Friday, June 12, 2020

Food For Thought: Seandainya Elia ada di sini


Seandainya Elia ada di sini…

Saya tertarik untuk mengingatkan kita semua tentang Doa Daud dalam Kitab Mazmur: “Dengarlah, Tuhan, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku "; maka wajah-Mu kucari, ya Tuhan. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku!” (Mzm 27:7-9). Raja Daud memiliki kerinduan yang besar untuk mencari wajah Tuhan. Dia berharap supaya Tuhan jangan menyembunyikan wajah-Nya atau memalingkan wajah-Nya. Dan Tuhan menunjukkan wajah-Nya kepa Daud dalam pengalaman hidupnya.

Kita semua memiliki kerinduan untuk mencari wajah Tuhan. Nabi Elia memiliki pengalaman yang dapat kita temukan di dalam Kitab pertama Raja-Raja. Ketika itu Elia sedang berada di dalam gua di gunung Tuhan yakni Gunung Horeb. Tuhan memanggilnya untuk keluar dari guanya yang nyaman supaya dapat memandang Tuhan yang lewat di depannya. Ada tanda-tanda alam yang menakutkan dan Elia terpancing untuk berpikir bahwa Tuhan ada di dalam situasi yang menakutkan itu. Ada beberapa situasi yang Elia alami: Pertama, angin kencang yang dapat membelah gunung dan batu. Menakutkan! Ternyata Tuhan tidak ada di di dalam angin kencang. Kedua, Gempa bumi yang mengguncang gunung itu,tetapi Tuhan tidak ada di dalam gempa. Ketiga, api yang panas membara, ternyata Tuhan tidak ada di dalam api. Keempat, angin sepoi-sepoi basah. Elia sadar bahwa Tuhan lewat. Ia keluar dari dalam gua dan menutup mukanya dengan jubah karena tidak berani melihat kemuliaan Tuhan.

Pengalaman Elia sungguh mengoreksi cara pikir banyak orang yang mengaku percaya kepada Tuhan. Mereka berpikir bahwa Tuhan ada dalam suasana yang menakutkan seperti angin kencang, gempa dan api. Tanda-tanda alam ini diyakini ada kuasa di dalamnya dan mungkin saja Tuhan ada di dalamnya. Ternyata Elia berhasil membuktikan bahwa Tuhan tidak ada di dalam suasana seperti itu. Tuhan hadir dalam suasana seperti angin sepoi-sepoi basa. Artinya, Tuhan hadir dalam suasana penuh keteduhan, kedamaian, ketenangan. Dalam suasana seperti ini Tuhan menunjukkan wajah kerahiman-Nya bagi manusia.

Pikirkanlah suasana yang ramai, apakah sangat membantu orang untuk bersatu dengan Tuhan? Pikirkanlah orang-orang yang selalu mengeritik peribadatan di gereja katolik dengan dalil bahwa lagu-lagu liturginya seakan tidak ada nafasnya. Gereja katolik memiliki liturgi yang dirayakan dengan meriah tetapi suasana di dalam gereja bukan sama dengan suasana di diskotik atau night club. Apalagi dalam suasana Ekaristi! Tidak ada alasan yang memadai untuk menyamakan Daud yang menari di depan tabut perjanjian dengan suasana sakral dalam Ekaristi. Selama berabad-abad gereja katolik tidak pernah mati karena lagu-lagunya ‘tidak hidup’. Ada persekutuan doa tertentu yang lupa bahwa selama perayaan Ekaristi berlangsung bukanlah menjadi kesempatan untuk berteriak-teriak histeris.  Ternyata Elia berjumpa dengan Tuhan dalam keheningan, keteduhan,ketenangan, kedamaian yang mendalam bukan dalam hiruk pikuk musik seperti di diskotek dan night club. Mungkin mindset perlu diubah untuk membedakan mana suasana di dalam Gereja yang ada Tabernakel dan mana suasana di aula tanpa Tabernakel.

Saya berterima kasih kepada nabi Elia atas pengalaman yang sungguh mengoreksi kita semua. Seandainya Elia ada di sini saat ini apa yang dia akan katakan kepada anda dan saya?

Tuhan memberkati dan selamat siang.

PJ-SDB

No comments:

Post a Comment