Saturday, June 6, 2020

Homili 6 Juni 2020

Hari Sabtu, Pekan Bisa ke-IX
2Tim. 4:1-8
Mzm. 71:8-9,14-15a,16-17,22
Mrk. 12:38-44

Selalu bermurah hati

Saya senang mendengar sharing seorang ibu yang konon setiap hari Minggu membagikan uang recehan seribu rupiah kepada ketiga anakanya yang masih berusia dini untuk memasukannya di dalam kotak kolekte di Gereja. Kotak kolekte itu beredar sebelum umat menghantar persembahan, dan karena posisi duduk di dalam Gereja, arah datangnya kotak kolekte biasanya dari ayah, anak pertama, kedua, ketiga dan ibu. Sang ibu itu biasa berpesan kepada anak-anak sebelum ke Gereja supaya memasukannya ke dalam kotak kolekte. Anak pertama dan kedua sudah terbiasa dan sudah mengerti apa artinya memberi kolekte di Gereja, anak ketiga yang masih harus belajar untuk memberi. Pada suatu hari Minggu anak ketiga ini bertanya kepada ibunya: “Mami, kenapa setiap hari Minggu kita terus memasukkan recehan ke dalam kota? Kita bisa kehabisan uang di rumah”. Ibunya memeluknya dan berkata: “Nak, kita semua adalah orang miskin maka kita harus saling tolong-menolong. Pada hari ini kita masih bisa makan, tetapi teman-teman yang seusiamu tidak bisa makan karena mereka tidak punya sesuatu untuk di makan. Makanya kita perlu menolong mereka melalui Gereja.” Anak kecil itu mengangguk dan membawa recehannya untuk dijadikan kolekte. Ini menjadi sebuah habitus yang menumbuhkan semangat bermurah hati anak-anak, mulai dari dalam keluarga.

Saya merasa yakin bahwa kita semua memiliki pengalaman yang mirip. Hanya mungkin karena banyak di antara kita belum tahu makna memberi kolekte di Gereja. Kita memberi kolekte setiap kali beribadat bersama bukan untuk menjadi gaji atau honor bagi para Romo. Sebenarnya para Romo itu hidup dari keringatnya sendiri. Para Romo melayani dan ia menerima stipendium. Stipendium adalah persembahan umat yang meminta INTENSI khusus kepada seorang Romo supaya didoakan dalam perayaan Ekaristi. Sejumlah uang yang ada di dalam amplop itu bukanlah sebagai ‘harga’ Misa kudus tetapi sebagai derma untuk keperluan sehari-hari Romo. Namun ada syaratnya yakni Romo itu mempersembahkan misa untuk ujud seperti yang diminta si penderma itu. Meskipun demikian ada aturan tertentu menyangkut stipendium sesuai dengan hukum Gereja. 

Selain Stipendium, ada juga Iura Stolae. Iura Stolae adalah sejumlah uang yang diberikan umat kepada Romo untuk sebuah pelayanan tertentu misalnya saat Romo itu melayani upacara pembaptisan, pernikahan dan pemakaman. Biasanya Konferensi para Uskup menentukan penggunaan iura stolae. Di Indonesia, iura stolae dapat diserahkan ke keuskupan melalui paroki, sangat tergantung aturan main dalam setiap gereja local (Keuskupan). Baik Stipendium dan Iura stolae menekankan rasa sukarela. Tidak ada tarif untuk seorang Romo dalam pelayanan. Kalau umat tidak mampu memberi maka Romo tetap melayani. Ini namanya intentio pro populo. Perlu juga ditegaskan bahwa para Romo itu tidak menerima gaji dari keuskupan. Biasanya para Romo yang berkarya di paroki akan mendapat uang saku dari keuskupan sesuai dengan kemampuan finansial keuskupan. Para Romo yang bekerja di Lembaga atau biaranya tidak mendapat uang saku dari keuskupan. 

Lalu bagaimana dengan kolekte yang diberikan setiap kali kita beribadat bersama? Kolekte adalah persembahan umat Allah kepada Tuhan Allah sendiri dalam peribadatannya seperti misa bersama. Keuskupan memiliki hak untuk mengelola uang kolekte yang dikumpulkan dari setiap paroki, kadang keuskupan bisa memberikan keluasan kepada paroki untuk mengelolanya, namun selalu sesuai dengan aturan di Gereja lokal atau keuskupan. Kolekte ini menunjukkan rasa cinta, rasa tanggung jawab umat kepada Allah melalui Gereja sebab dari kolekte ini dapat dipakai untuk keperluan ibadat, keperluan umat dan keperluan sosial. 

Semua hal yang saya tuliskan di atas menginspirasikan kita untuk memahami Sabda Tuhan yang hari ini kita dengar bersama. Tuhan Yesus sebagaimana dikisahkan oleh Markus mengajar kita untuk selalu bermurah hati dan membuang sikap tamak dalam hidup. Ketamakan itu tidak kristiani. Itu sebabnya Ia pertama-tama mengingatkan para murid-Nya untuk selalu waspada terhadap para ahli Taurat yang suka bersifat munafik bukan bermurah hati.Sikap munafik itu ditunjukkan seperti ini: “Mereka itu suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.” (Mrk 12:38-40). 

Sikap munafik para ahli Taurat ini masih ada di dalam gereja saat ini. Ada yang suka pamer kalau memberi, suka mengundang figur-figur tertentu entar uskup atau pastor untuk acara pribadi biar disegani dan dipuji orang, suka menceritakan apa saja yang sudah diberikan atau disumbangkan. Pikirkanlah pada masa covid-19 ini, betapa banyak orang yang menyumbang dan menceritakan sumbangan-sumbangannya kepada orang yang membutuhkannya. Yesus menasihati kita begini: “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” (Mat 6:3). Tuhan tidak pernah menghitung-hitung apa yang sudah diberikannya kepada kita. Sebab itu Tuhan Yesus mengajar kita: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Luk 6:36). 

Lalu apa yang haru kita perbuat untuk mewujudkan kemurahan hati seperti Tuhan sendiri? Tuhan Yesus dalam Injil hari ini mengambil role model bagi kita yaitu sosok janda miskin. Orang-orang kaya yang datang ke sinagoga memberi persembahan dari kelimpahannya. Si janda miskin merupakan sosok yang memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, dalam hal ini seluruh nafkahnya. Dia percaya bahwa ada penyelenggaraan ilahi yang akan memihaknya. Para janda dan orang miskin memiliki kesempatan untuk mendapat bantuan dari sesama yang mungkin lebih dari itu. Tentu ini merupakan bagian dari kemurahan hati Tuhan baginya.

Banyak kali kita merasa sedang bermurah hati tetapi masalahnya kita menceritakannya kepada orang lain. Seharusnya kemurahan hati itu kita lakukan dengan memberi dengan tulus hati, tanpa menghitung-hitung berapa yang kita berikan. Tuhan selalu bekerja melalui diri kita untuk menolong orang lain yang sangat membutuhkan. Jangan pernah takut untuk menjadi miskin karena Tuhan akan memperkayamu. Sungguh, si janda miskin dalam injil menginspirasi kita untuk bermurah hati selalu dengan sesama yang sangat membutuhkan. Silakan berbagilah dalam hidupmu.

PJ-SDB

1 comment:

  1. Semoga terus bertumbuh kemurahhatian ku dan keturunan ku ��

    ReplyDelete