Monday, June 1, 2020

Homili 1 Juni 2020 - Maria sebagai Bunda Gereja

Santa Perawan Maria Bunda Gereja
Kej 3:9-15, 20 atau 
Kis 1:12-14
Mzm 87:1-2,3,5,6-7
Yoh. 19:25-34

Bersama Sang Bunda Gereja

Sejak tahun 2018 yang lalu Bapa Suci Paus Fransiskus menetapkan Hari Senin setelah Hari Raya Pentekosta sebagai Hari Peringatan Wajib mengenang Santa Perawan Maria Bunda Gereja. Bapa Suci Paus Fransiskus ingin meningkatkan devosi ini untuk mendorong pertumbuhan rasa keibuan Gereja dalam diri para pastor, kaum relijius dan umat beriman, serta meningkatkan pertumbuhan devosi yang sejati kepada St. Perawan Maria. Penetapan Hari Senin setelah Hari Raya Pentekosta sebagai peringatan Santa Perawan Maria sebagai Bunda Gereja sebenarnya sudah melewati sejarah yang panjang. Gelar Bunda Gereja (Mater Ecclesiae) sendiri pertama kali dipakai oleh Uskup Treves (wafat thn 1125) bernama Berengaud, dalam tulisan-tulisannya. 

Selanjutnya, penulis-penulis seperti St. Antoninus, Uskup Agung Firenze (wafat thn 1458) dan St. Laurensius Giustiniani (wafat thn 1455) mengajak umat untuk menghormati Maria sebagai Bunda Gereja. St. Agustinus dan St. Leo Agung sama-sama merenungkan tentang peran penting Santa Perawan Maria di dalam Misteri Kristus. St. Agustinus mengatakan bahwa Maria adalah ibu dari anggota-anggota Kristus sebab dengan kemurahan hati dia telah bekerja sama di dalam kelahiran kembali umat beriman dalam Gereja. Sedangkan St. Leo Agung mengatakan bahwa kelahiran sang Kepala merupakan kelahiran tubuh. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa Maria adalah Bunda Kristus, Putra Allah dan ibu dari semua anggota Tubuh Mistiknya yaitu Gereja. 

Pada saat ini Gereja melihat sosok Bunda Maria yang selalu hadir dan menginspirasi Gereja. Maria sendiri merupakan sosok sempurna Gereja yang berdoa. Paus Leo XIII (wafat 1903) menulis dalam Ensikliknya Adjutricem Populi yang terbit pada September 1895 (Penolong Umat Manusia): “Maria disebut sebagai Bunda Gereja dan Guru dan Ratu Para Rasul”. Paus Yohanes XXIII (wafat thn 1963), pada tanggal 6 Desember 1960 di Basilika St. Maria Maggiore, Roma berbicara tentang Bunda Maria sebagai “Bunda Gereja dan Bunda Kita yang paling terkasih” (AAS 53, 1961, p.35). Gelar Maria sebagai Bunda Gereja juga banyak kali dipakai St. Yohanes Paulus II dalam berbagai tulisannya selama masa kepausannya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk memahami peran Bunda Maria sebagai Bunda Gereja. Ada dua momen penting yang membuat Gereja menghormati Maria sebagai Bunda Gereja. Momen pertama adalah pada saat Bunda Maria berada di kaki  salib Yesus bersama Maria Magdalena dan Yohanes. Dari atas kayu salib Tuhan Yesus berkata kepada Maria: "Ibu, inilah, anakmu!" (Yoh 19:26). Ia juga berkata kepada Yohanes: "Inilah ibumu!" (Yoh 19:27). Penyerahan Yesus ini memiliki makna yang sangat mendalam. Di satu pihak Tuhan Yesus mempercayakan Maria sebagai mempelai Roh Kudus untuk menjadi ibu bagi Gereja yang diwakili oleh Yohanes. Di lain pihak Tuhan Yesus mempercayakan Gereja, dalam hal ini Yohanes ibunda-Nya untuk menerima dan memperhatikannya. Hal yang menarik perhatian adalah Bunda Maria dengan terbuka hati menerima Yohanes sebagai wakil Gereja. Dia menjadi bunda Gereja, bunda kita semua. Yohanes juga menerima Bunda Maria di rumahnya. Gereja sepanjang sejarrah tidak pernah membiarkan Maria berada di luarnya, tetapi Maria selalu ada dalam hati Gereja. Devosi kepada Bunda Maria masih tetap actual hingga saat ini.

Lukas dalam Kisah Para Rasul melukiskan peran keibuan Maria dalam gereja perdana. Para rasul Yesus setelah menyaksikan kenaikan Yesus ke surga, mereka kembali dan tinggal bersama bunda Maria di ruang atas tempat mereka menumpang. Mereka semua sehati dan sejiwa, juga bertekun  dalam doa bersama sambal menantikan Roh Kudus. Maria memberi warna sendiri pada komunitas para rasul. Ia adalah mempelai Roh Kudus yang berkumpul dengan para rasul. Dia sebagai bunda Gereja maka dia bersama para rasul sehati dan sejiwa dan bertekun dalam doa. Kehadiran Maria tetap berlangsung hingga saat ini. Dia menginspirasi Gereja untuk selalu berkumpul bersama sebagai saudara, bertekun dalam doa karena doa dapat membaharui kehidupan mereka. 

Pada hari ini kita bersyukur sebagai Gereja karena kita tidak sendirian. Tuhan Yesus tidak membiarkan kita sebagai anak yatim piatu. Dia Meminta kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus dalam nama-Nya supaya menjadi penghibur yang memberi kesaksian, mengajar dan mengingatkan segala sesuatu yang sudah dilakukan Yesus sendiri. Tuhan Yesus juga memberikan ibu-Nya sendiri sebagai ibu kita. Dengan demikian kehadirannya sebagai ibu mengantar kita untuk menjadi lebih dekat lagi dengan Yesus Kristus Puteranya. Ad Iesum per Mariam. 

Saya mengakhiri homili ini dengan sebuah doa yang diajarkan Paus Fransiskus kepada Gereja dalam masa pandemic Covid-19 ini: 

Ya Bunda Maria, Engkaulah kesembuhan orang-orang sakit. Kami mempercayakan diri kami kepadamu, yang pada salib telah dipersatukan dalam penderitaan Yesus,  dengan tetap teguh dalam imanmu. Engkau keselamatan bangsa Romawi mengetahui apa yang kami butuhkan, dan kami tahu bahwa Engkau akan memenuhinya, sehingga sebagaimana di Kana yang di Galilea sukacita dan perayaan boleh kembali setelah masa pencobaan ini. Tolonglah kami, Bunda Kasih Ilahi, untuk menyelaraskan diri kami dengan kehendak Bapa dan untuk melakukan yang diperintahkan Yesus kepada kami. Karena Ia telah menanggung di dalam diri-Nya penderitaan kami,  dan membebani diri-Nya dengan kesusahan-kesusahan kami  untuk membawa kami, melalui salib, kepada sukacita Kebangkitan. Amin 

Kami berlindung kepadamu ya Bunda Allah yang kudus; Janganlah mengabaikan doa kami bila kami dirundung nestapa. Bebaskanlah kami selau dari segala mara bahaya, ya Perawan mulia yang terpuji. 

Bunda Maria Penolong Umat Kristiani, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB

2 comments:

  1. Terima kasih romo Jhon utk homili yg menguatkan iman kami,Bunda Maria Doakan lah kami supaya kami memperoleh janji KRISTUS. Amin.

    ReplyDelete