Monday, June 8, 2020

Homili 8 Juni 2020

Hari Senin, Pekan Biasa ke-X
1Raj. 17:1-6
Mzm. 121:1-2,3-4,5-6,7-8
Mat. 5:1-12.

Tuhan tidak pernah lupa

Wabah Covid-19 telah mengubah relasi manusia dengan Tuhan. Ada orang yang menerima kenyataan ini dan tetap bertekun dalam doa dengan harapan supaya wabah ini cepat berlalu. Memang mereka sedang libur panjang untuk beribadah bersama tetapi ada semacam kehausan, sebuah keinginan yang besar supaya tetap bertekun dalam doa, meskipun hanya melalui streaming melalui media komunikasi sosial. Ada orang yang bersikap apatis dengan situasi ini. Bagi mereka, entah hidup atau mati, yang namanya berelasi dengan Tuhan itu urusan pribadi. Ada orang yang selalu mengeluh dan merasa kecewa dengan Tuhan. Mereka mempertanyakan kuasa Tuhan untuk mengatasi wabah covid-19 ini. Apalagi ketika suasana kemiskinan mulai merajalela, ketidakadilan terjadi saat penyaluran BLT, ditambah lagi dengan orang-orang yang tak bernurani yang hanya mengeritik para pemimpin tanpa mengusulkan solusi-solusi yang tepat. Situasi ini sedang terjadi dan mungkin anda dan saya sendiri sedang mengalaminya. Memang orang sedang lupa bahwa Tuhan itu tidak pernah lupa. Sebaiknya marilah kita melawan lupa.

Pada hari ini saya sangat diteguhkan oleh kuasa kasih Tuhan bagi nabi Elia. Ketika itu nabi Elia berkata kepada Raja Ahab: "Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan." (1Raj 17:1). Saya merasa ini adalah sebuah doa nyata dari nabi Elia dan doanya ini sungguh terbukti. Santo Yakobus mengakui doa nabi Elia ini dalam suratnya: “Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan.” (Yak 5:17). Doa Elia sebagai orang benar ini sungguh terjadi. Tidak ada titik embun dan hujan yang jatuh dari langit selama tiga tahun enam bulan. Ini benar-benar menjadi wabah yang menakutkan bangsa manusia saat itu. Doa Elia benar-benar mengubah perilaku hidup manusia saat itu.

Tuhan mendengar doa Elia dan menyuruhnya ke tempat yang ditentukan. Inilah perkataan Tuhan: "Pergilah dari sini, berjalanlah ke timur dan bersembunyilah di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan. Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana." (1Raj 17:3-4). Elia melakukan kehendak Tuhan Allah. Ia pergi dan berdiam di tempat yang sudah ditentukan Tuhan baginya. Dan Tuhan sendiri memperhatikan dan memeliharanya di saat yang sulit. Dikatakan pada akhir perikop kita: “Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu.” (1Raj 17:6). Luar biasa Tuhan kita. Dia tidak pernah tidur. Dia tidak pernah lupa. Ia tetap memperhatikan orang-orang yang menaruh seluruh harapan kepada-Nya. Elia mengalaminya, dan kita pun mengalaminya, hanya saja kita tidak sadar diri di hadapan Tuhan. Kita mudah lupa akan kasih setia Tuhan dalam hidup pribadi, keluarga dan masyarakat.

Doa dan harapan kita pada hari ini adalah “Pertolongan kita dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi” (Mzm 121:2). Tuhan menolong orang yang menaruh seluruh hidup dan harapannya kepada-Nya. Dalam kitab Mazmur kita membaca nyanyian para peziarah yang mengandalkan pertolongan Tuhan: “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. Tuhan akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. Tuhan akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya.” (Mzm 121:1-8). Tuhan menjadi Penolong yang setia.

Tuhan tidak pernah lupa. Dia mengutus Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal untuk memanusiakan manusia supaya lebih bermartabat lagi di hadirat-Nya. Sebab itu setiap orang yang datang kepadanya disapa ‘Berbahagialah!’. Orang-orang yang layak disapa bahagia adalah orang miskin, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati, membawa damai, dianiaya demi kebenaran. Mereka semua ini ada di hadapan Yesus dan Ia menguatkan mereka dengan sapaan ‘Berbahagialah.’ Tuhan juga menjanjikan buah dari bahagia yang mereka alami dalam hidup mereka. Kedelapan Sabda Bahagia ini merupakan jalan kekudusan bagi Gereja sepanjang masa.

Dari Elia dan Yesus kita belajar. 

Pada hari ini kita bertemu dengan kedua sosok inspiratif yakni nabi Elia dan Tuhan Yesus sendiri. Nabi Elia adalah orang benar di hadirat Tuhan. Ia melakukan kehendak Tuhan dengan sempurna dan pendoa sejati. Dia hidup sebagai seorang anawim, yang selama tiga tahun enam bulan berpasrah, berharap sepenuhnya pada Tuhan. Ini sebuah semangat kemiskinan yang begitu luhur. Kita mengikuti semangat nabi Elia yang mengharapkan penyelenggaraan Ilahi. Tuhan Yesus mengajar kita untuk mengapresiasi potensi manusia di hadapan kita. Dia tidak meremehkan orang-orang di sekitar-Nya. Ia menyapa mereka Berbahagia dan menjanjikan kehidupan yang lebih bahagia. Tentu saja iman kepada-Nya sungguh menjadi kebahagiaan tersendiri.

Pada hari ini kita belajar untuk mengingat: Ingatlah, anda boleh melupakan Tuhan tetapi Tuhan tidak pernah melupakanmu. Embun dan hujan tidak menetes dan turun dari langit, tetapi Tuhan akan memerintahkan ciptaan lainnya untuk melayani engkau. Betapa mulianya engkau hai manusia. Kembalilah kepada Tuhanmu saat ini juga. Bermetanoia dan melawan lupa!

PJ-SDB

2 comments: