang sempurna di dalam hidup kita.

PJ-SDB

2 comments: